11. This is all my fault!

397 14 8
                                    

Jangan lupa
Vote, komen
Dan follow

~Ini semua salahku! ~

***

Self-injury dapat berupa tindakan melukai tubuh dengan benda tajam atau benda tumpul, seperti menyayat atau membakar kulit, memukul tembok, membenturkan kepala, menggigit diri sendiri, dan mencabut rambut.

Self-blaming adalah menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Bahkan, tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai pelecehan emosional tertinggi dan paling toxic. Bila dilakukan terus-menerus, self-blaming justru menghambat kemampuan anda, melangkah maju ke depan, dan untuk berkembang.

Anxiety disorder adalah gangguan mental yang menyebabkan rasa cemas dan takut berlebih.

Diva menghela nafasnya. Ia melihat pergelangan tangannya yang banyak sekali luka, semenjak kejadian Ansel dan perginya sang Orangtua ke pangkuan Tuhan. Diva seperti hilang kontrol, ia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian Orangtuanya dan kejadian Ansel.

Sebenarnya penyakit itu perlahan membaik akan tetapi semenjak kedatangan Al, penyakit itu perlahan datang kembali, ia juga sering kambuh membuat ia menderita.

"Gue harus cari Ansel, gue harus ngelurusin semuanya."

Diva mengambil ponselnya. Ia mengatakan atik ponsel itu detik berikutnya suara seseorang di sebrang sana terdengar.

'Ada apa Diva. Kamu butuh sesuatu?'

Diva terdiam sesaat saat mendengar suara Freya. Ia menghela nafasnya. "Gue mau tanya sesuatu sama lo."

'Ah boleh, kamu mau nanya apa?'

"Kabar Ansel gimana? D-dia baik-baik aja kan, dia udah sembuhkan, dia sehat kan?"

Tak ada jawaban dari Freya membuat Diva bertanya kembali. "Freya... Ansel gapapa kan?"

Deheman Freya membuat hati Diva semakin tak enak. 'Maaf Diva. Tapi A-Ansel udah gaada. Ansel kekurangan darah, Om Irsyad emang membawa Ansel ke luar negeri tapi sayang Ansel di nyatakan meninggal saat di perjalanan menuju ke luar Negeri.'

Satu tetes air mata meluncur di mata Diva. Rasa bersalah itu semakin membesar, pantas saja Bella sangat membencinya. Tubuhnya melemas dengan nafas yang memburu, "Dimana kuburannya?"

'Eumm, k-kamu jangan merasa bersalah kematian Ansel itu-'

"Gue tanya dimana Ansel dikuburkan?!"

'T-tempat orangtua kamu di kuburkan gajauh dari sana.'

Tut

Diva mematikan telponnya secara sepihak. Cewek itu dengan cepat mengambil cardigan putihnya sebab langit sudah mendung. Saat ini ia akan mengunjungi makan Ansel, walau tubuhnya sudah bergetar dan lemas, ia tetap maksa untuk mengunjungi makam Ansel.

***

Diva menunduk melihat nama Ansel tertera di batu nisan. Pandangan cewek itu semakin memburam, suara isakan perlahan terdengar. Tubuh cewek itu meluruh, ia kira Ansel sehat dan kuliah di luar negeri akan tetapi dugaannya sangat salah.

Permintaan maaf sudah Diva ucap sedari tadi di dalam hati, pengorbanan Ansel untuk dirinya malah membuat cowok itu pergi, jika saja Ansel tak menolong dirinya mungkin ia yang ada di bawah tanah ini dan itu yang ia inginkan.

"Maafin gue...."

Tangan cewek itu mengepal menyalurkan rasa sesaknya. Matanya menatap kuburan Ansel bayangan masalalu terlintas di pikirannya.
"I-ini salah gue, ini salah gue."

"Seharusnya gue yang ada di dalam sana. Seharusnya gue yang ketusuk, seharusnya gue yang mati bukan lo!"

Diva menelan ludahnya dengan susah payah, "G-gue butuh lo Ansel. Gue butuh lo buat ngebuktiin kalau gue ga nusuk lo, semua orang nuduh gue pembunuh, semua orang gamau temenan sama gue. G-gue sendirian..."

Air matanya sudah menetes beriringan dengan tetesan hujan di langit. Angin yang semakin menusuk tidak sedikitpun tubuh cewek itu bergerak. Ia tak peduli dengan hujan yang semakin deras, ia tak peduli dengn angin yang semakin kencang.

Lelehan air matanya semakin deras, Diva menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Cewek itu menangis menyalurkan rasa sesak di dadanya. Entah sudah berapa lama ia menangis hingga matanya bengkak, pikiran begitu rumit sehingga ia tidak bisa berpikir.

Dari kejauhan seseorang tengah berdiri dengan tangan kanan yang memegang payung agar tubuhnya tak kehujanan di tangan kirinya terdapat buket bunga yang ia pegang.

Seseorang itu hanya melihat Diva tanpa ingin menemui cewek itu, pandangan yang datar tanpa ekspresi. Semakin ia melihat Diva semakin mengerat ia memegang buket bunga itu.

Alderald, cowok itu baru saja ingin menemui Ansel, ia sudah lama tak melihat tempat peristirahatan terakhir sahabatnya. Tetapi saat sampai di pemakaman, ia melihat Diva tengah menangis di Makam Ansel.

Sudah hampir sejam ia melihat Diva di makam Ansel rasa kesal ingin mengusir cewek itu tertahan saat melihat tubuh Diva menyentuh tanah dengan mata memejam, cewek itu pingsan di samping makam Ansel.

Al tersenyum miring melihatnya terlebih saat melihat tubuh cewek itu menggigil kedinginan. Tangannya membuang buket bunga itu kesembarang arah sepertinya ia tak jadi untuk mengunjungi Ansel. Tubuh cowok membalik dan berjalan meninggalkan Diva di makam dengan keadaan pingsan kedinginan.

***

ADIVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang