BAB 10

109 15 0
                                    

Mobil hitam mewah milik Gibran kini telah berhenti di sebuah taman bermain setelah hampir 15 menit lamanya Gibran berkendara.

Ya tempat yang ingin Alya datangin saat ini dalam taman bermain, dimana dulu ia dan keluarganya sering sekali pergi untuk bermain di taman bermain tersebut.

Senyum mereka di bibir Alya karena sangat gembira di datang ke sini setelah sekian lamanya.

Sejak ibunya meninggal Alya saat jarang sekali keluar rumah dan hanya menghabiskan hari-hari di rumah jadi maklum saja kalau dia tidak pernah lagi datang bermain ke sini.

Begitu datang mata Alya langsung mengarah apa tempat bermain lempar kaleng yang ada di situ.

" Gib, ayok ke situ". Kata Alya dengan kali melangkah ke arah sana dan satu tangannya menggandeng tangan Gibran.

Gibran sama sekali tidak mendengarkan perkataan dari Alya dan hanya fokus pada tangannya yang di tarik pada Alya. Rasanya saat di Gibran benar-benar akan terbang saat itu juga.

" Pak aku mau main". Kata Alya begitu sampai ke tempat bermain lempar kaleng.

Pak tersebut memberikan Alya lima bola untuk di lepar kearah kalender yang telah di susun di depan.

Pada saat Alya mengambil bola untuk di lepar tangan dari Gibran menghentikan langkahnya.

" Gak usah biar aku saja". Kata Gibran dengan wajah yang penuh keyakinan.

" Aku pintar bermain basket, masalah melempar-melempar aku jagoan".

Gibran melempar bola ke arah kaleng yang dia incar dengan penuh tenaga. Namun hingga lempar bola yang keempat Gibran masih belum bisa menjatuhkan satu kaleng pun.

Saat bola terakhir hendak di lemparkan tangan Gibran berhenti karena di halangi oleh tangan milik Alya.

" Udah, biar aku saja yang lempar". Kata Alya seraya merebut bola dari tangan Gibran.

Dengan sekali lempar Keleng Yang tersusun tersebut langsung jatuh dan berhamburan.

Gibran hanya bisa terbelangak melihat Alya berhasil merobohkan tumpukan kaleng tersebut.

Orang-orang yang ada di sekitarnya kompak bersorak bahagia karena keberhasilan Alya lakukan.tangan Alya langsung memeluk pinggang Gibran saking gembiranya.

Keadaan tersebut tiba-tiba saja suasana menjadi canggung tubuh mereka begitu dekat hingga bisa mendengar detak jantung satu sama lainnya.

" Maaf " dengan keadaan tubuh Alya mulai menjauhkan tubuhnya dari tubuhnya Gibran" gue gak sengaja".

" Sengaja juga gak papa aku ikhlas" balasnya dengan satu alisnya terangkat.

" Padahal gue mau lamaan tadi pelukannya".

" Neng mau boneka yang mana" tanya penjaga toko tersebut.

" Gue mau......"

" Boneka yunikon itu ". Tunjuk nya dengan wajah yang bahagia.

✨✨✨✨

Sejak berapa menit yang lalu Alya berdiri memperhatikan seluruh wahana yang ada. Senyum mengembang di bibirnya saat memperhatikan bianglala yang sangat tinggi di taman bermain tersebut.

" Gue mau naik itu". Ujar nya

Saat Gibran memperhatikan kemana arah jari telunjuk Alya, seketika Gibran langsung menelan ludah.
" Lo mau naik itu"tanyanya untuk memastikan.

" Iya gue mau naik bianglala"

Seketika wajah Gibran langsung pucat dengan keringat membasahi wajah nya.

" Gue kan takut ketinggian" gumangnya dalam hati." Mana tinggi banget".

Alya yang melihat perubahan wajah dari Gibran langsung tau kalo Gibran takut ketinggian.

" Gib kamu takut , ya" tanyanya

" Apa, seorang Gibran takut ketinggian mana mungkin" ucapnya dengan penuh rasa percaya diri.

" Kalo kamu takut kita gak usah naik". Dengan kaki melangkah pergi.

Tiba-tiba saja tangan Alya di tarik kearah bianglala tersebut." Sudah , gue bilang gue gak takut".

" Tapi..."

Belum sempat Alya berbicara Gibran langsung memotong ucapannya." Kalo kamu mau naik maka kita akan naik".

" Kamu pikir aku cowok lemah yang takut sama ketinggian"

" Gue, gak pernah takut sama apapun itu apa lagi ketinggian.... Kecil"

✨✨✨✨

Tangan Gibran menggenggam erat tangan Alya. Padahal baru satu kali putaran Gibran sudah gak kuat dan ingin menangis.

" Udah gue bilang kalo takut gak usah naik" ucapnya dengan wajah yang jengkel karena dia tidak bisa menikmati keindahan dari atas kerena harus menenangkan Gibran yang sangat takut.

Wajah Gibran sekarang benar -benar pucat dengan keringat yang membasahi seluruh wajah nya." Al kepala aku pusing".

" Kalo pusing senderan aja di pundak ku". Ucapannya dengan penuh keyakinan.

" Serius nih boleh"

Alya sudah tidak tega dengan keadaan Gibran saat ini hatinya benar -benar terenyuh melihat nya. Sehingga tanpa pikir panjang dia meminta Gibran untuk bersandar di pundaknya.

Sebenarnya Alya sudah mulai memendam rasa sejak Gibran meminjamkan jaketnya hanya saja dia tidak yakin sama perasaan nya sendiri.

Tidak membuang kesempatan tentu saja Gibran langsung menyenderkan kepalanya pada pundak Alya. " Andai saja hal ini bisa bertahan selamanya aku pasti sangat bahagia". Pikirnya tanya sengaja dia mengeluarkan ketawa kecil yang nyaris tak terdengar.

Mamun Alya ternyata sadar dengan tingkah Gibran." Gib kamu kenapa, kok ketawa -ketawa sendiri kayak orang gila".

" Kamu tuh orang ganteng kayak pangeran gini masak di samain sama orang gila". Dengan mata yang terpejam menikmati kenyamanan di pundak Alya.

" Al tangan kamu kenapa banyak bekas lukanya". Tanya Gibran saat sadar ternyata di pergelangan tangan Alya banyak sekali luka yang sudah mulai memudar

" Itu..itu.. bekas jatuh" . Jawabannya dengan terbantah batah.

" Tapi kenapa lukanya banyak sekali".

" Aku memang ceroboh jadi memang sering jatuh". Dengan wajah memalingkan kearah lain untuk menghindari tatapan mata dari Gibran.

Sebenarnya Gibran curiga dengan jawaban Alya, karena lukanya lebih seperti luka pukulan benda tumpul dan ada beberapa seperti sayatan benda tajam. Tapi Gibran tidak mau bertanya lebih dalam karena dia tahu Alya tidak mau jujur dan dapat membuat alya kembali risih kepada dirinya.

Bisa sedekah ini sama Alya aja sudah menjadi mimpi yang selama ini dia angan- angan kan.

Gibran menutup mata dan terus menerus mengembangka senyuman dari bibirnya.

.

GIBRAN AZRIL ARENDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang