Hari minggu tiba, semuanya hanya bersantai di rumah, mengistrahatkan fikiran dan tubuh walaupun hanya sehari, itu patut di syukuri, Ara dan Sisil keluar dari kamar terlihat keduanya baru selesai mandi.
"Yang bisa kepasar siapa ? Bahan makanan habis, ibu Rini lagi mencuci ngak bisa ke pasar", ucap Bagas dari arah dapur.
"Biar aku sama Sisil aja", ujar Ara, Sisil langsung menganggukan kepala.
"Minta uang sama bos, jangan lupa beli kue", celetuk Randy
Ara melangkah mendekat ke arah kamar Affan dan Chiko sedangkan Sisil kembali ke kamar mengambil tasnya dan juga tas Ara.
Tok tok tok
"Kenapa?", tanya Chiko yang membuka pintu tidak lupa dengan senyuman manis menghiasi wajahnya.
"Mau minta uang", ucap Ara menikmati usapan lembut dari Chiko di atas kepalanya.
Chiko mengeluarkan dompet dari kantong celananya membuat Ara menautkan alis bingung "bang, aku mau minta ke pak Affan bukan sama abang", ucap Ara melihat Chiko menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu.
"Untuk apa kamu minta sama Affan dek, ini ambil uang abang, beli keperluan kamu", ucap Chiko menyerahkan uang di tanganya, Ara merasa terbang mendengar Chiko memanggilnya adek, gini rasanya punya abang, fikir Ara.
"Ih bukan beli keperluan Ara bang, mau beli bahan makanan" ucap Ara, Chiko mengangguk mengerti.
"Yaudah nih kamu ambil aja, kalau kurang bilang abang", ujar Chiko tetap menyerahkan 5 lembar uang seratus ke tangan Ara.
"Makasih bang".
"Fan, adek gue nyariin", teriak Chiko, mengacak rambut Ara sebelum menjauh menuju teras rumah berkumpul dengan yang lain.
"Ada apa Ra?", tanya Affan menaikkan alis.
Ara berupaya bersikap biasa sekarang "pak mau minta uang, bahan makanan udah habis, aku sama Sisil mau ke pasar".
"Ibu Rini mana ?", tanya Affan malah menyerahkan dompetnya.
"Mencuci pak, pakaian kotor udah numpuk", Affan mengangguk mengerti.
"Mau di antar ?", tanya Affan.
"Ngak usah pak, aku sama Sisil pakai motor ibu Rini aja, pak, aku minta uang bukan dompet", ucap Ara menyerahkan dompet Affan yang ada di tangannya.
"Bawa aja" ujar Affan.
Ara mengangguk pasrah langsung beranjak "Sil, yuk berangkat, kamu yang bawa atau aku?", tanya Ara menatap Sisil.
"Heh kamu mau kita masuk rumah sakit atau lebih parah kuburan, kamu lupa aku masih belajar bawa motornya Ra, jangan ngadi-ngadi deh", sewot Sisil
Ara terkekeh langsung mengambil kemudi "yaudah ayok", ucap Ara, keduanya langsung beranjak menjauh dari rumah menuju pasar.
"Ara sama Sisil mau kemana ?", tanya Dewa melihat keduanya keluar menggunakan motor.
"Kepasar beli bahan makanan", ucap Randy.
"Oh pantasan belum ada makanan ternyata habis toh", celetuk Gilang.
"Sudah, tunggu Ara sama Sisil saja, tadi Randy udah nitip kue untuk menganjal dulu", ucap Bagas semuanya menganggukan kepala kembali dalam obrolan.
Sedangkan Sisil dan Ara yang sudah sampai di pasar sudah memilih semua bahan makanan, dari lauk, sayur, buah, bumbu dapur, dan kue.
"Ra, beli nasi kuning aja yuk untuk sarapan pagi, biar ibu Rini masaknya nanti siang saja kasian kerjaan ibu Rini numpuk", ucap Sisil.
"Yaudah nanti kita singgah beli, kita bayar dulu belanjaannya", ujar Ara mengangkat beberapa kantongan di ikuti Sisil yang juga membawa kantongan.
"Berapa semuanya bu?", tanya Ara mengeluarkan dompet Affan, Sisil yang melihat menautkan alis bingung.
"Perasaan itu bukan dompet kamu Ra?", tanya Sisil, Ara meringis mendengar pertanyaan Sisil.
"Ini dompet Affan", ucap Ara, Sisil tersenyum menggoda namun Ara tidak menanggapi.
"450.000 dek", ujar penjual setelah menghitung total belanjaan Ara dan Sisil.
Ara membuka dompet Affan, alisnya terangkat melihat satu foto berlatar merah, terlihat seperti seorang perempuan namun Ara tidak melihat keseluruhan karena tertutup dengan ktp Affan, mungkin foto Adel, fikir Ara.
"Ini bu, makasih", ucap Ara menyodorkan uang pas ke arah penjual.
"Yuk Sil pulang, anak-anak pada kelaparan", ucap Ara membuat tawa Sisil mengudara
"Aduh sakit perut, hehee kamu kayak ibu-ibu belanja bulanan", ejek Sisil masih terkekeh.
"Diam, ih malu diliatin", bisik Ara, Sisil langsung menoleh melihat beberapa orang menatap ke arahnya dengan cepat keduanya langsung menjauh.
"Bu, nasi kuningnya 8 ya, lauknya semuanya ayam aja bu", ucap Ara.
"Tunggu Ra, Dewa kan ngak makan ayam", ucap Sisil, Ara menahan senyum menatap wajah Sisil yang kini memerah.
"Eh lupa, ehm iya deh iya, yang sudah tau semuanya", ejek Ara kembali menyebut pesanan sesuai dengan kesukaan masing-masing.
Setelah membayar keduanya pulang ke rumah, hanya beberapa menit keduanya sampai, semua belanjaan di ambil alih ibu Rini untuk di atur di dalam kulkas sedangkan, Sisil membawa sekantong berisi nasi kuning dan juga kue ke teras depan.
"Kita makan nasi kuning dulu aja ya, siangnya baru makan masakan ibu Rini", ucap Sisil meletakan kantongan berisi nasi kuning dan kue
"Siapppp, udah cocok jadi istri tuh", ejek Chiko tiba-tiba, Dewa langsung menoleh menatap tajam ke arah Chiko.
"Tinggal tunggu yang berani datang ke rumah", celetuk Bagas ikut mengejek, kisah Sisil dan Dewa sudah menjadi rahasia umum sekarang, semuanya sudah tahu.
"Ada sih yang berjuang, tapi sayangnya ngak berani langsung datang kerumahnya bawa seserahan", ucap Randy membuat tawa pecah.
"Sudah!!, liat wajah Sisil udah merah kayak tomat busuk", ucap Gilang melihat wajah Sisil yang sudah memerah.
"Makan dulu", ucap Ara yang datang membawa piring dan juga sendok, semuanya langsung duduk melingkar, membuka makanan masing-masing.
"Wah tau aja lauk kesukaan aku", ucap Chiko semangat.
"Ara yang mesan", ucap Sisil.
"Huaaa adek emang the best", ucap Chiko senang.
Diam-diam Ara yang duduk di samping Affan menyerahkan dompet, Affan hanya mengangguk langsung memasukan ke dalam kantong celana, mengulum senyum menatap nasi kuning di hadapannya.
"Kenapa Fan?, kayak orang gila lo nahan senyum", celetuk Dewa yang tidak sengaja melihat ekpresi wajah Affan.
"Mana ada", ucap Affan langsung merubah raut wajahnya, Chiko menaikan alis melihat nasi kuning di depan Affan, hanya melihat itu Chiko tahu apa yang membuat sahabatnya itu menahan senyum.
"Dasar bucin", guman Chiko menggeleng kepala.
"Ini minumannya", ucap ibu Rini yang datang membawa air putih beserta teh.
"Wah nikmat mana yang engkau dustakan, sudah makan langsung ngemil", ucap Bagas mengambil satu kue dan juga satu gelas teh.
"Alhamdulillah kenyang", ucap Sisil, Ara hanya diam menghabiskan teh di hadapannya.
"Jalan-jalan kuy", celetuk Gilang, Ara langsung mendongak tatapan keduanya bertemu, paham kondisi Gilang, Ara langsung tersenyum di balas senyuman lega dari Gilang, diam-diam Affan melihat interaksi keduanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Love Story (Selesai)
Teen FictionLangsung baca kuy. Kisah Ara dan Affan yang bertemu kembali di dunia kerja.