18

249 32 7
                                    

Bel istirahat berbunyi, Taufan dan Blaze berjalan ke kantin untuk mengisi perutnya yang kosong.

"Sumpah tadi soalnya susah banget," keluh Blaze.

"Iya kah? Perasaan gampang banget," ucap Taufan.

Blaze memutar matanya ke samping."Ya iyalah gampang kan kamu pintar matematika."

Ketika sedang berjalan, Taufan merasakan panggilan alam yang tidak bisa ditunda.

"Blaze, aku ke toilet dulu ya nanti aku nyusul," kata Taufan sambil tersenyum.

"Iya, tapi jangan lama-lama ya," ucap Blaze dengan hangat.

Taufan mengangguk dan berjalan menuju toilet. Sesampainya di sana, dia masuk ke salah satu toilet yang kosong. Setelah selesai dengan rutinitasnya, Taufan mencuci tangan di wastafel. Namun ketika hendak keluar, tiba-tiba tangannya ditarik ke belakang hingga terjatuh. Pupil matanya bergetar setelah melihat siapa pelakunya.

Waktu berlalu, dan bel masuk kembali berbunyi. Blaze merasa cemas karena Taufan belum kunjung kembali. Blaze pun memutuskan untuk mencari Taufan di toilet.

Blaze membuka pintu toilet dan terkejut melihat tiga orang tidak dikenal sedang membully Taufan. Mereka menendang dan memukul Taufan. Sementara Taufan meringkuk di lantai, berusaha melindungi tubuhnya yang lemah.

"Berhenti!" teriak Blaze dengan marah. Dia segera menghampiri dan menarik salah satu pembully dari Taufan, lalu menghajar mereka tanpa ampun.

"Beraninya kau mengganggu temanku!" teriak Blaze sambil memukul pembully lainnya.

Keributan itu menarik perhatian siswa-siswa lain dan toilet pun menjadi ramai. Akhirnya, beberapa anggota OSIS datang untuk memisahkan mereka.

"Sudah, sudah, hentikan!" seru salah satu anggota OSIS. "Semua ikut kami ke ruang BK sekarang!"

Blaze, Taufan, dan ketiga pembulli dibawa ke ruang BK untuk diinterogasi. Di sana, sebut saja Pak Tarung sebagai guru BK menatap mereka dengan tajam.

"Apa yang terjadi di toilet tadi?" tanya Pak Tarung dengan suara tegas.

Blaze mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Pak, saya melihat mereka sedang membully Taufan. Mereka menendang dan memukul teman saya. Saya tidak bisa diam saja jadi saya menolong Taufan pak."

Pak Tarung mengangguk, lalu menatap Taufan."Apakah itu benar Taufan?" tanyanya.

Taufan dengan kepala tertunduk mengangguk. "Iya, Pak. M-mereka membully saya."

Pak Tarung menatap tajam ke arah para pembully. "Kalian bertiga akan dihukum membersihkan sekolah selama satu minggu. Orang tua kalian juga akan dipanggil sebagai peringatan. Bullying tidak akan pernah ditoleransi di sekolah ini."

Dalam hati Taufan merasa senang. Biasanya tidak ada satu orang pun yang menolongnya saat dibully, tetapi kali ini ada Blaze yang berani membelanya. Untuk pertama kalinya, Taufan memiliki teman yang peduli kepadanya.

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Taufan dan Blaze berjalan bersama menuju gerbang sekolah.

"Blaze, aku ingin mengucapkan terima kasih atas bantuanmu tadi siang," kata Taufan sambil menundukkan kepala.

Blaze tersenyum dan menepuk bahu Taufan dengan lembut. "Tidak apa-apa, Taufan. Kita ini teman, sudah seharusnya aku membantumu."

Taufan mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku benar-benar berterima kasih. Selama ini, tidak ada satu pun yang mau membelaku saat aku dibully."

Blaze menghentikan langkahnya dan menatap Taufan dengan serius. "Mulai sekarang, kamu tidak sendirian lagi. Aku akan selalu ada untukmu. Jangan pernah ragu untuk minta bantuan."

He's My MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang