"Pak, boleh kami ajak Ara ke lapangan ada hal yang harus di selesaikan, mungkin Ara yang paham bisa kami ajak", ujar Gilang ke arah Affan.
Affan menaikan alis bingung melihat jam, kini sudah menunjuk jam 03.00 sore "emang ada kendala apa?", tanya Affan akhirnya.
"Gini pak, rumah sakit yang di bangun di jl.... kehabisa besi, sesuai perencanaan di sana harus menggunakan beri berukuran 25 namun di lapangan tinggal ukuran 22, jika begini kita harus menunggu sebulan karena besi ukuran 25 sekarang tidak ada stok di toko bangunan langganan kita", jelas Bagas.
"Bagaimana Ara ada usulan ?", tanya Affan, Ara menganggukan kepala menyerahkan kertas ke arah Affan, di sana terlihat coretan hitungan tentang besi yang bisa di gunakan, Affan menganggukan kepala, tersenyum bangga.
"Gilang, Bagas, lihat ini solusi untuk kalian, kita bisa menggunakan besi ukuran 22 dengan hitungan sesuai dengan yang di tulis Ara, kualitasnya tetap sama hanya saja penggunaan besi ukuran 22 yang agak banyak di gunakan", jelas Affan menyerahkan kertas ke arah Gilang.
Bagas dan Gilang saling pandang menganggukan kepala mengerti.
"Baik tidak ada lagi yang kalian tanyakan, silahkan lanjutkan pekerjaan kalian, sebelum waktunya pulang, maaf saya harus pulang duluan", ujar Affan langsung keluar meninggalkan mereka berlima.
"Gilaaa, otak lo encer bangat Ra, ngak nyangka aku bisa gini", ujar Bagas menggelengkan kepala menatap kertas di tangannya.
Ara hanya tersenyum saja "belum tau aja kalian, dulu waktu SMA Ara terkenal dengan nilai yang selalu memuaskan kecuali satu, olahraga", ujar Sisil membuat yang lain melongo.
"Wah gila aku aja dulu nilai saat masih SMA tidak pernah di atas kkm deh", ujar Randy mencoba mengingat-ngingat membuat mereka terkekeh.
"Sudah, lanjutkan kerjaan sebelum pulang", ujar Ara.
Semuanya mengangguk duduk melanjutkan kegiatan mereka masing-masing sampai tepat pukul 05.00 sore.
"Duluan gays", pamit Randy, Gilang dan Bagas.
"Hati-hati", ucap Sisil, ketiganya menganggukan kepala.
"Yuk Ra, bareng sampai ke depan", ajak Sisil, Ara menganggukan kepala berjalan beriringan dengan Sisil.
Tin tin
Ara dan Sisil menoleh, Sisil menghela nafas jengah sendiri melihat Dewa yang selalu mengantar dan menjemputnya "Ra, duluan ya, kamu hati-hati, jangan lewat jalanan yang sepi lagi", peringat Sisil, Ara menganggukan kepala.
"Duluan Ra", ujar Dewa, Ara tersenyum mengangguk.
Ara menancap gas meninggalkan kantor, Ara tidak menyadari sebuah mobil di belakang mengikutinya, hanya berapa menit akhirnya Ara sampai di rumah, mobil yang mengikutinya berhenti tidak jauh dari sana, seorang di dalam mobil tersenyum lega melihat Ara sampai di rumah.
"Selamat istirahat Araku", gumamnya sebelum kembali melajukan mobil menjauh dari rumah Ara.
Affan yang sudah di apartemen di kagetkan dengan kehadiran kedua orang tuanya "dari mana kamu? Perasaan kamu pulangnya lebih awal kok sampai di apartemen jam segini", ujar Vina.
"Ada deh", ujar Affan langsung memeluk Vina.
"Fan, udah betah sendiri kamu ?", tanya Baskoro.
"Iya dong pah", kekeh Affan, matanya melotot melihat satu kantong yang sangat Affan kenal namun isinya sudah kosong.
"Kok habis", ucap Affan lesu.
"Kenapa ?, hanya di simpan, sudah mau kadaluarsa lebih baik mama sama papa habiskan", ujar Vina terkekeh sendiri.
"Yayayaa, terserah deh", celetuk Affan duduk di sofa membawa satu minuman kaleng
"Gimana ? Udah ada calon mantu?", tanya Baskoro membuat Affan tersedak minuman.
"Apaan sih paaa, Affan masih mau bebas", ujarnya melotot.
"Belum move on kamu?", tanya Vina, Affan memutar bola mata malas.
"Ngak usah bahas ma", celetuk Affan.
"Kok kesal bahas masa lalu?", ejek Baskoro.
"Bagaimana ngak kesal pah, sukanya sama siapa jadiannya sama siapa, aneh tuh anakmu", ujar Vani terkekeh.
"Anakmu juga ma", celetuk Baskoro.
Affan menghela nafas jengah sendiri menatap kedua orang tuanya, "udahlah, Affan masuk kamar, di sini gerah", celetuk Affan membuat tawa Baskoro dan Vani terdengar.
"Yaudah, mama sama papa pulang ya, bayyy jomblo", teriak Vani.
Affan di dalam kamar mengacak rambutnya kasar, bukannya mandi Affan malah berbaring di atas tempat tidur ingatanya kembali mengingat masa lalu
Flashback
Affan berjalan menuju kelas di lantai tiga, langkahnya terhenti mendegar seorang berteriak memanggil namanya "Affan sayang". Affan menghela nafas langsung menoleh tubuhnya membeku, tatapannya bukan ke arah gadis yang kini mendekat ke arahnya namun tatapannya tertuju pada gadis yang berdiri jauh darinya, terlihat gadis itu menunduk.
"Apaan sih Del", ujar Affan jengah.
"Ih ngak usah kasar sama pacar sendiri Fan", ujar Adel cemberut.
"Yuk bareng ke kelas", ajak Adel langsung menarik tangan Affan.
"Yaudah aku ke kelas dulu ya, semangat ujiannya", ucap Adel setelah sampai di depan kelas Affan, keduanya berbeda jurusan Adel mengambil ips, dan Affan mengambil Ipa.
"Masih pagiii", celetuk Chiko.
"Iya nih, dasar ngak tau tempat", ucap Dewa
"Berisik", marah Sisil di dalam kelas
"Dengerin mantan lo itu", ejek Affan, ketiganya masih berdiri di pintu saling mengejek satu sama lain.
"Permisi", ujar seorang gadis di depan pintu ingin masuk ke dalam kelas sambil menunduk.
"Pagi Araaaa", sapa Chiko, Ara hanya tersenyum mengangguk bergegas menuju bangkunya.
"Hari terahir ujian", celetuk salah satu teman kelas mereka.
Affan hanya diam menuju bangkunya tepat di samping Ara, tempat duduk mereka di acak, tidak lama ujian akhir di mulai, kelas menjadi sunyi, mereka semua fokus mengerjakan ujian, Ara yang sudah selesai diam-diam menoleh ke samping menatap Affan.
Merasa ada yang menatap Affan menoleh tatapan keduanya bertemu, Ara dengan cepat mengalihkan tatapannya, Ara yang masih gelisah menyerahkan kertas ke arah Affan.
Affan menaikan alis bingung namun tetap mengambil kertas kecil yang di sodorkan oleh Ara.
"Aku mau ngomong sesuatu bisa bertemu di halte depan sekolah ?".
Itulah isi kertas kecil tersebut, Affan mengangguk, menyimpan kertas tersebut ke dalam kantong celananya, dua jam berlalu akhirnya ujian selesai, semuanya berhamburan pulang ke rumah masing-masing tinggal menunggu hasil kelulusan saja.
Di halte Affan berdiri menunggu Ara yang kini berjalan mendekat, Ara terlihat gugup "mau ngomong apa?", tanya Affan.
Ara menghembuskan nafas menundukan kepala gugup, "maaf jika lancang, aku harus ngomong, aku tahu aku jauh dari kata pantas, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku, aku juga tidak berharap balasan hanya saja aku tidak tenang jika aku tidak menyampaikan padamu sebelum berpisah", Affan menegang mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ara.
"Maaf, tapi aku menyukaimu", ujar Ara menunduk menguatkan pegangan pada tas selempang sekolahnya tidak berani menatap ke arah pemuda di hadapannya.
Tidak ada jawaban dari pemuda di depannya, wajahnya terlihat kaget dan kaku, Ara mendongak, ada rasa sakit terpancar di mata Ara, dengan senyuman manis Ara berlari menuju angkutan umum yang berhenti tidak jauh dari tempat keduanya berdiri.
"Semoga ini adalah akhir kita ketemu", ujar Ara menghapus air matanya yang tiba-tiba keluar tanpa permisi di dalam angkutan umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ordinary Love Story (Selesai)
Novela JuvenilLangsung baca kuy. Kisah Ara dan Affan yang bertemu kembali di dunia kerja.