22

219 32 4
                                    

Setelah pertemuan di restoran, Halilintar dan Taufan diberikan waktu beberapa hari untuk saling mengenal lebih dalam sebelum hari pernikahan mereka tiba.

Menurut Taufan setelah beberapa hari bersamanya, Halilintar adalah sosok yang ramah dan baik hati. Setiap kali mereka bertemu, Halilintar selalu tepat waktu dan menunjukkan sikap hormat yang membuat Taufan merasa dihargai.

"Aku ingin kita lebih dekat dan mengenal satu sama lain," itulah ucapan Halilintar ketika mengajak Taufan keluar untuk kencan.

Ajakan-ajakan seperti ini bukan hanya sekali dua kali, melainkan berulang kali. Halilintar selalu mencari alasan untuk menghabiskan waktu bersama Taufan, mulai dari makan malam hingga jalan-jalan di taman.

Taufan merasa senang karena akhirnya menemukan orang yang baik dan tulus selain Tok Aba dan Blaze. Dalam setiap momen yang mereka lalui bersama, Taufan merasakan kenyamanan dan ketenangan yang berbeda. Setiap kali Halilintar tersenyum atau tertawa, Taufan merasa hangat di dalam hatinya.

Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari hobi hingga impian masa depan. Halilintar dengan sabar mendengarkan setiap cerita Taufan, memberikan tanggapan yang membuat Taufan merasa didengar dan dipahami. Di sisi lain, Halilintar juga berbagi tentang kehidupannya, menunjukkan sisi lembut dan perhatian yang semakin membuat Taufan jatuh hati.

Waktu terus berlalu, dan setiap hari yang mereka habiskan bersama semakin mempererat ikatan di antara mereka. Taufan mulai menyadari bahwa Halilintar bukan hanya sekadar calon suami, tapi juga teman yang bisa dia andalkan dan tempat dia berbagi segala cerita hidup.

Hari pernikahan yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Di sebuah gedung megah yang dihiasi dengan bunga-bunga indah dan lampu-lampu gemerlap, Halilintar dan Taufan berdiri di hadapan para tamu undangan yang terdiri dari keluarga, teman-teman, dan orang-orang penting. Senyum bahagia terpancar dari wajah mereka berdua saat mereka menerima ucapan selamat dan doa dari semua yang hadir.

Setiap ucapan selamat dan pelukan hangat dari para tamu menambah kebahagiaan di hari istimewa itu. Namun, di tengah keramaian dan keceriaan ada satu perasaan yang menyelimuti hati Taufan. Dia ingin sekali atok nya datang dan memberikan ucapan selamat sambil memeluknya.

Saat upacara pernikahan berlangsung dan janji suci diucapkan, Taufan menutup matanya sejenak, membayangkan Tok Aba ada di sana, tersenyum dan memberkatinya dari kejauhan.

Ketika acara berlanjut ke resepsi, Taufan meluangkan sedikit waktu untuk merenung. Di sudut ruangan, dia menatap langit malam melalui jendela besar, dalam hati dia berbisik, "Atok, aku berharap kau bisa melihat ini. Aku sangat merindukanmu."

Air mata haru mengalir di pipinya, namun segera dia menghapusnya dan kembali tersenyum, karena dia tahu bahwa atok nya pasti bangga dan bahagia melihat cucunya menikah dengan orang baik.

Setelah menikah, Taufan mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya di rumah mewah milik Halilintar. Rumah tersebut megah dengan taman yang indah dan kamar-kamar yang luas, tetapi yang paling membuat Taufan nyaman adalah sikap Halilintar yang selalu romantis dan perhatian.

Terkadang, Halilintar pulang membawa seikat bunga segar dan makanan kesukaan Taufan, atau kejutan-kejutan kecil yang selalu membuat Taufan tersenyum. Di momen-momen seperti itu, Taufan merasa dirinya begitu beruntung memiliki suami yang begitu peduli.

Suatu hari, ketika Taufan jatuh sakit, Halilintar dengan sigap membawanya ke rumah sakit. Selama di sana, Halilintar tak pernah meninggalkan istrinya hanya untuk memastikan bahwa Taufan mendapatkan perawatan terbaik. Kekhawatiran yang terpancar di wajah Halilintar membuat Taufan merasa terharu. Perhatian dan kepedulian Halilintar mengingatkannya pada Tok Aba. Dia ingat betapa atok nya dulu selalu berada di sampingnya saat dia sakit dan kini Halilintar mengisi peran itu dengan sempurna.

•°•°•°•

Malam hari, Taufan duduk di ruang tamu, matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang terus berdetak. Dia menunggu kepulangan Halilintar yang telah pergi selama beberapa hari di luar kota. Walaupun malam semakin larut, namun Taufan tetap setia menunggu.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu membuat Taufan tersentak dan segera bangkit dari duduknya. Dengan langkah cepat, dia menuju pintu dan membukanya. Di sana, berdiri Halilintar dengan senyuman yang hangat, membawa sebuket bunga indah dan sekotak coklat.

"Akhirnya kau pulang."

Halilintar tersenyum lembut dan memberikan bunga serta coklat itu kepada Taufan. "Ini untukmu," katanya dengan nada hangat.

Taufan menerima bunga dan coklat tersebut dengan mata berbinar, perasaan senang mengalir di hatinya. "Terima kasih, Hali," ucapnya tulus.

Tidak bisa menahan perasaannya, Taufan langsung memeluk Halilintar dengan erat. Halilintar membalas pelukan itu dengan lembut, mengusap punggung Taufan dengan penuh kasih sayang.

Mereka berpelukan sejenak, merasakan kehangatan dan kebahagiaan dari pertemuan yang telah lama dinantikan. Setelah itu, mereka masuk ke dalam rumah, siap menikmati malam bersama dengan hati yang penuh cinta.

Paginya, Taufan bangun lebih awal dan bersiap-siap di dapur untuk memasak. Aroma harum dari capcay, ayam kecap, dan kepiting asam manis memenuhi udara. Ketiga hidangan ini adalah makanan kesukaan Halilintar, dan Taufan ingin memberikan kejutan yang menyenangkan sebagai perayaan kepulangan Halilintar.

Setelah semua makanan tersaji rapi di meja, Taufan tersenyum puas melihat hasil karyanya. Tepat pada saat itu, Halilintar turun dari tangga dengan mengenakan kaus santai. Dia berhenti sejenak di ambang pintu ruang makan, matanya melebar melihat semua hidangan favoritnya tertata rapi di meja.

"Taufan, kau memasak semua ini?" tanya Halilintar dengan nada terkejut sekaligus senang.

Taufan tersenyum dan mengangguk. "Iya, semoga kau suka."

Halilintar mendekat dan memeluk Taufan sejenak. "Terima kasih, Taufan. Aku sangat menghargainya."

Mereka kemudian duduk bersama di meja makan, menikmati hidangan yang telah disiapkan dengan penuh cinta. Halilintar mencicipi setiap hidangan dengan antusias, matanya berbinar menikmati setiap gigitan.

"Masakanmu benar-benar enak," puji Halilintar dengan tulus. "Kau benar-benar berbakat memasak."

Taufan tersenyum bahagia mendengar pujian itu. "Aku senang kau menyukainya," jawabnya dengan lembut.

Pagi itu menjadi momen istimewa bagi mereka, penuh dengan kebahagiaan dan kehangatan dari hidangan yang disajikan dan dinikmati bersama.

Siang itu, Halilintar menghampiri Taufan dengan wajah terlihat lelah. "Fan, badanku pegal," keluhnya pada Taufan.

"Sini, biar aku pijat," ucapnya sambil menepuk sofa kosong di sampingnya. Halilintar kemudian mengambil posisi tengkurap.

Dengan telaten, Taufan mulai memijat bahu dan punggung Halilintar, menggunakan tekanan yang pas untuk meredakan pegal. Halilintar menghela napas panjang, merasakan pegal di tubuhnya perlahan menghilang.

"Terima kasih, Taufan. Pijatanmu benar-benar membantu," kata Halilintar dengan suara yang mulai terdengar lebih rileks.

Taufan terus memijat dengan penuh perhatian, memastikan setiap gerakan memberikan kenyamanan. "Aku senang bisa membantu. Istirahatlah yang cukup."

Perlahan, pijatan Taufan membuat Halilintar semakin rileks. Matanya mulai terpejam, napasnya menjadi lebih teratur. Tak lama kemudian, Halilintar tertidur dengan posisi masih tengkurap.

Melihat Halilintar tertidur, Taufan berhenti memijat dan membenarkan posisi tidurnya. Setelah itu, dia menutupi tubuh Halilintar dengan selimut tipis. Dia duduk di sampingnya, memandangi wajah Halilintar yang tenang dalam tidurnya, merasa puas telah membuatnya merasa lebih baik.

Dalam hatinya, Taufan berharap agar momen seperti ini bisa berlangsung selamanya. Dia berharap kebahagiaan dan kedamaian yang dia rasakan saat ini tidak akan pernah berakhir.

"Semoga kita selalu bisa bersama seperti ini," bisik Taufan pada dirinya sendiri. "Karena hanya kau satu-satunya yang peduli kepadaku."















Bersambung

He's My MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang