27

4 1 0
                                    

Vicky benar-benar meninggalkan Terresia sendirian di mall tadi, buktinya sekarang ia sudah berada dirumahnya. Namun entah kesialan apa yang menimpanya, sekarang ia malah bertemu kakaknya di ruang tamu. Cewek itu tengah berdiri sambil bersidekap dada, menatap Vicky dengan sinis dan tajam

" Darimana lo? Pulang sekolah bukannya langsung balik malah keluyuran " ucap Vella menatap Vicky sinis

" Urusan lo apa? Minggir kak, gue mau lewat " balas Vicky masih berusaha sabar

" Lo apain lagi Vania ki? Lo beneran mau bikin dia gila ya? Kenapa lo ngelakuin ini semua ki? Sampai sejauh ini, gue gak pernah tau apa yang jadi tujuan lo sampe bersikap gitu ke Vania, soal Mahendra lo bohong kan? Lo kan yang bikin dia sama adiknya berantem? Apa sih tujuan lo? Jangan sampai lo nyesel ki, gue gak tanggung jawab kalo suatu saat lo salah sasaran " ucap Vella mencoba memberitau adiknya. Walaupun Vicky yang sekarang jahat dan penuh tipu daya, dia tetap adik Vella yang ia sayangi setulus hati layaknya adik-kakak yang normal

Vicky terdiam , ia tak bisa membalas ucapan Vella. Entah mengapa perkataan Vella berhasil mengusik sedikit sesuatu yang ada dalam diri Vicky. Vicky menggeleng, ia tak boleh terpengaruh karna ucapan Vella. Ia memang harus membalaskan dendamnya pada Vania. Apapun yang akan jadi resikonya. Akhirnya ia memilih untuk segera memasuki kamarnya dan beristirahat, hari ini begitu banyak hal yang terjadi membuat Vicky lelah fisik maupun jiwa.

❄❄❄

Anggun sedang dijalan kembali ke mansiom setelah mengantar Debby dan Vania pulang. Ia bersenandung riang, mood nya sedang bagus saat ini. Mansionnya sudah terlihat, ia melajukan sedikit mobilnya untuk segera sampai dirumah. Saat sudah sampai, Anggun heran. Sebuah mobil yang ia kenali namun tak pernah ia harapkan keberadaannya sudah terparkir rapi dihalaman mansion. Ia buru-buru turun dar mobil dan segera memasuki pintu utama mansion, saat pintu terbuka ia disuguhkan pemandangan yang membuat darahnya mendidih, seorang maid disiksa oleh adik tirinya.

" Ampun non Gwen, tadi saya tak memperhatikan rasanya, ampun .. " mohon pelayan itu putus asa, kakinya hampir tak dapat lagi di kenali, darah merembes ke dinding mansion yang semula berwarna putih

" Lo sengaja kan? Mau bikin gue mati, iya? Sialan lo, mati lo, mati " cewek yang dipanggil Gwen itu tak peduli, ia terus menghantamkan sebuah besi ke arah dua kaki pelayan itu tanpa ampun

" Gwen! Berhenti! " ucap Anggun dingin . Gwen seketika menghentikan gerakannya, membuat si pelayan terbaring lemah tak berdaya

" Hai kakak, udah lama ya gak ketemu? Kakak baru pulang ya dari main sama temen kakak? Pasti capek, kan? Gwen buatin susu mau? " balas Gwen tampak tak merasa takut dengan Anggun.

" Pergi sebelum papa ngeliat lo disini! Ngapain lo pulang? Udah gak punya pelanggan lagi yang mau nikmatin tubuh lo? " Anggun tak menanggapi Gwen, ia makin menatap tajam cewek itu

" Hahahaha, santai kak. Gue cuman mau jalan-jalan aja kok. Emang gak boleh gue ngunjungin rumah gue sendiri? " Gwen tertawa renyah, jenis tawa meremehkan membuat Anggun semakin emosi

Bugh!

" GAK ADA LAGI TEMPAT BUAT LO DIRUMAH INI SEMENJAK LO BUNUH NYOKAP GUE! PERGI LO PEMBUNUH! JANGAN SAMPE LO MATI DITANGAN GUE, GWEN " emosi Anggun membogem wajah Gwen hingga cewek itu terduduk. Gwen nampak menyeringai jahat

" Oke gue pergi, oh ya kak, lo lagi nyari orang yang lempar kepala temen lo sampe pingsan kan? Itu gue, dan lo gak bisa hentiin gue kali ini, sampai jumpa di permainan selanjutnya, ini masih awal " sahut Gwen masih santai

Anggun tertawa keras membuat wajah Gwen ikut mengeras marah

" Hahahaha, Gwen Gwen, do you wanna play with me? Lo salah cari lawan Gwen, gue tunggu permainan sampah lo, cuih " Anggun meludah ke arah wajah Gwen, Gwen berdiri dan bergegas meninggalkan mansion megah itu, menuju kontrakan miliknya.

❄❄❄

Vania tengah menonton drakor ditemani setumpuk cemilan dan minuman, saat tengah serius menonton , pintu kamarnya diketuk . Ia mendengus lalu membuka pintu itu, Alden nampak berdiri disana.

" Ngapain lo? " tanya Vania ketus

" Ada murid baru di sekolah lo? " Alden malah balik bertanya membuat Vania berdecak

" Ada. Namanya Mahendra Kalandra, katanya sih mantan pasien rumah sakit jiwa, ada yang salah? " jawab Vania masih ketus

" Udah berapa lama Vicky pindah ke sekolah lo? " tanya Alden lagi membuat Vania mendengus keras

" Udah dua mingguan mungkin, gue lupa. Ada lagi? Gue mau nonton nih " jawab Vania sekenanya

Alden mengangguk sebentar lalu menatap lurus wajah Vania, ia dekatkan wajahnya ke telinga gadis itu , membuat Vania menahan nafas saking gugupnya

" Vania, selama ini ada yang awasin lo selain Vicky. Lo harus hati-hati, karna gue gak bisa nolong lo " bisik Alden sangat pelan, hampir saja Vania tak mendengar apa yang dikatakan adiknya itu karna pelannya ucapannya

Alden menjauhkan wajahnya lalu memberi isyarat jari telunjuk di depan bibir, Diam. Cowok yang terpaut satu tahun dibawahnya itu kemudian memperlihatkan sebuah alat kecil berkedip yang tampak menyatu dengan kulitnya, benda itu tersimpan di lengannya. Vania terdiam, itu seperti pelacak namun bentuknya tertanam didalam kulit. Alden pergi begitu saja setelah memperlihatkan benda itu pada Vania.

Jadi, selama ini Alden diawasin? Tapi siapa? Vicky? Untuk apa? Bukannya mereka sangat dekat dan saling mempercayai satu sama lain? Aargghh, gue pusing. Batin Vania mengacak rambutnya











































Haii haii, xixixi.. makin kesini gimana kesan kalian sama cerita ini? Ngawur kah?

Tinggalin jejak dulu yuk bisa yuk🙃

See u on next chapt💜

Withlove, purpleukhty

My Traumatic GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang