Pagi harinya Ara dan Sisil sudah berebut kamar mandi, sesekali tertawa dengan tingkah mereka sendiri, "woy Sil aku duluan ih, sudah kebelet tau", Ara sedikit memohon agar Sisil luluh.
"Iya iya, ngak usah pasang tampang gitu juga", toyor Sisil gemas sendiri, Ara tersenyum lmbergegas masuk kamar mandi.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumusalam, eh ibu Rini maaf ya bu bikin repot", ujar Sisil menerima rantang berisi sarapan
"Ngak apa-apa dek, udah tanggung jawab ibu, kalau gitu ibu langsung permisi ya masih banyak kerjaan di rumah", pamit ibu Rini, Sisil hanya mengangguk sebagai jawaban.
Ara keluar kamar mandi melihat Sisil menyiapkan makanan yang ada di rantang di meja yang sengaja mereka beli "sana makan dulu, aku mau mandi", ujar Sisil.
Ara mengangguk, sebelum makan Ara membuat minuman terlebih dahulu sebelum duduk di kursi, sengaja mereka menyiapkan meja dan dua kursi untuk makan "ayo sarapan dulu", ajak Ara melihat Sisil sudah keluar kamar mandi, Sisil mengangguk ikut duduk menghabiskan makanan mereka.
"Yuk berangkat, kunci pintunya Sil", ucap Ara di atas motor menunggu Sisil.
Keduanya berangkat menuju lapangan menggunakan motor sewaan, sebelum sampai keduanya berpapasan dengan team yang lain, namun keduanya tidak menyapa langsung menancap gas menuju lapangan.
Yang lain hanya menghembuskan nafas melihat keduanya lewat tanpa menyapa, Affan dan yang lain yang kini sudah sampai di lapangan menoleh mencari keberadaan Ara dan Sisil, terlihat dari jauh keduanya sudah mengerjakan pekerjaan mereka
"Semua berkumpul", perintah Affan tegas, Ara dan Sisil langsung mendekat mendengar nada Affan yang terdengar keras.
Semuanya melingkar, Ara dan Sisil hanya menunduk tanpa menatap mereka, Chiko hanya fokus menatap Ara, tanpa menghiraukan Affan yang hendak bicara.
"Hari ini kita akan melanjutkan pekerjaan kita, terutama mengerjakan penimbunan yang kemarin belum sempat di lakukan karena menunggu hasil tes tanah galian cocok atau tidak di gunakan untuk timbunan", jelas Affan.
"Seperti biasa kita melakukan pekerjaan sesuai kelompok", lanjut Affan, belum sempat melanjutkan Ara unjuk tangan membuat semua menoleh.
"Karena ada ibu Adel di sini, saya minta kelompoknya di ubah, saya minta dengan kerendahan hati agar saya satu kelompok dengan Sisil", ucap Ara tidak kalah tegas, Sisil langsung tersenyum mengacungkan jempol ke arahnya.
"Siapa kamu yang berani mengatur?", tanya Affan terpancing mendengar ucapan Ara.
Dengan senyuman Ara menatap Affan tepat pada manik matanya "saya memilih Sisil bukan karena tidak profesional kita tetap bekerja sama di lapangan hanya saja saya memilih Sisil agar bisa saling bantu, bukakan kah ada ibu Adel yang lebih paham soal lapangan, jadi kini pekerjaan saya di ambil alih oleh ibu Adel di lapangan", ujar Ara
Affan terdiam mendengar ucapan dari Ara yang benar adanya "saya bukan tidak profesional pak Affan, hanya saja saya memberi usulan agar pekerjaan lebih mudah, saya dan Sisil akan mengambil alih pekerjaan bagian lab bahan untuk pengujian, Sisil bisa membantu saya dalam dokumentasi , dan kalian semua mengambil alih bagian lapangan, jika ada kendala sekarang kita punya ibu Adel dan pak Affan yang lebih paham", lanjut Ara lantang.
Semuanya mengangguk mendengar usulan dari Ara, tapi mereka merasa Ara sengaja agar bisa menghidar dari mereka semua, namun berbeda dengan Ara yang benar-benar hanya ingin pekerjaan lebih mudah, apalagi ini permintaan pak Baskoro langsung.
Sisil sangat terampil mengambil dokumentasi, Ara sangat memerlukan Sisil agar pekerjaannya lebih mudah tidak memikirkan lagi soal dokumentasi.
Sedangkan di lapangan ada Randy, Gilang bahkan Bagas hebat dalam mengambil dokumentasi jadi semuanya semakin ringan, apa lagi kehadiran Adel yang lebih paham soal lapangan memudahkan mereka dalam bekerja terutama Ara yang tidak perlu bolak balik lagi ke lapangan dan lab jika di perlukan
Walaupun lab dan lapangan sangat dekat tapi butuh tenaga jika harus bolak balik, karena tidak ada lagi yang perlu mereka bahas akhirnya semuanya kembali bekerja sesuai dari yang ada dan Affan usulkan, Ara dan Sisil langsung berjalan menuju lap tepat di bawah.
"Panas juga ya di lab", ujar Sisil, Ara mengangguk langsung mengambil alih untuk mengerjakan pengetesan beton di bantu salah satu orang yang di tugaskan di lab.
"Sil, jangan lupa dokumentasi ya, terutama hasil kuat tekannya", peringat Ara, Sisil langsung menganggukan kepala bersiap dengan kamera yang sengaja di siapkan.
"Bagus juga yah, di sini lab besebrangan dengan lapangan", celetuk Sisil sambil melanjutkan mengambil dokumentasi, bukan hanya pelerjaan Ara saja, namun beberapa pekerjaan di lab.
"Kayaknya dari pihak perusahaan pak Baskoro sengaja bangun satu lab khusus untuk uji bahan deh, setau aku di sini banyak proyek, dengan begitu banyak yang berlomba-lomba bekerja sama dengan pak Baskoro untuk mempermudah", jelas Ara.
Sisil mengangguk menyetujui, bukan tanpa alasan Ara berkata seperti itu sudah banyak dari perusahaan yang lain datang sekedar untuk tes besi, tes beton, tanah dan sebagainya.
Sedangkan di lapangan terlihat yang lain juga sama sibukanya, Adel juga ikut memberi masukan dalam pekerjaan, "pak Affan, ini gimana prosesnya pak", ujar salah satu tukang mendekat ke arah Affan dan Adel.
Adel memijit pelipis menghela nafas bingung sendiri, Affan menghela nafas memanggil Chiko, Dewa, Gilang, Bagas dan Randy untuk diskusi.
"Menurut kalian ini gimana prosesnya yang bagus?", tanya Affan menatap mereka.
Tidak ada yang angkat bicara semuanya fokus menatap lokasi yang hendak di timbun, "tanya ibu Adel aja pak, bukannya beliau lebih paham ya", ucap Bagas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Adel menghela nafas "saya juga sama bingungnya dengan kalian, saya baru bertemu dengan kendala yang rumit seperti ini", jujur Adel.
Affan menghela nafas dari jauh tatapannya langsung tertuju pada Ara dan Sisil yang keluar dari lab mendekat ke arah beberapa orang yang sedang membuat benda uji dengan kertas di tangannya, melihat tatapan Affan semuanya langsung menoleh
"Maaf pak, gini ada beberapa beton yang tidak masuk standar pak bisa bapak perbaiki, buat ulang benda ujinya pak, saya minta lebih perhatikan campurannya pak, cara merawat betonnya juga jangan lupa perhatikan", perintah Ara.
"Siap bu, akan kami kerjakan", ujar salah satu mereka menerima kertas yang terlihat di sana beberapa benda uji tidak masuk dalam standar.
Ara dan Sisil menghela nafas, lelah sesekali menghapus keringat yang membasahi wajah, alis keduanya terangkat melihat Bagas mendekat ke arah mereka "Ra, Sil, di panggil, ada yang harus di diskusikan", ucap Bagas.
Ara dan Sisil mengangguk mengikuti bagas mendekat ke tempat Affan dan yang lain.
"Ada ap?", tanya Sisil
"Ada yang perlu kita bahas", ucap Adel, Ara dan Sisil menghela nafas panjang.
"Maaf pak, bu, bukannya ngak mau tapi ada hal yang harus kami kerjakan terlebih dahulu", ucap Ara sopan membuat semuanya langsung membola tidak percaya Ara menolak untuk berdiskusi
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Love Story (Selesai)
Teen FictionLangsung baca kuy. Kisah Ara dan Affan yang bertemu kembali di dunia kerja.