17

143 28 25
                                    

Pagi di dalam kamar bernuansa silver itu terlihat Irish yang duduk menatap kaca sembari mempoles wajahnya yang pucat dan mata yang bengkak dengan make up sedikit tebal kali ini. Wajah yang biasanya terlihat ceriah, pagi ini hanya menatap pantulan dirinya dengan muka tak bereskpresi. Semalam Irish menangis begitu pilu dan pagi ini ia terus-terusan mual membuat Irish semakin tak bersemangat untuk memulai harinya untuk bekerja. 

Clek

Pintu kamar itu terbuka dan menampilkan Seulgi dengan pakaian rapih nya tengah tersenyum kepada Irish. Seulgi berjalan mendekat ke Irish dan duduk di sampingnya.

"Kau yakin hari ini bekerja?" tanya Seulgi sembari mengamati lekat wajah sahabatnya yang terlihat murung kali ini.

Tak ada jawaban beberapa saat, hingga kemudian Irish membuang napasnya dalam-dalam dan mengembangkan senyumannya menoleh ke Seulgi. Irish mengangguk pasti dan mencoba untuk tidak membuat sahabatnya khawatir.

Seulgi terlihat sedih menatap sahabatnya ini, "Mau aku izinkan saja? kau semalam sudah banyak menangis dan aku khawatir dengan kondisimu"

Irish menggeleng, "Gwenchana, aku tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Jika aku diam di rumah maka aku akan semakin sedih"

Seulgi pun tak mau memaksa dan hanya mengangguk, "Baiklah, kau memang tak boleh sedih, kasian keponakanku disini" ujar Seulgi sembari mengelus perut Irish yang memang terlihat sedikit membuncit. 

Tentu Irish berusaha sekeras mungkin untuk melupakan kejadian semalam. Irish hanya tak ingin janinnya ikut merasa sedih karena perkataan Sean semalam. Ia sudah bertekad untuk bersikap tak peduli pada Sean atau apapun itu terkait pria itu. Irish hanya tak ingin sedih dan membuat tubuh nya lemah atau bahkan membuat janinya kenapa-napa.

Seulgi lalu menatap Irish lagi, " Setelah pulang kerja kita harus ke dokter, kau tak lupa bukan?"

Irish hanya mengangguk menuruti saja apa kata sahabatnya tersebut. Ia memang harus berkonsultasi ke dokter karena sampai saat ini ia bahkan belum membicarakan kehamilannya pada dokter masa kecilnya itu. Kedua orangtuanya juga sudah mengingatkan Irish untuk segera melakukan konsul namun Irish selalu lupa. 

Akhirnya pagi itu Seulgi mengantarkan Irish masuk kerja dan akan menjemputnya lagi ketika sudah jam pulang kerja. Irish masuk ke gedung bertingkat itu dengan wajah ceriahnya menyapa orang-orang disana. Irish benar-benar mencoba untuk terlihat bahwa ia baik-baik saja dan seakan-akan semalam tidak pernah terjadi apa-apa. 

"Bae Irish!" sapa Suho dari arah depan gedung membuat Irish menoleh dan tersenyum begitu lebar. Irish melambaikan tangannya dan Suho pun berlari kearah wanita yang disukainya itu.

Suho berhenti di depan Irish dengan senyum lebarnya, "Selamat pagi"

"Selamat pagi Suho-ya"

"Bagimana pagi mu hari ini?"

Irish nampak seperti berpikir kemudian bersendekap di dada, "Hm, bagaimana aku harus menjawabnya?"

Suho terkekeh dan menggandeng tangan Irish, "Kau terlihat sangat cantik hari ini"

Pujian Suho itu membuat Irish tertawa dan membiarkan temannya itu menggandeng tangannya masuk ke dalam lift. Saat mereka sudah masuk kedalam lift, Irish melihat didepan sana ada Sean yang berdiri di depan pintu lift dan tatapan mereka bertemu satu sama lain. Irish hanya menatap datar pria yang juga tengah menatapnya itu, bahkan tatapan Sean sudah jatuh pada gandengan tangan Suho di tangan Irish. Kemudian terdengar suara Suho yang mengajak Sean untuk segera masuk.

"Ayo, kau tak masuk?"

Sean mendongak menatap Suho sejenak lalu melangkahkan kakinya memasuki lift dan berdiri di depan Irish dan Suho yang ada di belakangnya. Suasana di dalam lift itu begitu tenang, namun tidak dengan hati Sean yang terus-terusan merasa bersalah karena kejadian semalam. 

Hello Spring Day! (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang