BAB 11

93 11 0
                                        


Langkah kaki berhenti dan senyum indahnya lenyap saat melihat sosok yang paling dia takuti, suasana seketika menjadi mencekam karena tatapan yang mengarah kepadanya.

Saat memasuki rumah, Alya melihat ayahnya duduk di sofa yang ada di ruang tamu dengan tatapan mengarah ke arah nya.

Dengan langkah yang gemetar dan kepala yang menunduk Alya mencoba pergi menghindari ayahnya untuk pergi ke kamar.

" Dari mana saja kamu ", dengan tatapan seakan-akan akan membunuhnya saat itu juga," kamu bisu kah.. sampai tidak bisa menjawab", ucapnya dengan suara yang keras.

" Aku....aku pergi dengan temanku", ucapnya membelah diri.

" Kamu bikin saya malu..,meninggalkan pesta ulang tahun sendiri", dengan wajah yang sangat marah, " Kamu harus di beri pelajaran karena berani bikin saya malu".

" Siniin tangan kamu", dengan tangan menarik pergelangan tangan Alya.

" Jangan yah sakit ", lirihnya berusaha menghindari ayahnya dengan menyembunyikan tangan nya ke belakang tubuhnya.

" Sini..."

Dengan rasa takut Alya menjulurkan tangannya untuk mendapatkan hukuman dari ayah yang sangat dia rindukan kehadirannya.

" ....aaakh", teriaknya dengan miris saat sabuk milik ayah itu menggoreng pergelangan tangannya dan meninggalkan bekas merah dengan sedikit bercak darah di kulit putihnya.

Alya hanya diam menerima setiap cambukan yang ayahnya berikan. Air matanya terus menerus menetes membasahi pipinya.

Setelah lebih sepuluh kali cambukan, akhirnya cambukan itu berhenti juga. ayahnya pergi meninggalkan Alya yang masih terdiam menetralkan rasa sakit yang menjulur ke seluruh tubuhnya. Walaupun cambukan itu di tangan nya namun rasa sakitnya lebih terasa di hatinya.

Dengan tangan yang gemetar Alya meraih boneka yunikon yang tergeletak di lantai rumahnya.
Saat melihat ayahnya tadi Alya memang tanpa sengaja menjatuhkan boneka yunikon itu ke lantai.

Alya melangkah kaki pergi menaiki tangga menuju ke kamarnya dengan air mata yang masih mengalir membasahi wajahnya.

✨✨✨✨✨

Alya yang sudah tertidur terganggu dengan pelukan hangat seseorang. Elina tiba-tiba saja muncul dan memeluk kakaknya di kasur.

" Sakit..ya" ucapnya memastikan

" Kalo sakit nangis saja jangan di tahan, karena kamu gak perlu sekuat itu".

Seketika itu juga tangisan Alya pecah dia menangis sambil memeluk pinggang adiknya.

" Maaf.., karena aku tidak pernah ada saat Kaka butuhkan", ucap Elina dengan air mata yang juga menetes turun dari matanya.

" Kenapa ayah gak pernah sayang padaku", ucapnya dengan suara yang benar -benar mengirim hati.

" Kak udah aku bilang, tidak usah mengharapkan kasih sayang dari orang seperti dia".

" Tapi aku rindu ayah yang dulu dek".

" Ayah yang dulu sudah mati bagiku kak", ucap Elina dengan penuh kebencian," di sekitar kita saat ini adalah orang asing yang sangat kasar dan tidak punya hati nurani".

" Tapi dia ayah kita, ucapnya dengan dengan air mata yang terus mengalir.

" Ayah kita sudah mati kak", ucap Elina terus-menerus sambil menepuk punggung kak kesayangan nya hingga keduanya terlelap masuk ke kedalam mimpi masing-masing.

✨✨✨✨✨

Di sisi lain Gibran tidak bisa tidur membayangkan kebersamaan nya dengan Alya. Senyum terus menerus terukir di wajah tampannya sambil memikirkan alya.

Suara pintu terbuka berhasil mengalihkan perhatian Gibran,"anak ibu sedang mikirin apa sampai senyum-senyum sendiri".

" Mikirin Alya", ucap Gibran dengan lantang tanpa rasa malu.

" Alya anaknya almarhum Tante intan", tanya memastikan.

" Iya.., Alya yang mana lagi".

" Ya aku kira Alya yang lain".

" Ibu tahu sendiri kan kalo aku hanya suka sama Alya dari dulu".

Ya, benar Gibran sudah lama mengenal Alya. Meraka dulu saat SD memang sering bertemu karena Alya adalah anak dari Tante intan sahabat dari mamanya. Mereka satu SD sampai naik kelas 5 SD saat itu Gibran harus pindah ke Surabaya karena pekerjaan ayah sehingga harus meninggalkan Alya sendirian, tapi dia berjanji akan kembali secepat mungkin.

Hingga tak terasa waktu terus berjalan Gibran baru bisa pindah ke Jakarta saat masuk SMA. Saat pindah Gibran di kejutkan dengan kabar kematian Tante intan, keluarga Gibran memang tidak mendapatkan kabar tersebut kerena mereka hilang kontak dengan keluarga Tante intan beberapa tahun lalu.

Gibran langsung mencari tahu keberadaan Alya dan mencari tahu Alya akan sekolah di mana karena tentu saja dia tidak mau berpisah lagi dengan nya.

Saat pertama kali masuk sekolah Gibran sempat kaget dengan perubahan Alya gadis cantik yang selalu ceria kini berubah jadi gadis pendiam dan saat tertutup.

Gibran memutuskan untuk tidak langsung mendekati nya karena dia takut Alya tak mengenalnya dan Mala menghindarinya. Itu sebabnya selama satu tahun pertama Gibran sibuk mencari informasi tentang Alya dan penyebab utama mengapa dia bisa berubah secara dramatis.

Dia sampai membuat geng motor scorpio untuk dapat mengawasi nya. Ya anggota scorpio ada yang di tugaskan untuk menjaga dan mengawasi Alya. Karena Gibran tidak mau Alya terluka biar sedikit pun.

" Kamu masih ingat janji mu sama Tante intan" .

" Masih lah, janji itu yang bikin aku tidak akan pernah melepaskan Alya sampai kapanpun ".

" Kamu benar -benar mencintai Alya kan nak", dengan mengarah tatapan mata Gibran kearahnya untuk memastikan apakah ada kebohongan di matanya.

" Iya.., aku mencintai Alya dan hanya Alya sampai kapanpun", ucapnya dengan wajah yang serius tanpa ada sedikitpun kebohongan terpancar dari matanya.

" Aku harap yang kamu katakan itu bukan kebohongan nak, karena ibu tidak mau melihat Alya makin terluka".

" Gibran janji akan menepati janji Gibran pada Tante intan " gumangnya dalam hati

.














GIBRAN AZRIL ARENDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang