"Ugh"
Aku menutup mulutku ketika ingin muntah, kenapa aku harus mabuk kendaraan padahal biasanya aku baik-baik saja.
"Ma, pusing"
"Sabar ya, sebentar lagi sampai"
Aku pasrah dan memejamkan mataku berharap rasa pusingku sedikit mereda. Mama mengusap keringat di dahiku, mabuk di dalam kendaraan memang sangat menyiksa.
"Jangan ada yang bergerak!"
Saat aku membuka mataku, aku terkejut melihat dua pria dewasa memakai topeng sedang menodongkan pistol. Entah itu asli atau palsu tapi tetap menyeramkan.
"Serahkan harta kalian atau ku tembak!"
Salah satu dari pria itu merampas tas dari seorang wanita, namun wanita itu berusaha mempertahankan tas miliknya.
"Lepaskan ini milikku!"
Dor!
Ketegangan di ruang kendaraan semakin meningkat saat salah satu dari penjahat itu menembak wanita tersebut. Suasana menjadi kacau, semua penumpang ketakutan. Gempa memeluk mama karena syok dan takut, begitu juga denganku. Tiba-tiba tubuhku ditarik paksa oleh pelaku penembakan dan sebuah pistol diarahkan ke kepalaku.
"Lepaskan anakku!"
"Diam atau ku tembak juga anakmu!"
Mama hanya bisa menatap khawatir, sementara Gempa sudah menangis. Sekarang nyawaku berada di tangan penjahat ini. Mereka merampas harta dari semua penumpang termasuk mamaku. Aku pikir setelah ini aku akan dilepaskan namun ternyata salah. Penjahat ini mengancam supir untuk berhenti lalu membawaku keluar dari bus sebagai tawanan.
"Mama!"
"Lepaskan anakku!"
Aku hanya bisa menangis berharap ada pahlawan yang menyelamatkanku.
"T-tolong lepaskan anakku. Aku sudah menyerahkan semua hartaku," ucap mama memohon.
"Nih ambil," pria itu mendorongku hingga jatuh tersungkur.
Dor!
"Argh"
Dengan kejamnya, pria itu menembak mama dan pergi begitu saja menaiki mobil yang diduga sekongkolannya.
"Mama!" aku panik melihat bahu kirinya mengeluarkan darah. Takut jika peluru itu mengenai jantungnya.
"Tolong!"
Aku berteriak sekencang mungkin. Beberapa orang mulai mengerubungi dan berusaha menghentikan pendarahannya.
"Uncle tolong selamatkan mamaku," kataku memohon.
"Tenang dik, mamamu akan kami selamatkan. Fang cepat panggilkan supir, kita bawa dia ke rumah sakit!", pria bernama Fang itu langsung menelpon supirnya. Beberapa saat kemudian mobil hitam datang dan kami segera menuju ke rumah sakit. Tidak lupa aku membawa Gempa yang masih menangis ketakutan.
•°•°•°•°•°•°•
Suasana begitu tegang. Mama sedang dioperasi sementara kami berempat menunggu di depan pintu operasi. Gempa sudah berhenti menangis setelah dua pria yang menyelamatkan mamaku berusaha menenangkannya. Aku terus menatap pintu operasi dengan harapan kuat, berharap seorang dokter keluar dan berkata "pasien berhasil kami selamatkan" bukan "kami sudah berusaha semaksimal mungkin".
"Kak, mama tidak akan meninggalkan kita kan?" tanya Gempa.
"Tidak Gem, mama kan kuat," jawabku seadanya.
"Dek," aku menoleh menatap pria yang memanggil kami dengan sebutan adek.
"Adek jangan khawatir. Aku yakin mama kalian akan selamat," ucapnya. Dia mengusap kepalaku dan tersenyum.
Aku memperhatikan pria ini dengan seksama, warna matanya mirip denganku. Wajahnya sangat tampan, tipe pria impian para wanita. Dilihat dari penampilannya, dia tampak seperti orang kaya. Beberapa orang yang lewat menyempatkan diri untuk melirik atau berbisik dari kejauhan. Mungkin mereka terpesona karena ketampanannya.
"Kalau boleh tau nama kalian siapa?" tanya pria itu dengan ramah.
"Namaku (Name) dan ini adikku Gempa," jawabku dengan sopan.
"Apa kalian tau nomor handphone papa kalian atau saudara mamamu agar uncle bisa menghubunginya?"
"Tidak tau, ponsel juga mama dicuri," jelas ku sambil menggelengkan kepala. Ayolah aku sendiri tidak tau mama mempunyai saudara atau tidak, apalagi tentang papaku.
"Maaf kalau tidak sopan, nama mamamu siapa?"
"Namanya Taufan Cyclone"
Wajah pria itu tampak terkejut namun dengan cepat dia menetralkan kembali ekspresinya. Ada yang salah kah dengan nama itu? Atau orang ini mengenal mamaku? Aku mengurungkan niatku untuk bertanya ketika pintu operasi dibuka diikuti oleh beberapa dokter yang mendorong brankar tempat dimana mama dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Dok, bagaimana keadaan pasien?" tanya pria bermata merah tadi.
"Pasien berhasil kita selamat dan beliau sedang dalam proses pemulihan"
Aku bernafas lega mendengar penjelasan dokter. Untunglah mama selamat kalau tidak siapa yang akan mengurus kami berdua. Kan tidak lucu kalau jadi gembel atau ngemis dijalan demi sesuap nasi. Dokter itu kemudian izin pergi meninggalkan kami berempat.
"Li kita harus pergi mereka sudah menunggu kita dari tadi," bisik pria berkacamata namun masih bisa didengar olehku.
"Tapi siapa yang akan menjaga mereka?"
"Tenang aku sudah menghubungi seseorang untuk menjaga mereka"
"Yakin?"
"Iya, sudah cepat nanti kita kena omel"
"Iya-iya cerewet banget"
Pria bermanik merah itu mensejajarkan tingginya denganku.
"Dek kami pergi dulu, uncle janji nanti kesini lagi"
Aku menghentikan pria itu ketika baru berjalan beberapa langkah.
"Maaf nama uncle siapa?"
Dia tersenyum dan aku hampir terpesona oleh ketampanannya.
"Namaku Halilintar Thunderstorm. Panggil saja Hali", namanya mirip gledek. Kira-kira dia bisa nyetrum nggak ya?
"Uncle Hali makasih sudah menyelamatkan mamaku," kataku.
"Sama-sama"
Aku terus memperhatikannya sampai mereka hilang dari pandanganku.
"Yuk Gem kita ke mama," aku menggenggam tangan Gempa menuju tempat dimana mama sedang dirawat. Semoga mama cepat sadar.
•°•°•°•°•°•°•
Halilintar menyenderkan punggungnya di kursi mobil. Pikirannya terus melayang pada orang yang baru saja dia selamatkan.
"Li"
"Hm"
"Kau tau pria yang kita selamatkan tadi sangat mirip dengan Taufan"
"Ya, namanya juga mirip. Aku yakin dia Taufan yang selama ini aku cari," tambah Halilintar, matanya bersinar penuh keyakinan.
"Oh ya, anak perempuan tadi juga sangat mirip denganmu. Apalagi mata merahnya persis sekali dengan keturunanmu," ujar Fang.
Halilintar kembali memikirkan penampilan bocah perempuan tadi. Wajahnya memang sangat mirip dengan Halilintar terutama mata merah ruby nya.
"Fang, hubungi Sai. Aku ingin dia datang ke sini dan mencari informasi tentang dua anak itu terutama Taufan"
Fang merogoh sakunya dan menekan salah satu nomor di ponselnya. Halilintar berharap kebenaran akan segera terungkap.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Mother
RandomBagaimana perasaanmu jika tiba-tiba kamu bereinkarnasi di dunia omegaverse dan menjadi anak dari seorang lelaki omega?