Arjuna cukup menjelaskan padaku mengapa dia membawaku ke tempat karoke untuk mengobrol. Alasannya sederhana, tidak akan ada orang yang membicarakan hal penting di tempat karaoke. Singkatnya, Arjuna hanya mengantisipasi jika ternyata ada seseorang yang mengawasi kami, mereka tidak akan curiga kami sedang membicarakan kasus Red Rose.
Kami memesan salah satu ruangan untuk karaoke yang hanya akan diisi untuk berdua. Tanpa menyalakan musik, kami mulai pembicaraan dengan Arjuna yang memberikan map berisi profil laki-laki misterius yang meninggal saat mengikutiku malam itu.
Sesuai dengan berita yang dituliskan di artikel, laki-laki itu merupakan seorang mahasiswa bernama Hardi. Dia merupakan salah satu mahasiswa berprestasi di kampus pada semester awal. Akan tetetapi, nilainya mengalami penurunan menjelang semester akhir. Hasil autopsi pun sudah keluar, dan seperti dugaan kepolisian, dia merupakan pecandu narkotika jenis sabu.
"Beritanya tidak diterbitkan di mana pun, karena pihak keluarga merupakan seorang pengusaha besar. Kabarnya, mereka tak ingin orang-orang mengetahui putranya merupakan pecandu obat-obatan terlarang."
"Lalu apa hubungannya dengan Red Rose? Kenapa, dia sampai mengejar-ngejar Red Rose?"
"Transaksi obat-obatan terlarang itu jelas ilegal dan tertutup. Saya menduga, dia mendapatkan obat itu dari Red Rose. Ada seorang teman yang mengatakan kalau Hardi pernah bercerita, dia menghabiskan malam di klub dengan seorang wanita bernama Red Rose. Setelah itu, temannya langsung menyadari kalau Hardi sudah mengonsumsi obat-obatan."
Aku terperangah sejenak. Keheningan berada di tengah-tengah kami, selagi aku masih mencoba mencerna penjelasan Arjuna yang menimbulkan banyak tanda tanya besar dalam otakku.
"Bagaimana bisa hal ini bisa sampai menjangkau kampus? Dan kenapa temannya tidak melapor? Bukannya ini suatu tindakan yang jahat, membiarkan temannya terjerumus?" tanyaku menggebu-gebu. Entah karena terlalu kaget dengan fakta ini, atau karena tiba-tiba aku mengingat mendiang Rama.
"Bisnis narkotika ini sudah menyebar luas ke segala aspek kehidupan kita, Tika. Sekolah, lingkungan kerja, semuanya berlomba-lomba untuk mendapat keuntungan. Lagi pula, banyak orang merasa takut untuk melaporkan hal ini kepada pihak perwajib, atau memang sengaja karena tidak peduli dengan sesama. Seharusnya kamu tidak heran."
"Atau, karena sengaja," imbuhku dengan yakin.
"Jika Hardi pernah bermalam dengan Red Rose, seharusnya dia tahu kalau saya bukanlah Red Rose yang sebenarnya. Dari mana juga dia bisa tahu kalau saya mungkin Red Rose yang bermalam dengannya?"
Arjuna mengerutkan keningnya, seolah dia juga baru terpikirkan hal itu. Ia membuka berkas-berkas lainnya untuk mencari sesuatu yang bisa menjadi petunjuk.
"Jika dia bermalam di klub, besar kemungkinan dia mabuk dan mengonsumsi obat-obatan itu sampai pengelihatannya kurang baik. Mengingat Red Rose adalah seorang model, sepertinya sangat memungkinkan mereka bertemu di klub malam. Dan saya rasa, ada yang memberitahu dia bahwa kamu adalah Red Rose dan hari itu sedang mengadakan jumpa penggemar di hotel."
Aku menganggukkan kepala memahaminya. Secara garis besar, Arjuna beranggapan bahwa Red Rose juga terlibat dalam peredaran obat-obatan terlarang itu. Namun, apakah artinya Red Rose bukanlah korban, melainkan pelaku juga?
"Apa ada kemungkinan, Viko menjual Red Rose?"
"Mana mungkin. Bukankah Red Rose sudah sangat menguntungkan dengan menjual buku dan menjadi model?"
Red Rose begitu terkenal. Ia benar-benar ada di puncak popularitasnya, baik sebagai penulis maupun model. Penghasilannya tak main-main. Dia tak memiliki alasan untuk menghabisi dirinya sendiri. Akan tetetapi, jikalau dia dibunuh, siapa? Apa motifnya?
"Kamu sendiri bagaimana? Apa ada yang kamu temukan di sana? Bagaimana dengan kamar Red Rose?" tanya Arjuna.
"Saya belum banyak menemukan apa-apa. Hampir seluruh ruangan dipasang kamera pengintai. Bahkan, saya menemukan kamera di dalam kamar mandi, ruang kerja ..."
"Di kamar mandi juga?! Ini gila, sudah saya duga. Laki-laki botak itu bukan hanya ingin mengintai, tetapi dia juga memanfaatkan situasi dan mengambil keuntungan!" Arjuna menyergah penjelasanku dengan menggebu. Jelas terlihat dari urat-urat di wajahnya bahwa dia sangat memusuhi segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan seksual tentunya.
"tetapi kelihatannya, Tio baru mengetahui hal itu. Karena begitu saya melaporkan hal itu kepadanya, dia sangat marah dan menghancurkan kamera itu. Kemudian, mereka bertengkar di dapur."
"Tio? Siapa?" tanya Arjuna kelihatan asing dengan nama itu.
"Saudara Viko, orang yang membantunya. Dia juga ada saat Viko mengintimidasi saya soal kontrak itu," jawabku menjelaskan.
"Dia mengenal Red Rose?"
"Tidak terlalu. Katanya mereka hanya beberapa kali bertemu di klub saat Tio sedang menghabiskan liburannya."
Arjuna menganggukkan kepalanya, meskipun aku masih bisa melihat kerutan di dahinya, memperlihatkan bahwa dirinya masih merasa tak tahu apa-apa tentang Tio. Tangannya dilipat ke depan dada, sementara jari-jari tangannya mengusap dagu seolah sedang memikirkan sesuatu.
Aku melanjutkan laporanku tentang kamar Red Rose yang selalu dikunci, sementara Viko adalah satu-satunya orang yang memegang semua kunci di rumah itu. Tak lupa, aku juga mengatakan bahwa Viko tak mengizinkanku memegang kunci kamarku sendiri.
"Kita harus mencari tahu cara lain untuk masuk ke kamar Red Rose. Saya yakin di dalam kamar itu banyak sekali barang bukti yang belum dibereskan. Lebih cepat lebih baik," ujar Arjuna dengan sangat yakin.
"Saya juga menemukan salah satu map berisi ide-ide cerita Red Rose. Sayangnya karena ada kamera dan kebetulan Viko memergoki, saya belum sempat memotretnya. Saya terlalu terkejut." Aku mengeluarkan ponsel, menunjukkan catatan ku di ponsel pintar pemberian Arjuna itu. Aku sudah mencatat poin-poin yang sudah aku lihat dari kertas-kertas itu, dan membiarkan Arjuna membacanya.
"Berbeda dengan deskripsi, lalu tentang mafia narkoba dan sisi gelap mereka. Apa maksudnya?" tanya Arjuna. Ah, aku baru sadar bahwa Arjuna belum melihat ceritanya di platform berbayar.
"Ini merupakan potongan-potongan ide dari salah satu cerita Red Rose yang berjudul 'Psyopath's Love'. Awalnya Viko meminta saya untuk melanjutkan cerita ini, tetapi tiba-tiba dia menggantinya dengan cerita lain. Cerita itu dibiarkan menggantung. Dan kalau kamu membacanya, cerita itu mengenai seorang wanita yang jatuh cinta pada seorang mafia. Dia memanggilnya mafia tampan, berkharisma, dan sempurna," ujarku, lalu aku mengeluarkan ponselku yang lainnya untuk menunjukkan pada Arjuna cerita yang ku maksud. Hanya di bagian bab yang bersangkutan saja.
"Lihat? Tokoh utama ini merupakan bandar narkoba, pemabuk, kasar, dan gila."
"Lalu?" tanya Arjuna masih membaca dengan cepat bab yang aku perlihatkan.
"Cara pandang Red Rose pada orang rusak seperti ini sudah tidak normal, Juna. Dia menjadikan seolah-olah psikopat ini sangat mengagumkan. Dan saya mencurigai, Red Rose memiliki kelainan dalam percintaannya. Seperti ... terlalu bergantung pada seseorang, dan tipe orang yang akan melakukan segalanya demi cinta. Saya menemukan kata-kata semacam itu di dalam ceritanya yang sedang saya kerjakan."
Arjuna terperangah menatapku. Tatapan kagum itu, membuatku sadar mungkin saja selama ini Arjuna sudah meremehkanku.
"Apa kamu bisa membaca karakter seseorang dari tulisannya?"
"Bukan membaca, hanya menebak. Biasanya, penulis akan menuangkan sebagian dirinya dalam tulisan mereka. Seorang pembaca dan penulis pasti mengetahui hal itu."
Arjuna mengangguk paham. Ia masih takjub dengan fakta tersebut sepertinya. Sebelumnya, Arjuna yang selalu menunjukkan diri bahwa dia tahu banyak hal. Sekarang, gilirianku.
"Jadi, apa kamu menduga Red Rose memiliki hubungan spesial dengan Viko?" tanya Arjuna langsung menangkap apa yang berusaha aku utarakan.
"Bukan hanya itu, saya merasa ... Alasan Viko tiba-tiba menghentikan cerita ini adalah, karena dia baru membaca isi ceritanya saat merekrut saya. Dia tahu, bahwa Red Rose menulis sesuatu yang tak seharusnya dipublikasikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
IDENTITY [Sudah Terbit]
Детектив / ТриллерArtika harus menjadi saksi kematian seorang penulis misterius bernama Red Rose di kediamannya, mengingatkan gadis itu akan mendiang Kakak laki-lakinya. Di tengah kelinglungan akan traumanya, ternyata Artika dijebak oleh manager Red Rose sehingga dia...