05-Bingung

23 23 1
                                    

"Entah lah, aku tidak tahu harus berbuat apa?"
                                   _Vanya Ameziana_

                             * * * *

Hari ini Vanya datang terlambat, dan hampir saja Vanya tidak dapat masuk kesekolah.

Untung saja ia berlari dan menerobos kemacetan dekat sekolah nya, hari ini Vanya melihat banyak sekali siswa dan siswi yang terlambat. Vanya sempat syok melihat banyak sekali siswa dan siswi yg hampir terlambat. Pantas saja setiap jam istirahat terlihat banyak siswa dan siswi yang berkumpul di lapangan dan terlihat sekali bahwa mereka sedang di hukum.

Setelah berhasil memasuki sekolah sebelum gerbang di tutup oleh ketua OSIS, Vanya langsung melangkah menuju kelas nya karena bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

Di depan ruang guru, terdapat seseorang pemuda yang kemaren bertemu dengan Vanya. Apakah kalian masih mengingat nya? Ya, dia adalah Kaffan.

Vanya yang melihat itu hanya menunduk dan merencanakan akan melewati nya begitu saja tanpa sapaan atau permisi.

Tapi ternyata Kaffan malah memanggil Vanya, dan membuat Vanya berhenti melangkah dan menatap si pemanggil.

"I-iya, kak?" Vanya berjalan menuju Kaffan yang sedang duduk di kursi depan ruang guru.

"Saya dari tadi mencari kamu. Kata teman sekelas kamu, kamu tidak ada, dan ternyata kamu terlambat," Kaffan tertawa kecil membuat Vanya merasa tidak enakan.

"Maaf, kak. Tadi ada sedikit kendala, jadi saya terlambat," penjelasan Vanya.

"Iya, tidak apa-apa."

Tidak ada yang berbicara setelah itu, membuat Vanya canggung.

"Ada apa kakak nyariin saya?"

"Tentang olimpiade yang akan kamu ikuti."

"Bukan nya udah selesai tentang olimpiade?" Vanya sedikit curiga terhadap lelaki di depan nya ini.

"Vanya, Vanya. Kamu kira pertemuan kemaren sudah selesai? Masih banyak yang harus kita urus kedepan nya," Kaffan kembali terkekeh.

Vanya menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. "Oh, gitu kak," Vanya ikut terkekeh.

"Abis pulang sekolah langsung ke sini ya," Kaffan mengelap kacamata nya.

"Saya harus tunggu di sini?"

"Iya, mungkin saya ga langsung keluar karena ada dukumen-dokumen yang harus saya cek kembali, dan sedikit belajar untuk minggu depan," jelas Kaffan.

Vanya mengernyit bingung. "Bukan nya kakak udah lulus sekolah?"

"Iya, emang udah lulus sekolah. Tapi belum lulus kuliah," Kaffan tersenyum memandang Vanya yang dari tadi bingung.

"Oh... Kirain," Vanya menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.

                              * * * *

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi, siswa dan siswi terlihat mau pulang ke rumah masing-masing. Ada yang sibuk ngeluarin kendaraan dari gempetan kendaraan lain, ada yang pulang jalan kaki, ada juga yang pulang bersama sahabat, dan kadang ada siswa dan siswi yang sedang pacaran.

Vanya hanya melihat mereka berlalu-lalang, jika melihat dari ketinggian 30 meter, akan terlihat seperti semut yang mencari makanan.

Vanya duduk sendiri, tanpa ada seseorang yang duduk di sebelah nya, bahkan tidak ada yang mengajak nya berbicara.

Vanya sedikit melamun, ya... Beginilah, kebisan Vanya. Melamun di saat ia sendiri atau sedang sedih, sampai tidak menyadari ada seseorang yang memanggil nya beberapa kali.

"Van."

"Van."

"VANYA!"

"VANYA AMEZIANA?" Suara itu sedikit meninggi.

Akhir nya Vanya sadar, dan langsung menoleh ke arah orang yang memanggil nya dari tadi.

"Kamu kenapa Vanya, sakit? Kok kelihatan nya kamu  melamun?" ucap Kaffan.

"Enggak kok, saya cuma kefikiran soal masalah----" ucapan Vanya berhenti, membuat Kaffan bingung.

"Kalo kamu punya masalah, cerita aja ke saya."

"Enggak apa-apa kok kak."

Kesunyian pun terjadi.

"Saya sudah menyiap kan baju buat kamu, baru aja saya beli. Pake aja buat kamu, kerena pertemuan hari ini bukan di ruangan saya tapi di cafe," kaffan memberikan tas berisi baju kepada Vanya.

Vanya hanya menatap tas itu tanpa berminat untuk mengambil nya.

Kaffan yang melihat Vanya tidak mengambil tas berisi pakaian mulai faham. "Ambil aja, jangan ragu. Isi nya juga cuma baju," Kaffan menyodor kan tas itu.

Karena merasa tidak enak, Vanya mengambil tas itu dengan ragu. "Ga apa-apa, saya pake baju nya?"

"Saya ga masalah, lagian itu baju emang buat kamu."

"Oh, makasih," Vanya tersenyum kepada Kaffan.

                            * * * *

"Nih! Tanda tangan di situ," Kaffan menunjukan arah kepada Vanya untuk mengisi Folmulir.

Vanya dari tadi sibuk mengisi Folmulir yang di berikan Kaffan, itu juga untuk pendaftaran Vanya memasuki lomba olimpiade.

Kaffan hanya menunjukan arah untuk mengisi folmulir, tidak sampai lama Vanya pun sudah selesai mengisi.

"Udah kak," Vanya kembali menegakkan tubuh nya, dan meraih kertas folmulir yang berada di atas meja.

"Bener? Coba liat-liat lagi, takut belum ada yang kamu isi," Vanya hanya menganguk.

Vanya kembali memeriksa kertas folmulir, takut ada yang belum di isi---kata Kaffan.

Setelah yakin bahwa folmulir itu sudah lengkap, Vanya memberikan kepada Kaffan yang duduk tepat di depan nya.

Kaffan menaruh kertas itu di tas nya, dan langsung fokus menatap Vanya.

"Kamu punya masalah? Saya ga keberatan jadi teman curhat kamu," Kaffan tahu bahwa Vanya mempunyai masalah yang tak kunjung selesai, bukti nya ia selalu saja melamun.

Mungkin Banyak juga yang suka ngelamun, tapi ngelamun nya karena cinta. YAAH KAN? Hahahaha.

HAYOH NGAKUUU!

Kembali lagi kecerita!

Helaan nafas Vanya terdengar oleh Kaffan, membuat Kaffan mengerti.

"Kalau kamu punya masalah, cerita ke saya ya?"

Vanya terdiam.

"Saya ngerti, kok."

Keheningan pun terjadi.

"Saya masih belum bisa percaya sama manusia, bahkan saya masih ragu buat berteman dengan kakak." Vanya menghela nafas panjang. "Manusia membuat saya trauma, bahkan manusia membuat saya tersakiti."

Kaffan hanya terdiam mendengar perkataan Vanya tadi.

"Saya akan berusaha membuat kamu percaya bahwa manusia ga semua nya seperti yang kamu pikir kan," Kaffan meyakin kan Vanya.

Vanya hanya tersenyum tipis. Aku tunggu waktu itu, kak.

                              * * * *

Vote, komen, dan follow akun unda ya...

Byeee.

See you.

Aku sayang kalian ( ̄3 ̄)

Instagram :

@Putpy_utiaw
@wp.aygvth
                                            

                             

COLORFUL LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang