19. IDENTITAS

28 6 3
                                    

"Ruangan apa ini?" Tio bergumam sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, sementara aku masih mendengarkan Arjuna yang sepertinya sudah mengetahui bahwa di sini ada Tio.

"Tika, saya sedang membuntuti Viko malam ini. Sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Red Rose, jika benar, maka kita akan segera bisa membongkar kebusukannya. Kita akan bisa membawa mereka ke kantor polisi setelah mengumpulkan semua bukti," ucap Arjuna yang tentunya hanya terdengar olehku melalui earphone ini.

"Ini semacam ruang pengawas sepertinya," tebakku.

"Sepertinya ada yang aneh dengan Viko," ucap Tio seketika mengalihkan perhatianku kepadanya. Kenapa dia mengatakan ini padaku? Apa dia juga baru menyadari kalau saudaranya itu aneh?

"Aku akan berjalan-jalan ke dalam, cobalah perhatikan apakah aku muncul di semua layar."

"Untuk apa kita melakukan ini?" tanyaku memancing.

"Tentu saja mencari tahu apa yang disembunyikan oleh Viko. Aku sudah mencurigainya sejak awal. Karena dia bersikeras untuk menjadikanmu Red Rose."

Aku diam tak menanggapi. Kemudian, Tio mengedarkan pandangannya dengan sorot mata penuh selidik. Sekali lagi, dia memintaku untuk mengawasi layar kamera pengintai sementara dirinya pergi keluar.

"Apa Tio benar-benar ingin menyelidiki?" tanya Arjuna.

"Sepertinya," jawabku ragu. Kedua mataku memandang ke layar-layar ini dan memperlihatkan langkah Tio dari satu ruangan ke ruangan lainnya.

"Itu bagus. Kita bisa memanfaatkannya agar bisa mendapatkan informasi lebih dalam. Dia pasti bisa mengorek banyak informasi darinya."

"Entahlah. Saya rasa dia juga tidak berani melawan Viko." Aku mengingat bagaimana kesalnya Tio setelah perdebatan besar karena kamera pengintai di kamar mandi, tetapi Viko mampu membuatnya untuk berhenti dan meyupiri dirinya pergi keluar.

Aku menemukan salah satu layar yang tak memunculkan kamera, tetapi layar ini menunjukkan rekaman beberapa jam lalu. Aku mendekati layar itu, lalu memutar rekamannya dengan keyboard yang tersedia. Kedua mataku terbelalak ketika melihat rekaman ini. Ternyata, ada salah satu kamera yang aku lupakan! Sialan, itu kamera tersembunyi yang ada di rak buku. Tentu saja itu menggunakan daya baterai. Kelakuanku saat mendorong Viko ke lantai, lalu membuang kopi miliknya, itu terekam. Aku beralih ke sudut lainnya, ternyata masih ada kamera yang aktif di kamar Red Rose. Mereka melihat Arjuna.

"Kamu mendengar saya?"

"Ya, saya sudah ada di klub malam. Nanti saya akan menghubungi mu lagi-"

"Berhati-hatilah! Mereka melihat aksi kita tadi. Mereka melihat mu di kamar Red Rose. Sebaiknya kamu ..."

Aku menghentikan kalimatku, ketika aku tak melihat Tio di layar kamera pengintai. Di mana dia? Aku mencoba mencari di tempat lain, tetapi Tio benar-benar tak ada di mana pun.

Merasa ada yang tak beres, aku segera berlari keluar dari ruangan kamera pengintai dengan terseok-seok. Namun, sesuatu telah menghantamku keras di bagian bahu belakang hingga aku terjatuh dan pandanganku gelap.

***

Katanya, ketika seseorang berada di dalam keadaan hidup dan mati, dia akan melihat potongan-potongan kejadian dalam hidupnya. Layaknya menonton film yang tidak jelas alurnya.

Kini aku merasakannya. Aku melihat Rama dan aku merayakan ulang tahun bersama, oh, ya, kami memiliki bulan kelahiran yang sama. Kemudian, Rama yang selalu pulang larut dengan alasan teman-teman. Aku sempat mengkhawatirkannya yang pulang pukul tiga dini hari dengan kondisi setengah mabuk. Dia mulai sering bicara tak jelas, padahal Rama adalah orang yang memiliki keahlian public speaking yang bagus.

IDENTITY [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang