BAB 4

103 16 0
                                    


Seorang gadis cantik dengan memakai pakaian tidur berwarna biru laut sedang berdiri di dekat jendela memperhatikan hujan yang turun membasahi seluruh kota Jakarta. Alya Anastasya yang sudah hampir 15 menit yang lalu berdiri di dekat jendela untuk memperhatikan hujan yang turun.

Hujan yang turun seakan membawa pergi semua lukanya di bawa pergi bersama tiap tetes air hujan yang jatuh. Bila orang lain menganggap hujan sebagai pembawa penyakit tapi bagi Alya hujan adalah pengobat dari rasa sakitnya.

Dengan secangkir kopi hitam yang menghangatkan tubuh nya Alya menikmati setiap tetes air hujan yang turun yang benar-benar memberikan ketenangan di hatinya yang selalu gundah.

Tiba-tiba saja suara ketukan terdengar dari arah pintu kamar tidurnya, yang berhasil membuat Alya sadar dari lamunannya dan beralih pandangan menatap kearah pintu masuk kamarnya.

Mendengar suara ketukan pintu kamar tidurnya Alya berjalan mengarah ke arah pintu kamar berniat membuka pintu. Walaupun Alya tau betul siapa yang datang ke kamarnya yaitu bik Santi ART di rumah nya yang selalu datang membawakan cemilan untuk dirinya.

Senyum di bibir Alya merekah saat melihat bik Santi berdiri dengan tangan nya membawa sepiring biskuit kesukaannya. Buk Santi membalas senyuman manis dari Alya.

" Non Alya, ini cemilan nya dimakan nya biar semangat belajarnya". Dengan tangan nya yang menyodorkan sepiring penuh berisi biskuit.

" Bik Ayah sudah pulang". Tanya Alya yang penasaran dengan keberadaan dari ayahnya.

" Tuan belum pulang non, kayaknya tuan tidur di kantor lagi deh non". Jawab bik Santi dengan jujur.

" Kalo Elina sudah pulang"

" Non Elina belum pulang non ". Jawab bik Santi. " Non bibik heran kenapa non Elina Sangat berbeda dengan non Alya ".tanya bik Santi yang selalu heran dengan tingkah laku dari kedua putri majikannya yang sangat berbeda.

" Bagus kalau kita berbeda, karena dia dapat menikmati hidupnya tidak seperti aku kan bik"

Mendengar jawaban dari Alya membuat bik Santi merasa bahwa dia melakukan kesalahan dengan bertanya hal itu.

" Maaf non". Ucap bik Santi dengan rasa bersalah

"Kenapa minta maaf , bibik kan gak salah kok minta maaf".

" Bibik merasa bersalah bertanya tentang hal itu". Dengan rasa bersalah yang terlihat jelas dari mukanya.

" Gak papa bik, jadi mulai sekarang bibik bahasa tentang hal itu lagi dan jangan pernah memarahi Elina bik karena aku gak suka lihat Elina bersedih".

"Aku dan Elina sama-sama menderita, tetapi kita punya caranya masing-masing untuk menutupinya".

🖤🖤🖤🖤🖤

Setelah kepergian bik Santi Alya tidak belajar, tetapi menangis dengan terkelungkup di atas kasur.

Alya menangis untuk mengeluarkan rasa sesak di dadanya yang sudah tidak dapat di bendungan lagi.

Derasnya hujan menyamarkan suara tangisnya, dinding-dinding senyembunyika lukanya. Kamar tidurnya adalah tempat ternyaman dan tempat paling tepat untuk menghamburkan penderita nya.

Alya adalah anak pertama dari pengusaha yang cukup sukses di Jakarta. Gery Maheswari dan ibu intan Puspita adalah orang tua kandung dari Alya. Ibu Alya meninggal dunia  5 tahun lalu karena kecelakaan mobil bersama dengan ayahnya.

Sejak istri nya meninggal sikap Gery berubah menjadi kasar dan tidak lagi perhatian kepada kedua putri nya. Sejak saat itu Alya lah yang selalu ada untuk Elina,agar Elina tidak merasa kesepian dan kekurangan kasih sayang.

Walaupun Alya tahu kalo Elina sama saja dengan dirinya yang selalu merindukan ayahnya yang dulu,Yang selalu sayang kepada mereka dan menjadikan mereka seperti Puteri kesayangannya.

Ayahnya yang sekarang jarang sekali berbicara dengan mereka bahkan hanya sekedar bertanya kabar tentang mereka, kadang kali ia malah bertindak kasar kepada mereka tanpa ada sebab yang jelas.

Berbeda dengan Elina yang memang tidak pernah lagi berbicara dengan ayah mereka, Alya cukup sering berbicara tetapi hanya membahas soal perkejaan karena ayahnya tidak akan berbicara kalo bukan soal pekerjaan.

Ayah Alya memang selalu menginginkan dirinya menjadi penerus dari perusahaan miliknya. Itu salah satu alasan mengapa Alya sangat rajin belajar karena dia tidak ingin ayahnya menjadi kecewa dengan dirinya.

Walaupun Alya tidak begitu tertarik untuk meneruskan bisnis keluarganya karena selama ini dia mempunyai sebuah cita-cita yang selalu dia sembunyikan untuk dirinya sendiri.

🖤🖤🖤🖤🖤🖤

" Bik ayah gak pulang lagi". Tanya Elina dengan keduanya tangannya sibuk mengambil makanan di atas meja untuk di bawa ke piring nya.

" Iya non tuan gak pulang semalam". Jawab bik Santi.

Elina menghembuskan nafasnya dengan kasar. " Aku rasa ayah gak sayang lagi sama aku". Dengan wajah nya yang terlihat kecewa.

" Kan ada kakak yang selalu sayang sama Elina". Dengan senyum yang tergulung di bibirnya.

Elina menjawab senyuman dari kakaknya dengan senyuman manis di bibirnya." Apaan sih kak aku kan bukan anak kecil lagi".

"Lagian umur kita hanya terpaut satu tahun, gak jauh-jauh amat".

" Iya kakak tahu kamu bukan anak kecil tapi kita kan saudara jadi harus menguatkan satu sama lainnya".

" Iya, kakak ku memang kakak terbaik di dunia ini gak ada tandingannya". Ucapannya dengan tangan nya yang langsung memeluk tubuh kakaknya.

" Maaf ya kak aku selama ini hanya bisa nyusahin Kakak dan gak pernah nurut sama ucapan Kakak, tapi sebenarnya aku sangat sayang sama kakak". Tutur  dengan air mata mengalir dari pipinya.

" Aku tahu dek , Kaka juga sayang banget sama kamu". Jawabannya sambil tersenyum dan mencubit bibi tembem adiknya karena saking gemesnya." Masak iya? Elina..cewek terkeren di sekolah menangis, Cemen banget sih". Ucapannya dengan nada seakan mengejek adiknya yang matanya sudah memerah karena air matanya.

" Aku gak nangis cuma kelilipan", ucapnya dengan membersihkan air mata yang masih tersisa di matanya.

" Iya ,iya... Sayangku aku percaya kok sama ucapan mu", ucapnya untuk mengiyakan ucapan adik kesayangannya itu.

" Omong-omong kak dekat ya sama kak Gibran", tanya Elina untuk memastikan tentang kabar yang sedang beredar di sekolah mereka.

"

Udah jam 6 nanti kita terlambat lagi", ucapnya untuk mengalihkan pembicaraan mereka tadi.

Alya langsung melangkah kakinya untuk pergi dari meja makan dengan menenteng tas berwarna hitam miliknya.

" Apa sih susahnya bilang iya atau tidak ?",tutur saat melihat Alya melangkah pergi meninggalkan meja makan mereka.

" Gibran azlir arendra, nama itu terdengar tidak asing di telinga gue kayak pernah dengar tapi dimana ya", monolog nya.

" Goblok kan satu sekolah pasti di sekolah lah", ucapnya dengan memukul kepalanya sendiri.

Suara mobil terdengar dari luar rumah mereka, sontak hal itu membuat Elina berlari terbirit-birit karena takut di tinggal oleh kakaknya, mana saat ini  montor kesayangannya sedang berada di bengkel.














GIBRAN AZRIL ARENDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang