Affan meninju dinding kamarnya sampai tangannya berdarah, pengakuan Adel padanya sore tadi setelah selesai bekerja membuat perasaan Affan campur aduk, air matanya mengalir membasahi pipi, dadanya sesak tidak peduli dengan darah mengalir dari tangan, Affan luruh kebawah memijit pelipisnya yang terasa sakit.
"Fan, aku mau ngomong sama kamu",
"Nanti aja Del kalau bukan masalah kerjaan", ucap Affan, Adel menganggukan kepala mengerti beranjak menjauh.
Tatapan Affan tertuju pada Ara yang sesekali keluar lab memberi perintah pada pekerja yang lain, semuanya berjalan lancar sampai waktunya pulang, Ara dan Sisil berjalan beriringan menuju tempat parkir motor, Gilang hendak mendekati keduanya namun Ara dan Sisil lebih lincah keduanya sudah menancap gas meninggalkan mereka.
"Mau ngomong apa Del?", tanya Affan saat semuanya sudah pergi.
"Soal kesalahan aku pada kamu", jujur Adel menunduk.
Alis Affan terangkat bingung "maksud kamu apa?", tanya Affan
"Aku minta maaf pernah menyakiti kamu, saat berita itu viral aku malah meninggalkan kamu, maaf karena bohong sama kamu, dari SMA kamu hanya jadi taruhan aku sama teman-temanku, aku marah sama Ara karena selalu di banding-bandingkan sama orang tua aku, padahal kita beda jurusan", mulai Adel bercerita.
Afan sampai menahan nafas mendengar pengakuan Adel sekarang.
"Sampai anak-anak membuat taruhan, aku harus menjadikan kamu pacar, awalnya aku menolak, tapi saat aku tahu Ara menyimpan rasa pada kamu akhirnya aku menerima tantangan itu, sampai aku berani nembak kamu di hadapan teman kelas kamu berharap nilai Ara bisa kacau karena patah hati"
"Sampai di akhir ujian, aku mendengar Ara mengungkapkan perasaannya padamu, awalnya biasa saja tapi saat hasil ujian keluar rasa marah kembali karena lagi-lagi Ara mendapat nilai memuaskan bahkan di semua mata pelajaran, orang tuaku sampai marah besar", lanjut Adel menghela nafas merasa bersalah menatap Affan yang kini membeku di tempat.
"Akhirnya saat kuliah aku menjebak kamu, sampai berita itu viral, aku minta maaf, aku marah karena selalu di bandingkan dengan Ara tapi aku melampiaskan amarahku pada kamu, aku menganggap kamu orang yang sangat berarti untuk Ara setelah orang tuanya, maaf sekali lagi Fan", cerita Adel, meminta maaf dengan tulus di akhir ceritanya.
Affan masih diam sampai Adel pergi menjauh, rasa sakit di hatinya semakin menganga.
Mengingat kejadian tadi Affan terisak di dalam kamar, Chiko yang baru masuk langsung panik seketika, Chiko memang kecewa tapi bukan berarti kepeduliannya juga hilang, mereka tetap sahabat.
"Fan, kenapa ?", tanya Chiko melongo melihat darah mengalir dari punggung tangan Affan.
Tanpa menjawab Affan langsung keluar kamar, mereka yang duduk di depan tv menautkan alis bingung kecuali Gilang dan Adel yang terlihat menghela nafas menatap Affan dengan tatapan menyendu, dengan kecepatan di atas rata-rata Affan membawa motor ibu Rini, hanya berapa menit Affan sampai di tujuan.
Tok tok tok
"Siapaa ? Tunggu".
Srekkk
Brukkk
Ara menjerit kaget saat membuka pintu kosan mendapat serangan pelukan dari Affan, Sisil yang mendengar jeritan Ara langsung keluar, langkahnya terhenti matanya membola sempurnah, mulut Sisil terbuka kaget melihat Affan memeluk Ara dengan isakan.
"Pak ada apa?", tanya Ara panik seketika melepaskan pelukan Affan, mata Ara membola melihat darah yang masih segar keluar dari punggung tangan Affan.
"Sil, minta tolong ambil kotak pt3k didalam kamar", pinta Ara, Sisil yang masih mematung tersentak kaget bergegas masuk kedalam kamar mengambil pt3knya.
"Ini Ra, aku masuk kamar ya", pamit Sisil, Ara menganggukan kepala.
Affan diam menatap Ara yang kini terlihat meringis mengobati punggung tangannya "Ra maaf", lirih Affan, Ara mendongak, tatapan keduanya bertemu, Ara meringis melihat ada luka terpancar di mata itu.
"Ngak usah bahas lagi pak, semua yang pak Affan bilang benar adanya", ujar Ara kembali mengobati punggung tangan Affan.
Hati Affan remuk mendengar ucapan Ara, merasa bersalah.
"Selesai,, pak Affan kenapa?", tanya Ara
Affan menghela nafas "aku sudah tahu semuanya, tentang Adel, dan berita viral itu", nafas Ara tercekat mendengar ucapan Affan.
Ara menunduk timbul rasa bersalah di dalam hatinya, karena kebencian Adel dulu padanya sampai Affan ikut tersiksa, "maaf pak, karena Ara hidup pak Affan jadi han.....", ucapan Ara berhenti saat Affan menarik Ara kedalam pelukannya, jantung Ara berdentum heboh bahkan Affan kini bisa merasakanya.
"Aku yang minta maaf Ra, pasti kamu sangat sakit ya, dulu saat aku punya hubungan dengan Adel, selalu bermesraan di kelas tepat di hadapan kamu, maaf", lirih Affan, Ara hanya diam berusaha mengontrol detak jantungnya.
"Maaf juga karena membentak kamu di lapangan, maaf karena menghina kamu", ucap Affan tulus, Ara hanya mengangguk sebagai jawaban.
Affan melepas pelukannya menatap tepat di manik mata Ara, harusnya Affan dari awal sudah bisa liat pancaran cinta yang ada di mata Ara, namun Affan tidak menyadari sama sekali, tatapan cinta itu masih ada, tetap sama sampai sekarang.
"Pak udah larut, pulang sana, besok kerja", ucap Ara mengalihkan pandanganya
Senyum Affan mengembang rasa sakit di hatinya meluap begitu saja melihat wajah merah Ara yang terlihat menggemaskan "aku pulang, makasih sudah maafin aku, makasih juga sudah ngobatin lukanya", ucap Affan mengusap rambut Ara lembut sebelum beranjak pulang kerumah.
Orang di rumah kini terlihat panik sesekali melihat ke arah jam dinding "Affan kemana sih bikin panik aja tuh orang", ucap Dewa, melihat kondisi Affan tadi akhirnya Adel dan Gilang menceritakan semuanya, awalnya mereka marah terutama Chiko dan Dewa tidak terima dengan perbuatan Adel di masa lalu.
Namun akhirnya mereka saling memaafkan melihat tatapan rasa bersalah penuh penyesalan pada mata Adel, mendengar suara motor, mereka langsung beranjak keteras rumah, alis Affan terangkat melihat wajah panik mereka.
Chiko dan Dewa malah saling pandang melihat Affan yang datang dengan senyuman menghiasi wajanya "lo kesambet di jalan Fan?", tanya Chiko mengidik ngeri.
"Ngaco lo, anjir", ucap Affan menoyor kepala Chiko terkekeh.
Semuanya saling pandang mengidik ngeri ketakutan "kayaknya pak Affan harus di ruqiah", celetuk Bagas takut-takut.
"Apan dah, sana tidur besok kerja", ujar Affan lagi-lagi terkekeh beranjak menuju kamar
"Itu benar Affan ngak sih", celetuk Adel menggaruk tengkuknya takut-takut.
"Kayaknya jin berubah jadi pak Affan deh", ujar Randy.
"Chik, sana cek", suruh Gilang ikut ketakutan.
Chiko dan Dewa akhirnya beranjak menuju kamar, keduanya lagi-lagi menaikan alis tinggi, terlihat Affan sudah tertidur pulas, "baru kali ini gue lihat Affan tidur senyenyak ini setelah sekian lamanya", celetuk Dewa.
Chiko menganggukan kepala tersenyum melihat wajah Affan yang tidak semuram biasanya.
"Sepertinya bebannya sudah terangkat".
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Love Story (Selesai)
Novela JuvenilLangsung baca kuy. Kisah Ara dan Affan yang bertemu kembali di dunia kerja.