Vania mengerjapkan matanya saat merasakan pusing yang hebat dan perutnya yang menjerit kelaparan . Sinar matahari masuk menerobos ke tempat yang ia tidur saat ini . Matanya berputar demi mengenali tempat ini , kamar tidur dengan warna monokrom mendominasi , ini bukan kamarnya . Lalu , dimana dia? Belum sempat berpikir karna bingung , ia dikagetkan dengan suara lembut seorang cowok jangkung bermata sipit . Itu Alfian .
" Loh , kok ? Kenapa gue bisa ada di apartemen lo? " tanya Vania langsung tanpa basa basi
" Hhh .. mending lo makan dulu ya kak , lo pasti pusing kan ? " balas Alfian malah kembali melemparkan pertanyaan pada Vania . Vania mendengus , namun tangannya tetap meraih mangkuk sup di dalam nampan lalu memakannya dengan tenang . Ini sup rumput laut . Tak lama kemudian , Vania menyudahi makannya dengan meneguk segelas air putih yang juga terletak dalam nampan , ia masih belum sadar jika sedari tadi mata Alfian menatapnya lekat . Barulah ketika ia mengangkat pandangannya , netra abu gelap miliknya beradu dengan netra selegam malam milik Alfian .
" Hm , kenapa lo ngeliat gue segitunya? Mau bilang kalo gue ngerepotin lo ? Iya gue - " Vania hampir nyerocos jika Alfian tak segera memotong ucapan cewek itu yang terlihat seperti merasa bersalah tapi juga terlihat kesal .
" Kak , please yaa .. gue kayaknya dari tadi diem aja deh , tenang oke . Gue gak tau seberat apa masalah yang lo alamin , tapi gue gak bakal jadi orang yang bakal langsung menghakimi lo walaupun gue liat dengan mata kepala gue sendiri lo mabuk dan keliatan kacau , gue bakal pura pura gak tau , lo tenang aja " ucap Alfian menatap netra ab itu lurus lurus . Ada kesedihan dan kekosongan disana , Vania pasti punya masalah yang memberatkan dirinya , mungkin saja segala bentuk ketegasan dan pembelaannya terhadap korban bully di sekolah selama ini adalah bentuk pertahanan dirinya .
" Gu .. gue mau pulang , tolong anterin gue ke basement " gagap Vania . Ia syok sekaligus sedikit tersentuh . Dari awal pertemuannya dengan cowok bernama Alfian ini , ia memang sudah tak paham kemana arah pikiran cowok ini . Ia telah melihat sisi rapuh seorang Vania , namun ia memilih berpura pura tak tau bahkan malah menenangkan gadis itu . Vania sedang trauma dengan sikap baik cowok , jadi tolong dia tak ingin berharap banyak pada cowok yang bahkan baru beberapa hari ini ia kenal secara tak sengaja .
Alfian mengangguk , ia mengutak atik ponselnya untuk beberapa saat lalu mengajak Vania untuk turun ke basement agar gadis itu merasa aman . Mungkin Vania masih dalam kondisi mental yang kacau karna kejadian kemarin . Sesampainya di basement , Alfian segera pamit untuk kembali ke unitnya .
" Kak , gue naik ya . Oh ya , gue udah pesen grabcar buat lo , lagi jalan kesini , tenang aja gak lama lagi drivernya datang kok , lo jangan takut ya , gue duluan " pamitnya sambil melambai di depan wajah Vania . Vania hanya mampu mengangguk dan menyaksikan kepergian Alfian dengan tatapan heran .
Kok .. dia aneh ya ? Batin Vania bingung
Haii , emm .. kenapa di awal keliatannya udah ada aja konflik yang muncul ? Jawabannya karna story ini mungkin bakal nguras banyak banget emosi dari awal sampai akhir . So , siapin diri dari sekarang , okey .
Bye , see you on next chapter , dear .
With love , purpleukhty
KAMU SEDANG MEMBACA
My Traumatic Girl
Teen FictionVania Denara Ruqasyah . Dia terkenal di Mediterania High School karna tak ada satupun siswa atau siswi yang berani membantahnya . Bukan , dia bukan cewek kasar yang suka membully , justru ia lah yang seringkali menyelematkan korban bully itu sendiri...