"Semoga aja besok pas ujian, gue tiba-tiba kemasukan Jerome Polin atau Maudy Ayunda," gumam Mora ketika sedang belajar bersama Shaka di rumahnya.
"Gak sekalian Albert Einstein aja?"
"Boleh banget."
Shaka menghela napas. "Belajar yang bener Ra."
"Arshaka Reygan! Gue itu cuma harus jadi cewek cantik dan baik, kalo pinter itu gak wajib."
"Tapi Ra! Biar masa depan lo cerah lo perlu belajar yang bener."
"Ehh kok malah jadi ribut gini sih katanya mau belajar." Rania menghampiri mereka dengan nampan berisi dua gelas es jeruk.
"Shaka tuh Bun masa aku dikatain jelek!"
"Lohh Shaka kok gitu sama Mora."
"Maaf Tante." Shaka menatap nyalang saat Mora menjulurkan lidahnya.
"Nih di minum dulu!"
"Bunda emang paling the best, makasih Bunda modis." Mora mengedipkan matanya.
"Sama-sama anak Bunda yang katro."
"Ihh Bundaaa kok jahat banget!"
Shaka langsung mengacungkan jempolnya kepada Rania yang sedang terkekeh. Ia sudah menganggap mereka sebagai keluarga barunya terlepas dari semua masalah di rumah. Hanya disini ia bisa tertawa lepas bersama mereka.
Entahlah, banyak orang yang bilang kalau bersama orang lain itu lebih nyaman dari pada dengan orang terdekat seperti keluarga sendiri.
...
"Gak ada semangat-semangatnya tuh muka! Mau ujian juga," ucap Cia ketika melihat wajah Mora tertekuk setelah tiba di kelas.
Ulangan adalah hal yang paling membosankan bagi umat sekolah. Rasanya seperti dihantam berbagai benda tajam ketika perang. Cukup mengerikan dan menyakitkan. Entah bagaimana Mora bisa melewati hari ini, apalagi ada Shaka yang sangat menuntut nilainya melebihi passing grade.
"Terserah deh nilai gue berapa asal bisa cepet selesai!" jawab Mora.
Cia menggelengkan kepalanya. "Kemarin lo belajar sama Shaka kan? Mampus lo kalo nilai lo merah!"
Mora sontak mengubah raut wajahnya. Ia jadi teringat pesan Shaka kemarin.
'gue bakal jutek seharian sama lo kalo nilai lo telor ayam, jangan tanya soal Pr lagi!'
"Ci buku gue mana?"
Mora langsung mengambil buku yang sudah ia pelajari kemarin. Ia menyapu semua tulisan dengan kedua tangannya dan mengusapnya ke kepala seperti sedang membasuh wajah.
Cia menghela napas tak habis pikir. Pada akhirnya Mora akan tetap menuruti Shaka apapun yang terjadi. Kecuali tentang masalah hati.
Tak lama guru pun datang membawa lembaran kertas berisi soal. Ini adalah perang yang sesungguhnya untuk semua murid. Perang dengan dirinya sendiri.
"Kumpulkan semua buku, handphone dan tas kalian ke depan! Kesempatan untuk ke toilet hanya satu kali selama ujian berlangsung, jadi tidak ada yang boleh beralasan izin!"
"Baik Bu," jawab semua murid.
"Lo pasti bisa Mora! Fighting!" Mora mengusap dadanya sambil menarik napas.
Cia terkekeh melihat tingkah Mora. Ia menepuk pundak Mora dengan pelan.
"Semangat Ra!"
"Semangatt poll!" Mora mengangguk yakin.
...
Saat ini Shaka sudah bersandar di depan kelas Mora. Ia tak sabar melihat hasil ujiannya. Kali ini Shaka tidak akan menyalahkan Mora seandainya nilai gadis itu jelek. Mungkin ia sendiri yang akan merutuki dirinya karena tak becus mengajari Mora untuk belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEOMORA
Teen FictionIni tentang Arshaka dan Gala Mahesa, tentang panglima motor yang selalu mampu menarik perhatian dia, dan tentang cowok pintar yang selalu ada disisinya. Seolah khayalan tapi nyata, gadis itu bingung memilih antara mereka. Ketika hati dan pikirannya...