Malam pun tiba setelah melaksanakan tugas mereka membersihkan tubuh, sholat bagi yang menjalankan, mereka kembali berkumpul di depan tv, melanjutkan perkerjaan yang tertunda, pekerjaan semakin banyak jika langsung terjun ke lapangan, itulah yang mereka rasakan sekarang.
"Baik, saya akan membagi tugas agar pekerjaannya cepat rampung, karena Dewa dan Chiko sudah ada perintah dari perusahaan tentang pekerjaan mereka jadi kita berenam akan membagi tugas agar semuanya cepat selesai", ucap Affan.
"Untuk Sisil, seperti yang saya bilang tadi buat surat pengadaan barang, k3 maupun alat berat yang perlu di gunakan di lapangan".
"Gilang, lanjutkan bikin laporan cuaca, dan laporan harian, untuk Randy, perbaiki beberapa gambar, sesuai yang sudah saya tunjukan tadi di lapangan".
"Bagas, buat laporan dokumentasi sesuai dengan yang terjadi di lapangan, saya minta bikin satu format jadi acuan sampai seterusnya, begitupun dengan Gilang buat satu format untuk jadi acuan sampai kedepannya"
"Untuk Ara, minta tolong buat persentase pekerjaan di lapangan untuk dapat biaya dari pusat, semua pekerjaan yang sudah di kerjakan di lapangan kamu bisa masukan, jangan lupa minta dokumentasi dari Gilang sesuai pekerjaan yang bisa di klain sebagai bukti"
"Baik pak", ucap mereka kompak.
Semuanya fokus mengerjakan perintah Affan, sesekali mereka berdiskusi jika ada yang kurang paham, sedangkan Affan sibuk mengerjakan laporan keuangan.
"Hm maaf pak, boleh nanya?", tanya Ara ragu-ragu apa lagi melihat Affan yang sedang sibuk, Affan menoleh mengangguk, Ara mendekat memperlihatkan layar lebtopnya.
"Apa yang kamu kurang pahami?", tanya Affan melihat layar lebtop Ara.
"Rumusnya pak", ujar Ara, Affan mengangguk langsung mengambil alih, dengan pelan Affan memberikan contoh satu rumus agar Ara bisa mudah mengerti.
"Bagaimana? sudah paham?", tanya Affan.
"Paham pak".
Ara kembali mengambil alih lebtopnya, melanjutkan tugasnya, Ara tersentak kaget merasakan usapan di kepalanya, Ara menoleh melihat Chiko yang melakukannya.
"Mau di bantu?", tanya Chiko lembut, melihat perlakuan Chiko membuat Affan dan Dewa saling pandang, berbeda dengan Sisil yang terlihat bekaca-kaca terharu.
"Sweet bangett, mau jugaaa", celetuk Sisil mengalihkan suasana hatinya agar tidak menangis terharu.
"Tuh, bilang sama Dewa", ucap Chiko membuat Sisil langsung mengendus kesal.
"Cieeee team kita sangat laku ya, waktu awal masuk saja dulu udah dapat coklat sama susu kotak", ejek Bagas.
"Apaan sih, itu mungkin orang iseng", sanggah Sisil.
"Sudah, lanjut kerjaannya", ujar Randy menengahi, agar percekcokan mereka tidak berlanjut.
"Ngak usah bang, udah mau selesai", ucap Ara akhirnya.
"Yaudah kalau gitu aku duluan masuk kamar ya", pamit Chiko mengecup singkat puncak kepala Ara, Affan yang melihat jelas mengepalkan tangan.
Melihat Chiko yang sudah masuk kamar Affan ikut masuk ke dalam kamar "Chik, gue mau ngomong", ucap Affan, Chiko langsung menoleh melihat Affan yang duduk di tempat tidurnya.
"Apa?".
"Suka lo sama Ara?", tanya Affan.
"Kenapa ? Lo lupa Ara saudara gue", ucap Chiko menghela nafas.
"Tapi bukan saudara kandung, tidak sedarah Chik", ujar Affan gusar sendiri.
Alis Chiko terangkat melihat wajah Affan, Chiko berusaha menahan tawa, "gue sayang sama Ara, Fan", ucap Chiko.
Deg
"Tapi hanya sekedar saudara, gue merasa merenggut kebahagiaan Ara, Fan, tapi dengan baiknya dia nerima gue sebagai saudaranya, bahkan dia ngucapin terimah kasih karena sudah menjaga ayah Fan", lirih Chiko berusaha menahan tangis.
"Gue ingin menebus kesalahan gue, terutama kesalahan ayah pada Ara", Chiko menepuk dadanya yang terasa sesak berharap rasa sesak itu bisa berkurang, Affan meringis mendekat menepuk pundak Chiko beberapa kali untuk menenangkan.
"Lo istirahat, gue keluar lanjut kerja", pamit Affan, Chiko mengangguk.
Affan keluar kamar alisnya terangkat melihat hanya Ara yang masih ada di depan tv sesekali menguap "kerjaan yang lain sudah selesai pak, tinggal surat yang harus pak Affan tanda tangani, semua file sudah di kirim lewat email", ujar Ara melihat Affan duduk di sampinya.
Affan menganggukan kepala, "kenapa belum tidur ?", tanya Affan, Ara menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mengerjapkan mata berkali-kali.
"Aku bingung pak di mana letak salahnya kenapa malah mines", ujar Ara mengerucutkan bibir
Affan terkekeh mengambil alih lebtop di hadapan Ara memeriksa pekerjaannya "ya Allah, Ra ini kamu salah rumus, harusnya kurang kenapa di sini bagi", ujar Affan mengganti rumus yang salah.
Setelah memperbaiki kerjaan Ara, Affan menoleh terlihat Ara sudah tertidur dengan meja sebagai tumpuan, Affan terdiam menatap setiap inci wajah Ara, dengan pelan Affan memperbaiki poni Ara yang terlihat menutupi sedikit matanya.
Affan menatap jam dinding, sudah menujukan pukul 11.25 malam, dengan hati-hati Affan mengangkat Ara membawanya kedalam kamar untung kamar mereka belum di kunci, di dalam kamar Sisil sudah terlelap, perlahan Affan meletakan Ara di tempat tidurnya menarik selimut menutupi badan Ara, sebelum keluar Affan mengusap puncak kepala Ara lembut.
"Good night Araku", bisik Affan sebelum keluar.
Affan mematikan lebtopnya dan lebtop yang Ara pake, setelah itu Affan masuk kedalam kamar, terlihat Chiko sudah terlelap, Affan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, banyangan Ara tidak lepas dari fikirannya
Keesokan paginya kehebohan terjadi di kamar Ara dan Sisil, Ara yang kaget terbangun di dalam kamar, sedangkan Sisil yang heboh karena datang bulan.
"Araaaa, tolongin beli roti", ujar Sisil hampir menangis merasakan perutnya yang sakit.
Ara langsung bergegas keluar kamar panik, "hm ada yang bisa beli roti yang bersayap ? Sisil butuh sekarang perutnya sakit", ucap Ara, Dewa yang tengah minum langsung tersedak.
"Tunggu di kamar aja Ra, biar aku yang keluar beli", ucap Dewa langsung beranjak.
"Siapp", ucap Ara kembali ke kamar namun belum sampai di kamar tangan Ara di cekal.
Alis Ara terangkat tinggi melihat Gilang yang berdiri di sampingnya menggaruk kepala yang tidak gatal, Affan yang keluar kamar melihat keduanya menghela nafas mendadak bad mood "ada apa Lang ?", tanya Ara.
"Aku butuh bantuan, sini ikut dulu kita ke teras belakang", ujar Gilang menarik tangan Ara.
Chiko yang melihat wajah masam Affan terkekeh "kalau suka bilang jangan cuma diam".
"Bacot", umpat Affan kesal beranjak menuju ruang makan.
Ara yang sudah ada di teras belakang sudah tidak bisa lagi menahan tawa, Ara kini sudah benar berubah, tidak ada lagi ketakutan di pancaran matanya.
"Ngak usah ketawa Araaa", ucap Gilang dengan wajah di tekuk.
"Makanya kalau punya pacar jelasin sama pacarnya kita di sini bekerja, cemburu kan dia", ujar Ara berusaha menghentikan tawanya.
"Aku upload foto di ig, dia cemburu karena di foto aku rangkul kamu, jadi dia ingin mendengar penjelasan dari kamu", ucap Gilang memohon.
Sambungan vidio call sudah tersambung terlihat wajah yang tidak asing di sana.
"Adel"
"Ara"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Love Story (Selesai)
Teen FictionLangsung baca kuy. Kisah Ara dan Affan yang bertemu kembali di dunia kerja.