dorr!
Suara tembakan kedua berhasil membuat Cia dan Laura menutup rapat kedua matanya, mereka tampak bergetar ketakutan karena mendengar suara yang menggema itu dari arah lapangan.
Gala dan anggota Galaxi yang lainnya juga langsung mendongakkan kepalanya menatap Mora yang masih dalam kukungan Leon. Sulit untuk menjelaskan bagaimana terkejutnya mereka mendengar tembakan pistol yang mengarah pada Mora.
Mora menahan napas sekuat mungkin. Bibirnya bergetar hebat disela tangisnya. Tangannya juga memegang erat lengan Leon yang masih melingkari lehernya. Nyaris saja ia terkena tembakan, tapi untungnya peluru itu tidak keluar dari pistol yang mengarah padanya.
Ia mengedarkan pandangan menatap seorang polisi yang baru saja menembakkan peluru keatas, dan lima orang polisi lainnya mulai mengepung mereka dengan pistol di tangannya.
"Angkat tangan! Jatuhkan senjata anda sekarang!"
Gala yang masih terduduk, terdengar napas memburu dari hidungnya. Entah perasaan lega atau apa ia hanya terfokus pada wajah Mora sekarang.
Dua orang polisi mendekat kepada Leon. Dengan perlahan mereka mengambil alih senjata yang di genggamnya lalu melepaskan tangan Leon pada leher Mora.
Gala menundukkan kepalanya dan menghela napas panjang, ia langsung beranjak. Lagi-lagi air matanya berhasil lolos ketika melihat Mora berlari kearahnya. Ia tersenyum menatap gadisnya itu yang masih dalam keadaan baik-baik saja.
Mora menabrak dada bidang Gala dengan tubrukan yang keras, bahkan Gala sampai terhuyung kebelakang. Gadis itu memejamkan matanya dengan erat dalam dekapan sang Panglima. Kini isak tangis mengiringi keduanya.
Gala menengadahkan kepalanya sambil mengusap rambut panjang Mora. "Heii, udah jangan nangis! Ada aku disini."
Anggota Galaxi juga menundukkan kepalanya berusaha menahan kesedihan.
"Mora, heii." Gala mencium pucuk kepalanya. Gadis itu masih saja memeluknya dengan erat. "Udah sayang."
"Dia pelaku penculikan pak, bapak bisa liat sendiri korbannya di mobil itu!" Revan menunjuk mobil Cia yang terparkir di jalan.
"Kita udah amanin korbannya disana!"
"Baik, kami akan menangkap pelaku dan yang lainnya untuk dimintai keterangan dan akan kami tahan."
"Baik Pak terimakasih."
"Kami permisi."
Anggota Galaxi mengangguk saat Polisi pamit sambil menggiring Leon. Manik mata Leon menatap wajah Gala dengan tatapan kebencian.
"Brengsek!" umpatnya tanpa suara.
Tiba-tiba Shaka datang ke arah mereka. Ia sudah menyaksikan semuanya sedari tadi. Hatinya terenyuh melihat Mora yang menangis dalam dekapan Gala.
"Ra."
Mora melepaskan pelukannya. "Shaka? Kok lo ada disini?"
"Lo gak kenapa-napa kan?"
Mora mengangguk sambil berusaha untuk tersenyum. "Gue gak papa kok."
Shaka menghela napasnya. "Nyokap lo pingsan Ra, sekarang dia ada di rumah sakit."
"APA?!"
Semua anggota Galaxi juga ikut terkejut mendengarnya.
"Bunda," gumam Mora, matanya menatap kosong kedepan.
"Ikut sama gue sekarang Ra! Tante Rania lagi butuh lo."
Mora lantas menoleh kepada Gala. "Tapi Ka."
Tanpa mengucapkan sepatah kata, Gala langsung menuntun Mora untuk pergi bersama Shaka. "Kamu harus pergi sekarang Ra! Bener kata Shaka, Tante Rania lagi butuh kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LEOMORA
Teen FictionIni tentang Arshaka dan Gala Mahesa, tentang panglima motor yang selalu mampu menarik perhatian dia, dan tentang cowok pintar yang selalu ada disisinya. Seolah khayalan tapi nyata, gadis itu bingung memilih antara mereka. Ketika hati dan pikirannya...