Hari minggu tentu adalah hari yang paling di tunggu Ara dan Sisil untuk bisa beristirahat, sebelum-sebelumnya hari minggu mereka gunakan untuk jalan-jalan namun semuanya berubah setelah mereka pisah tempat tinggal, mereka lebih memilih rebahan di kasur.
"Akhirnya bisa rebahan", ucap Sisil merentangkan tangan di tempat tidur, Ara hanya menggelengkan kepala sesekali membalas pesan dari Anita.
"Kayaknya rebahannya harus di tunda Sil", celetuk Ara.
Sisil menoleh dengan alis terangkat tinggi, "liat grup", perintah Ara, Sisil langsung mengambil ponselnya membuka grup chat.
Sisil menghela nafas membaca chat dari Affan di grup
Affan : untuk Ara dan Sisil kerumah sekarang juga ada hal penting yang harus di kerjakan.
"HUAAAA MAU REBAHAN", teriak Sisil tiba-tiba, Ara terlonjak kaget refleks melempar bantar ke arah Sisil.
"Ra, mager", rengek Sisil.
"Sudah ihh, siap-siap kita mekuncur ke rumah, nanti pak Affan marah", ucap Ara menarik tangan Sisil.
Dengan malas Sisil bersiap-siap, keduanya bergegas keluar tidak lupa mengunci kosan, hanya beberapa menit keduanya sampai, Ara dan Sisil menaikan alis bingung melihat mereka malah berkumpul di teras rumah.
"Katanya ada pekerjaan, kenapa malah nongkrong ?", tanya Sisil mendekat.
"Tuh pekerjaannya", tunjuk Bagas.
Ara dan Sisil menoleh dengan mata membola melihat satu baskom ikan nila yang siap untuk di bakas.
"Astagfirullah", ucap Ara dan Sisil kompak menatap tajam ke arah mereka, Affan terkekeh melihat ekpresi lucu dari keduanya.
"Lebih baik kita rebahan Ra", rengek Sisil semakin kesal.
"Betul juga, lebih baik rebahan", setuju Ara.
"No, no, kalian berdua harus ikut", ajak Adel menarik tangan keduanya menuju teras belakang rumah.
"Lang,minta tolong bawa ikannya ke balakang", ujar Adel
Gilang mengangguk, semuanya langsung ikut ke belakang rumah, terlihat tempat pembakaran ikan sudah di siapkan ibu Rini.
"YA ALLAH MAU REBAHAN", teriak Sisil tiba-tiba membuat mereka terlonjak kaget.
"Sisil bikin jantungan kamu", celetuk Randy mengusap dadanya.
Sisil memajukan bibir bawahnya kesal sendiri "yaudah kamu sana tidur di kamarku", ucap Dewa lembut menagacak puncak kepala Sisil.
"Boleh?", tanya Sisil, Dewa mengangguk mengiyakan.
"Bucin, bucin", ejek Chiko, tidak menghiraukan ejekan Chiko, Sisil langsung beranjak menuju kamar Dewa, tubunnya benar-benar ingin rebahan, efek terlalu lelah.
Ara membantu Adel membakar ikan-ikan yang sudah di siapkan, semuanya ada di situ kecuali Sisil yang sudah terlelap di kamar Dewa, "siapi sambelnya dong", ujar Bagas.
"Udah di siapin ibu Rini di dalam", ucap Adel tanpa mengalihkan pamdangan dari ikan di depannya.
"Enak bangat baunya", ucap Chiko.
"Jadi lapar", Randy ikut menanggapi.
"Ra",
Semuanya menoleh dengan alis terangkat, Affan mendekat menarik tangan Ara, yang lain saling pandang bingung belum sempat keduanya menjauh langkah mereka terhenti, Ara menoleh melihat tangannya di tahan Chiko, suasana tiba-tiba berubah canggung
Chiko dengan tatapan membunuh ke arah Affan, Ara menghela nafas bingung sendiri.
"Kenapa bang?", tanya Ara menepis kedua tangan pemuda itu.
"Di sini saja Ra", pinta Chiko, Ara mengangguk hendak kembali namun lagi-lagi Affan menahan tangannya.
"Ada yang ingin aku bicarakan Ra", mohon Affan.
Gilang dan lainnya saling pandang, terutama mendengar Affan mengubah panggilan saya menjadi aku.
"Ada apa pak ?", tanya Ara akhirnya menoleh.
"Aku mau bicara berdua", ujar Affan, mendengar itu Chiko tekekeh sinis, mendekat ke arah Affan membisikan sesuatu padanya.
Chiko dan Affan saling menatap dengan tatapan tajam, Dewa yang melihat itu menghela nafas "sana Ra bicara sama Affan",celetuk Dewa.
Affan dan Ara melangkah menjauh dengan Chiko masih berdiri menatap tajam kearah punggung keduanya.
"Chik, kenapa sih ? Biarin Affan mendekat", ucap Dewa menepuk pundak Chiko.
"Gue ngak masalah Wa, tapi lo lupa sudah ada orang lain di hati Affan sampai sekarang, lo lupa hah, gua hanya ngak ingin Ara terluka lagi", lirih Chiko.
Dewa mengatupkan bibir mengingat perkataan Affan saat masih remaja dulu.
"Ciee yang udah punya pacar, sama Adel lagi", ejek Chiko di belakang sekolah
Affan menghela nafas mengusap wajahnya kasar, "napa lo harusnya senang malah kusut tu muka", ucap Dewa bingung sendiri.
"Gue terima Adel karena dia ngungkapin perasaan di depan umum, gue ngak mau dia malu, sudah ada orang lain di hati gue, sampai kapan pun akan tetap sama", ujar Affan.
Chiko dan Dewa menoleh sepenuhnya dengan mulut sedikit terbuka, "anjir siapa ?", tanya Chiko heboh.
"Rahasia", ucap Affan menjauh membuat kedua sahabatnya berdecak kesal.
Dewa tersadar, menganggukan kepala, mengerti ketakutan yang Chiko rasakan.
"Lo sudah tanya Affan masih suka orang yang sama?", tanya Dewa hati-hati.
"Iya, dan sampai sekarang dia masih suka, Affan sendiri yang bilang perasaanya tidak berkurang ataupun hilang malah perasaan itu tetap tumbuh di hatinya", jelas Chiko mengusap wajahnya.
"Tapi Chik, kenapa Affan terlihat mendekati Ara jika dia belum bisa move on ?", tanya Dewa bingung.
"Itu dia yang gue takuti, kalau Affan mendekati Ara untuk balas dendam, lo dengar pengakuan Adel kan, karena rasa marah pada Ara sampai rela membuat kehidupan Affan hancur, bisa jadi Affan ingin balas semuanya pada Ara", ucap Chiko ragu
Chiko kenal dengan Affan tidak mungkin melakukan hal seperti itu tapi hati siapa yang tau, jika rasa benci itu sudah memenuhi hati.
"Pak Affan mau ngomong apa?", tanya Ara saat keduanya sudah sampai di warung yang tidak jauh dari rumah kedunya sengaja berjalan kaki.
"Pesan dulu", ucap Affan, Ara mengangguk setuju memesan minuman dan juga gorengan.
"Sini", panggil Affan menepuk kursi panjang di bawa pohon, angin sepoy-sepoy tentu membuat suasana terasa sejuk.
"Ini dek, silahkan di nikamati".
"Makasih bu", ucap Affan dan Ara kompak.
"Aku mau cerita boleh?", tanya Affan.
"Boleh pak, silahkan", ujar Ara mengambil secangkir kopi susu di depannya, meneguk sekali.
"Kamu tahu alasan aku menerima perasaan Adel masa remaja dulu ?, aku terpaksa menerima perasaannya karena Adel ngungkapin di depan umum, aku tidak ingin membuat dia malu, jauh sebelumnya aku sudah menyukai seseorang diam-diam", Affan mulai bercerita, hati Ara seperti di remas mendengarkan
"Sampai sekarang perasaan itu masih ada, tidak berkurang sama sekali malah perasaan itu semakin kuat, aku tidak sengaja bertemu dengan gadis itu saat awal masuk SMA, pertemuan kami terdengar biasa saja, tapi bagi aku itu awal aku penasaran dengan sosoknya", lanjut Affan menerawang, Ara bisa melihat binar bahagia di wajah Affan saat bercerita tentang sosok perempuan yang dia suka.
Ara menghela nafas menunduk, tangannya saling meremas berusaha menguatkan hati, berkali-kali Ara patah hati dengan orang yang sama.
Entah sampai kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Love Story (Selesai)
Fiksi RemajaLangsung baca kuy. Kisah Ara dan Affan yang bertemu kembali di dunia kerja.