10

469 55 0
                                    

.

"Maaf ya Jun, gue sebenernya gak mau ninggalin lu begini. Tapi ama aba gue maksa gue cepet pulkam" Yanan merengut sedih, Junhui menepuk kepala yang lebih muda. Menenangkan anak itu yang khawatir padanya.

"Aku gak papa kok Yan, kamu gak usah cemas"

"Tapi tetep aja! Siapa yang bakal ngerawat lu disini? Gak mungkin nenek lu"

"Aku bukan anak kecil, Yan"

"Tapi tingkahlu masih kayak bocah, Jun"

Junhui mencebik, Yanan hanya terkekeh melihatnya.

"Jaga diri baik baik, jangan aneh aneh. Wajib telpon gue setiap hari. Jangan ngelembur. Jaga pola makan. Jangan sakit" Yanan memeluk Junhui erat. Junhui pun membalas pelukannya tak kalah erat.

"Hati hati.."

"Lu juga"

"Penerbangan tujuan Shanghai dengan pesawat Penta Airlines 009 akan segera dimulai. Harap pastikan-"

"Gue duluan ya, Jun"

Junhui mengangguk, membiarkan Yanan mengusak rambutnya lalu menghilang dari pandangan.

"Sendirian lagi..."



.


.



.



"Bu, nenek masih belum bangun?" Junhui berucap dengan lembut. Matanya menatap sendu kearah neneknya yang terbaring lemah diruang rawatnya.

"Masih belum nak, tadi malam nenekmu kejang kejang..."

Junhui memejamkan matanya, benar benar tak bisa mengeluarkan air mata lagi.

"Junhui banyak banyak berdoa ya, biar nenek cepet sadar trus bisa cerita cerita sama Junhui.."

"Iya bu, Junhui selalu berdoa untuk kesembuhan nenek, kok" ucapnya tersenyum lembut.

Ibu yayasan memeluknya, mengusap rambutnya seperti ibu yang merawat anaknya. Memperhatikan nenek Junhui yang terbaring lemah didalam sana.

Tak lama, sang nenek mulai menunjukkan pergerakan.

Bukan, ini bukan seperti yang diharapkannya.

Neneknya, kembali kejang kejang, membuat ibu yayasan berseru panik memanggil dokter dan perawat. Sedangkan Junhui hanya diam saja.

Ia terlalu lelah untuk mencerna semuanya.

.

.

.

"Junhui..yang tabah ya nak, kamu masih punya ibu kok. Panggil ibu kalau ada apa apa ya, nak"

"Iya bu, terimakasih"

Satu persatu manusia disana termasuk ibu yayasan meninggalkan Junhui yang masih setia termenung memandang makam neneknya. Bahkan air matanya tak dapat keluar saking lelahnya.

"Aku mau nyusul kalian, boleh gak?" Tanyanya. Junhui benar benar tak tahu harus apa.

Selama ini, ia bertekad hidup untuk kesembuhan neneknya. Membiayai neneknya, menjaga dan merawat neneknya. Satu satunya keluarga yang ia punya.

Sekarang, ia sendirian. Untuk siapa ia hidup?

Bisikan bisikan asing mulai terdengar, Junhui menutup telinganya, berteriak dan meracau untuk menghilangkan kebisingan diotaknya. Tapi nihil, suara suara itu terus memenuhi isi otaknya, membuatnya tercekat dan sulit bernafas.

About [Junhui & Svt 96L] - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang