“baguslah masih ada anak kaya kamu. Yang sadar capenya orang tua nyari uang” katanya
“bu Reni juga kenapa belum nikah bu. Kan umur ibu sudah cukup matang” tanyaku. Bu Reni saat itu umurnya sekitar 23-24 tahun.
“baru juga putus Vin….” Ucapnya pelan.
“aduh… maaf bu saya ga maksud menyinggung”
“gpp kok…. Soalnya ibu yg mutusin dia. Habis dia minta sex terus sih…” katanya
“tapi ibu gak kasih kan….” Kataku seraya membukakan pintu ruangannya.
“ya ngak lah.. ibu sebagai guru BP kan harus bisa memberi contoh yang baik. Jangan cuma bisa nasehatin orang tetapi diri sendiri gak bener” katanya.
Ku acungkan jempolku ke arahnya. Dia hanya tersenyum.Kuletakkan proyektor itu di sudut ruangan. Sesungguhnya pikiranku cukup terganggu dengan apa yang kulakukan semalam. Ingin sekali ku bertanya pada bu Reni, tapi canggung sekali aku untuk bertanya.
“kok ngelamun Vin..? ada yang mau ditanyakan” bu Reni memecah lamunanku.
Dasar lulusan psikologi, pikirku. Bisa-bisanya dia menebak apa yang kupikirkan.
“kalau ada yang mau di tanyain… jangan di pendam. Kali aja ibu bisa kasih pendapat”
“ada sih.. sedikit bu.. tapi ini aib. Saya takut aib saya tersebar kalau saya cerita sama orang lain” kataku seraya mengambil bangku dan duduk di seberang bu Reni.Bu Reni terdiam, mimik wajahnya mulai serius.
“sudah kewajiban saya untuk menjaga rahasia dari murid-murid saya Vin… termasuk kamu. Jadi apapun yang kamu ceritakan tidak akan saya bocorkan kesiapapun” kata bu Reni.Terdiam sesaat, mempertimbangkan antara bercerita atau tidak. Akhirnya kuputuskan untuk mempercayakan rahasiaku kepadanya. Kuceritakan apa yang terjadi semalam dan sebab kenapa semua itu terjadi. Bu Reni terdiam sesaat.
“tapi kamu gak ngesex kan?” tanyanya
Aku menggelengkan kepala. Bu Reni menghela nafas lalu memajukan tempat duduknya mendekat kearahku.“ini rumit Vin… jujur ibu gak bisa bilang apa-apa” katanya.
Aku tersenyum mendengarnya. “kamu sayang sama ibu dan kakakmu?” tanyanya lagi.
“sayang banget bu.. saya rela ngelakuin apapun demi mereka bahagia..” jawabku
Bu Reni tersenyum.
“ibu juga punya adik laki-laki… seumuran kamu lah”katanya.
“semenjak orangtua kami meninggal hanya dia yang ibu punya. Apapun akan ibu lakukan untuk melindungi dia dari pergaulan yang tidak benar” lanjutnyaAku menarik napas panjang mendengar apa yang dikatakanya. Apa jangan-jangan bu Reni juga punya problem yang sama denganku.
“apa yang kamu pikir benar Vin…, ibu juga punya problem yang sama kayak kamu” katanya
Lagi-lagi dasar lulusan psikiater, batinku.
“ibu pernah mergokin adik lagi nonton film porno… ibu tanya baik-baik, apakah dia punya pacar. Jawabannya tidak” lanjutnya.
Aku terdiam mendengarkan lanjutan ceritanya.
“memang normal untuk anak seumur kamu dan adik ibu untuk mulai punya orientasi sex. Tapi ibu khawatir dia terjerumus jalan yang salah.” Katanya.
“akhirnya saya sebagai kakaknya mencari cara bagaimana agar orientasi sex itu tersalurkan.” Lanjutnya
Aku tersenyum mendengarnya.
“kamu jangan tertawakan ibu… ibu kan juga cewe normal yang punya nafsu..” katanya
Senyumku langsung berubah menjadi tawa kecil.
“tuh kan kamu tertawakan….” Bu Reni cemberut.
“hehehe… gpp bu lanjutkan” pintaku.
“tapi ya hanya sebatas seperti kamu, tanpa aktivitas sex… hanya sebatas handjob, blowjob, dll” katanya
“tapi semenjak kejadian semalam, saya merasa ada perasaan yang berbeda kepada mama dan kakak saya bu” kataku.
Bu Reni tersenyum.
“perasaan kamu adalah alasan ibu mutusin pacar ibu juga Vin…”katanya.
“jadi ibu mulai cinta sama adik ibu?”tanyaku.
Bu Reni mengangguk. Dia menghela nafas dan berkata “yah.. ibu juga ngak tau sampai kapan harus begini Vin….”
“apakah wajar kalau saya mencintai mama dan kakak saya. Seperti cinta antara laki-laki dan perempuan?” tanyaku.
“sulit untuk dikatakan.. antara ya dan tidak…, disatu sisi cinta tidak pernah memiliki batasan, baik itu gender, hubungan, usia, dll… tapi resiko untuk hubungan incest memang cukup serius. Jika sampai lahir anak dari hubungan incest, anak tersebut memiliki resiko cukup tinggi mengalami buta warna” katanya.
“dan hubungan incest itu dilarang keras oleh agama…”lanjutnya.
“tapi itu semua tergantung diri kita masing-masing… ibu percaya tuhan pasti punya maksud tersendiri terhadap umatnya. Seperti saya… saya dan adik saya saling melengkapi”