Berguru pada Suhu

14 5 0
                                    

Masih dengan mengunyah perkedel, Geeta menatap kakaknya. “Tenang, gue bisa bantu.” kata Geeta menenangkan sang kakak.

“Caranya?”

“Lima puluh,” ujar Geeta menaikkan lima jarinya kehadapan Argo.

***

“Berpikir tentang Anteridya adalah pendekatan untuk memecahkan masalah dalam mencari cinta Dektora, dengan ide yang tidak umum, serta konsep yang logis, sistematis dan tidak terlalu dramatis.”

Argo terdiam memandang sang adik. “Maksoed loeh?”

“Maksud gua, Lo harus punya cara yang gak umum. Contohnya, orang udah sering ngasih hadiah bunga atau coklat buat gebetannya. Nah Lo harus beda kak...” jelas Geeta.

“Beda? Terus gue harus gimana? Gua kasih hadiah apa?”

“Eum... Bentar...” ucap Geeta sedikit berpikir.  “Gimana kalo ngasih helm?” tutur Geeta antusias.

Argo mengerutkan dahi. “Helm?”

Geeta mengangguk. “Iya! Biar beda dari yang lain.”

Argo mengangguk, menatap adiknya dengan seksama. “Dia gak bisa naik motor. Helm-nya mau dia pake kemana?” tanya Argo.

Geeta menghela napas. “Kalo dia gak punya motor, ya berarti make motor punya Lo. Lo bonceng dia. Kasih dia helm. Gitu aja gak ngerti!”

“Tapi helm Lo udah ada. Dia sering pake helm lo.”

Geeta tersenyum miris. “Jadi Lo gak mau kasih dia sesuatu yang khusus?”

“Ck, mau lah.”

“Maka dari itu Lo harus nyiptain konsep yang sistematis. Yang tertata dan pasti bakalan terjadi.” ujar Geeta dengan menggebu. “Gini. Kalo Lo ngasih Dora helm, Lo bisa ngajak dia berangkat dan pulang bareng. Terus, effort Lo juga lebih kerasa disaat Lo ngasih dia helm.” jelas Geeta panjang lebar. “Seenggaknya Lo gak kalah sama tukang ojek.”

Argo menyenderkan punggungnya. “Kenapa harus helm? Kenapa gak jam tangan? Atau engga tas?”

Geeta lagi-lagi menghela napas. “Kak, gini. Kalo Lo beliin dia jam tangan, bakal cepet rusak. Kalo Lo beliin dia tas, pasti gak akan kepake karena cewek punya banyak tas. Lagian, kalo Lo beliin helm. Itu tandanya Lo memberi surat tersirat.”

“Surat tersirat?”

Geeta mengangguk. “Helm kalo dipake gunanya apa? Melindungi, kan?”

Argo mengangguk. “Terus?”

“Itu berarti, Lo berdedikasi untuk melindungi Dora dari marabahaya sampai maut memisahkan!” ungkap Geeta bersemangat dengan wajah watadosnya.

~~~

“Hebat juga ya adek lo.” puji Artas. “Dia tau cara buat kesan yang menarik.” lanjut Artas.

“Tapi kakaknya begoan. Sayang benget.” imbuh Adren sedikit menertawakan Argo.

“Gue heran. Kok harus pake tantangan gini. Bukannya kalo pake misi-misi itu artinya gue jadiin Dora taruhan?” tanya Argo menatap Artas, Artos, dan Adren.

“Iya. Tergantung Lo. Lo mau jadiin Dora taruhan, atau mau Dora didapetin orang yang salah?” tanya Gara tiba-tiba.

Argo berbalik, diikuti yang lain menatap Gara dari arah pintu. “Lo jadiin dia taruhan, atau mau taruhin kehidupannya?” lanjut Gara sekali lagi.

Dahi Argo mengerut. “Maksud Lo?”

“Lo yang serius lah bro! Taruhin apaan?” tambah Artos bertanya heran.

Gara berjalan mendekat, dan duduk di salah satu sofa menghadap Argo. “Lo liat.” ucap Gara, menunjukkan selembar amplop di atas meja.

“Wehh... Ini apaan?” tanya Artos penasaran.

PLAK...

“Lo diem! Cerewet Lo!” tukas Artas menampok bibir sang kembaran.

***

“Go, Lo mau Go atau No?” tanya Artas.

“Kalo aku sih Yes.” ujar Adren.

“Gue mah no koment.” imbuh Artas.

Argo berpaling menatap Gara. “Menurut Lo?”

Gara mengidikkan bahu. “Terserah lo.”

@rnndt_sfyn 

"SEBANGKU" END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang