16

17 7 0
                                    

Pagi harinya semuanya sudah bersiap menuju lapangan, seperti arahan Ara, mereka harus menghitung kembali pekerjaan para mandor di sertai dengan dokumentasi agar para mandor dan tukang tidak bisa main-main lagi, tidak bisa mengelak dengan kecurangan mereka.

Yang lain masih menunggu di teras, terlihat Chiko keluar dengan wajah panik "Ara, kamu ngak usah ke lapangan ya, minta tolong jaga Affan aja, dia sakit", mohon Chiko.

"Yaudah Ra, kamu tinggal, nanti biar aku yang dokumentasi sekalian rekam saat menghitung dengan mandor", ujar Sisil agar Ara tidak perlu memikirkan soal lapangan

"Iya Ra, biar kita yang urus, kamu tinggal saja", celetuk Dewa ikut panik saat tahu Affan sakit.

"Baik, maaf ya, kalian semangat", ucap Ara menyemangati, mereka mengangguk tersenyum meyakinkan, melihat semuanya sudah menuju lapangan Ara kembali masuk menuju kamar Affan yang terlihat sengaja di buka oleh Chiko.

Perlahan Ara masuk, menautkan alis bingung melihat Affan yang mengigil di tempat tidurnya, perhan Ara menempelkan telapak tangan di dahi Affan, mata Ara membola merasakan suhu panas, dengan cepat Ara keluar meminta ibu Rini menyiapkan air kompresan dan juga teh hangat dan bubur.

Ara kembali ke kamar Affan, beberapa menit ibu Rini masuk membawa air kompresan dan juga teh hangat "buburnya nanti di bawa kesini", ujar ibu Rini.

"Makasih bu", ucap Ara langsung mengompres Affan.

Affan yang berbaring merasakan usapan lembut pada dahinya membuka mata perlahan, samar-samar Affan melihat wajah Ara yang terlihat khawatir, "udah bangun, bisa bangun minum dulu", ujar Ara melihat Affan membuka mata sempurnah.

Affan mengangguk lemah, dengan pelan Ara membantu Affan, diam-diam Affan terenyuh dengan perlakuan Ara sekarang, "kamu tidur dulu ya, nanti bangun makan bubur, ngak apa-apa aku tinggal dulu ?".

Affan menoleh sudah berbaring lagi "mau kemana ?", tanya Affan dengan suara serak dan lemas, Ara tersenyum mengusap keringat di kepala Affan.

"Aku keluar mau cari obat dulu, cuma sebentar", ucap Ara, Affan mengangguk saja

Ara keluar menggunakan motor ibu Rini mencari warung yang menjual paracetamol, untungnya tidak jauh dari rumah ada warung yang menjual obat yang di cari Ara, dengan perasaan cemas Ara kembali ke rumah bertepatan saat bubur sudah disiapkan ibu Rini.

"Biar Ara yang bawa bu sekalian", ujar Ara, ibu Rini hanya mengangguk kembali melanjutkan pekerjaannya.

Affan melihat Ara masuk dengan satu napan di tanganya, "sini aku bantu duduk, kamu makan dulu", perintah Ara, Affan hanya bisa pasrah.

"Sini sapu tangannya, nanti di kompres lagi kalau sudah makan", ucap Ara mengambil sapu tangan memasukan ke dalam air kompresan Affan.

Affan menatap setiap pergerakan Ara, dari mengaduk bubur, meniup, sampai menyuapi Affan, "udah", ucap Affan saat sendok ke tiga.

"Dua sendok lagi ya", mohon Ara lembut, Affan mengangguk menerima dua sendok lagi.

"Kenyang", ujar Affan, Ara mengangguk mengambil obat dan juga minuman.

"Minum obat dulu semoga panasnya langsung turun", ucap Ara memberikan satu butir obat dan juga satu gelas air putih.

Setelah selesai Ara membantu Affan berbaring lagi di tempat tidurnya "nanti sore mandi ya, biar aku yang siapkan air hangatnya supaya nanti malam panasnya ngak naik", ucap Ara kembali mengompres.

Affan mengangguk lemas, menatap lekat Ara yang begitu telaten merawatnya, tangan Ara yang meletakan sapu tangan di dahi Affan di tarik oleh Affan, di genggam begitu erat, Ara awalnya kaget ingin menarik namun Affan menggelengkan kepala.

"Biar begini dulu Ra", ucap Affan sesekali mengelus punggung tangan Ara menggunakan ibu jarinya, dada Ara kini bergemuruh, dengan susah payah Ara mengontrol jantungnya, melihat Affan yang sudah terlelap Ara ikut membaringkan kepalanya tepat di tempat tidur Affan, tangan keduanya masih saling menggenggam.

Waktunya istirahat, Sisil dan yang lain kembali ke rumah, walaupun ada beberapa percekcokan antara mereka dengan tukang, namun mereka mampu menyelesaikan dengan baik, Dewa dan Chiko yang baru sampai langsung bergegas menuju kamar melihat kondisi Affan namun keduanya berhenti dengan mulut sedikit terbuka di ambang pintu

Mata keduanya mengerjap, saling pandang dengan seringai wajah keduanya, dengan cepat Dewa dan Chiko mengambil ponsel memotret pemandangan yang langkah, di sana terlihat Affan tidur sedikit menyamping, Ara yang tidur duduk dengan kepala di atas tempat tidur Affan, tangan yang saling menggenggam posisi kepala keduanya terlihat seperti Affan mencium puncak kepala Ara.

Mendengar keributan Ara terbengun, Dewa dan Chiko langsung berlari meninggalkan kamar, melihat wajah Affan yang sudah tidak sepucat tadi membuat Ara menghela nafas lega, perlahan punggung tangan Ara di arahkan pada dahi Affan.

"Alhamdulillah, panasnya sudah turun", lega Ara, melihat tangannya masih di genggam oleh Affan dengan pelan Ara menarik tangannya keluar kamar menuju ruang makan.

"Bu, udah ada makanan untuk Affan?", tanya Ara.

"Udah di atas meja sama yang lain", ucap ibu Rini, alis Ara terangkat tinggi melihat Sisil dan yang lain menatapnya dengan tatapan aneh.

"Kenapa?", tanya Ara bingung.

"Ngak kok, ngak, kita mau makan", ucap Sisil gugup, Randy dan Bagas langsung terkekeh, melihat Dewa dan Chiko tadi berlari membuat mereka penasaran, akhirnya Chiko terpaksa memperlihatkan foto yang diam-diam dia ambil membuat semuanya langsung heboh seketika.

"Aku bawa makanannya Affan dulu", ucap Ara.

"Iya Dek, iya, Affan sebentar lagi juga sembuh", celetuk Chiko cengengesan, bertepatan dengan Affan yang sudah berdiri di ambang pintu ruang makan membuat semuanya langsung menoleh.

"Wah, bos udah sembuh?", heboh Dewa.

"Iya dong Wa, masa ngak sembuh sih yang jagain siapa dulu dong adek gue", ucap Chiko membuat tawa di ruang makan pecah seketika.

Affan mengendus kesal menuju meja makan, duduk di samping Ara yang sudah menyiapkan makanan untuknya, tidak memperdulikan kehebohan dari yang lain.

Semuanya diam menyantap makanan begitupun dengan Ara yang bahkan tidak sanggup lagi melirik ke arah Affan, Ara ingin mengutuk dirinya perasaan yang tersimpan di hatinya bukan berkurang malah semakin kuat.

Sedangkan Affan sesekali melirik ke arah Ara dengan tatapan yang sulit di kelaskan.

"Bagaimana pekerjaan di lapangan?", tanya Affan setelah selesai makan.

"Aman, Fan", ucap Dewa.

"Cuman tadi ada sedikit kendala soal hitungan yang saya diskusikan semalam dengan Ara, tapi alhamdulillahnya akhirnya bisa di selesaikan dengan baik", lapor Randy, Affan menganggukan kepala.

"Pak Affan, sudah sehat?", tanya Sisil hati-hati.

Affan mengangguk sebagai jawaban "jadi sorenya Ara bisa ke lapangan?", tanya Gilang membuat Affan dan Ara langsung menatap ke arahnya.

"Kenapa ? Ada masalah?", tanya Affan.

"Hm gini pak, ada masalah dengan tanahnya, di perencanaan kedalaman maksimal 3 meter dapat tanah yang bagus, tapi berbeda dengan yang ada di lapangan pak ada yang sampai 5 meter", jelas Bagas.

Affan langsung menoleh ke Ara yang terlihat mengangguk-anggukan kepala mengerti, "baik nanti aku ke lapangan",

"Saya ikut"

Ordinary Love Story (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang