9

18 7 0
                                    

Suasana cafe terlihat sangat sepi, suara alunan merdu terdengar membuat suasana semakin galau, Affan yang duduk di ujung hanya diam menatap kosong minuman di mejanya, perasaan gelisah menghantui hatinya, namun Affan bingung dengan dirinya sendiri.

"Woy melamun aja pak kesambet baru tau rasa".

Affan langsung menoleh kaget, menatap kedua sahabatnya jengah sendiri.

"Berisik"

"Kenapa ? Ada masalah?", tanya Dewa melihat wajah kusut Affan.

"Ada hal yang ingin gue sampaikan pada kalian", ujar Affan akhirnya, Chiko dan Dewa saling pandang menatap Affan dengan tatapan serius.

"Gue belum pernah cerita pada kalian ya, kalau Ara pernah ngungkapin perasaannya pada gue tepat saat ujian terakhir kita", ucap Affan.

Chiko dan Dewa melongo, terlihat mata keduanya membola, mulut sedikit terbuka.

"Hah"

"Serius"

Ucap keduanya kompak, Affan menganggukan kepala.

"Itu yang buat lo galau ha?", tanya Chiko akhirnya.

"Gue ngak galau, cuman tadi ngak sengaja langsung ingat saja", ujar Affan.

"Hm sebenarnya ada hal yang gue sembunyikan dari kalian dari masa remaja", ucap Chiko menghela nafas menoleh ke arah samping jendela.

Dewa dan Affan langsung menoleh, penasaran ke arah Chiko.

"Dulu waktu SMA diam-diam gue dekat dengan Ara", ceritanya.

"HAH", kini Affan dan Dewa yang terlihat kaget.

"Diam dulu anjir, jangan potong cerita gue, kalian diam mendengarkan saja", peringat Chiko setelah melihat Affan ingin protes ke arahnya.

"Kalian ingat waktu kelas 1 semester dua, saat Ara tiba-tiba lari ketakutan hanya karena banyak yang mengucapkan selamat untuknya karena nilai yang begitu memuaskan di semester satu, di situ awal mulanya gue dekat dengan Ara, gue ngak sengaja melihat Ara menangis ketakutan di taman belakang"

"Gue mendekat menenangkan, awalnya dia sangat ketakutan, namun akhirnya gue berhasil membuat Ara tenang, di situ awal akhirnya gue dan Ara dekat, di pertengahan semester dua, Ara cerita jika dia menyukai teman kelasnya, awalnya gue mengejek kalau dia baper karena gue namun, gue bisa melihat tatapan bedanya ke arah lo"

"Jujur gue ngak ada rasa sama Ara, perasaan gue benar-benar karena menganggap Ara teman kelas, namun nas satu kejadian membuat semuanya terbongkar, kejadian yang membuat gue dan Ara saling menjauh", cerita Chiko dengan tatapan menyendu.

"Kejadian apa?", tanya Dewa penasaran, sedangkan Affan hanya diam dadanya terasa di remas sekarang mendengar pengakuan Chiko sahabatnya.

"Gue dan Ara akhirnya tau jika ayah sambung gue adalah ayah kandung Ara", jelas Chiko.

"HAH"

Untuk kesekian kalinya Affan dan Dewa kaget dengan kenyataan.

"Karena kenyataan itu, gue terpaksa menjauh dari Ara, begitupun dengan Ara yang menjauh karena rasa sakit Ara kepada ayahnya membuat semuanya kacau, gue juga tidak berani menampakan wajah di hadapan Ara, gue merasa bersalah, walaupun Ara pernah bilang itu semua bukan kesalahan gue, hanya saja Ara perlu waktu untuk menerima kenyataan tentang ayahnya".

"Satu kenyataan yang gue tahu, Ara dan ibunya selalu di perlakukan kasar oleh ayahnya selama mereka masih bersama, sampai kejadian terakhir yang membuat mama Ara lumpuh seumur hidup, dan Ara trauma, karena itu Ara selalu ketakutan berlebihan, jujur gue semakin merasa bersalah, karena rasa bersalah gue mencari tahu apa penyebab ayah sambung gue melakukan hal itu pada Ara dan ibunya sedangkan pada gue dan mama sangat baik"

"Ternyata ayah sambung gue salah paham pada ibunya Ara, ayah kira Ara bukan anaknya, menurut ayah, ibunya Ara sudah tidak perawan saat menikahinya, jadi ayah berfikir Ara bukan anak kandungnya apa lagi ibunya Ara langsung mengandung saat itu membuat fikiran ayah semakin curiga, namun nyatanya Ara memang anak kandung ayah, hanya saja ibunya Ara sebelum menikah memang sudah tidak perawan bukan karena pernah berhubungan sebelum menikah tapi karena ibunya Ara pernah kecelakaan yang membuat kemaluannya robek"

Affan dan Dewa diam mendengar cerita Chiko, keduanya terlihat sangat kaget, Chiko terlihat menghela nafas berkali-kali "itu kenapa saat pertama kali melihat Ara setelah sekian lamanya, ada rasa lega dan rasa sesak secara bersamaan, gue lega akhirnya Ara kini bisa berbaur, namun gue juga merasa sesak, karena melihat Ara tumbuh dengan perlakuan tidak baik oleh ayah", lanjut Chiko.

"Jadi gue minta sama lo Fan, jaga Ara untuk gue, walau bagaimana pun Ara saudara tiri gue", mohon Chiko ke arah Affan.

Affan hanya diam menganggukan kepala.

Keesokan paginya suasana kantor terlihat lenggang, tidak sesibuk biasanya, Ara, Sisil, Randy bahkan Gilang dan Bagas kini duduk di sofa belakang, berbincang karena pekerjaan mereka sudah selesai.

"Tumben banget kerjaan cuma sedikit, biasanya banyaknya minta ampun", keluh Sisil.

"Udahlah syukuri aja napa", ujar Randy.

"Kita santai begini malah terasa aneh tau", celetuk Bagas.

"Iya juga ya, jadi bingung mau ngapain", ucap Gilang menyetujui.

"Ehem"

"Astaga pak Affan", kaget mereka melihat Affan yang berdiri menatap mereka satu persatu

"Ada yang ingin saya sampaikan pada kalian, proyek yang ada di palembang kita harus turun tangan ke sana, jadi saya minta tolong buat surat pengizinan orang tua kalian, kita berangkat lusa", jelas Affan.

Mereka berlima saling pandang menganggukan kepala mengerti.

"Di sana berapa lama pak ?", tanya Sisil.

"7 bulan".

"Apa yang perlu kita siapakan pak?", tanya Bagas.

"Kalian tidak perlu menyiapkan apa-apa selain keperkuan pribadi saja, soal keperluan kerjaan semuanya sudah di siapkan di sana", jelas Affan.

"Ada lagi yang ingin di tanyakan?", tanya Affan.

"Oh iya tempat tinggal di sana bagaimana?", tanya Gilang

"Oh iya hampir lupa, untung kamu bertanya Gilang", ucap Affan ikut duduk di samping Ara.

"Gini kita akan menyewa satu rumah di sana jadi kita semua tinggal serumah, Sisil dan Ara tidak keberatan soal ini kan?", tanya Affan melirik Ara dan Sisil terlihat keduanya saling pandang.

"Ngak masalah pak", ucap Sisil.

"Baik karena kalian berdua tidak keberatan jadi disana kita tinggal bersama, kita akan menyewa tukang masak, bersih-bersih, agar Ara dan Sisil tidak perlu sibuk sepulang dari lapangan, oh iya ada dua orang yang akan bergabung dengan kita bantuan dari perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan pak Baskoro".

"Baik pak", ucap merema berlima kompak.

"Baik karena kerjaan sudah selesai kalian bisa pulang, besok tidak perlu datang ke kantor kalian fokus menyiapkan keperluan pribadi kalian, juga mental dan kesehatan kalian, karena kita akan turun kelapangan seperti yang sering Gilang dan Bagas lakukan, paham!!".

"Paham pak", ucap kelimanya lagi bersamaan.

Affan keluar dari ruangan, mengeluarkan ponsel membuka aplikasi wattsap mengirim pesan pada salah satu grup chat.

Ordinary Love Story (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang