>> Happy Reading <<
Abel memperhatikan Dinda yang baru saja selesai memeriksa gigi-giginya kemudian Dinda berkutat dengan ponselnya, membalas beberapa pesan yang masuk. Berhubung hari ini Abel pulang lebih cepat, ia pun mampir ke klinik Dinda untuk membersihkan giginya.
"Kenapa lo lihatin gue kayak gitu? Bae-bae, entar naksir repot. Gue masih normal." Dinda memicingkan matanya.
"Masa jeruk makan jeruk. Gue juga normal, Din."
"Normal tapi nggak dapet-dapet cowok. Padahal lo nggak jelek-jelek amat, Bel."
"Emang kalau buktinya normal itu harus banget dapet cowok ya?"
Dinda mengendikkan bahunya. "Mau gue kenalin sama—"
"Bara. Makasih banyak, Dinda."
Dinda mencebikkan bibirnya karena Abel malah memotong ucapannya. "Bukan Bara. Stok cowok ganteng, tajir melintir kenalan gue ada banyak, Bel." Dinda pun menyebutkannya satu persatu teman lelakinya lengkap dengan profesinya. Siapa tahu saja Abel tertarik.
Dinda orangnya easy going, humble dan mudah bergaul dengan siapa saja. Dinda juga tak pernah kehabisan topik pembicaraan. Suasana jadi hangat dan ramai kalau ada Dinda.
"Gimana perasaan lo setelah udah jadi Dokter yang dikenal banyak orang?"
Dinda melempar bantal yang ada di sofa pada Abel. "Nih anak kebiasaan, gue ngomong apa dia kemana. Sengaja banget lo ngehindar ya." Saat membicarakan Hadinata juga Abel sengaja menghindar.
Abel nyengir. Ia paling malas saat Dinda menjodoh-jodohkannya dengan teman kenalannya. Hei! Ia tidak sejelek itu sampai harus dijodohkan segala. Ia hanya belum ingin menjalin hubungan serius dengan siapapun terlebih jika tujuannya belum terealisasikan.
Dinda mendudukkan dirinya di sebelah Abel. "Perasaan gue ya senang banget lah karena satu-satunya cita-cita gue terwujud." Menjadi Dokter adalah impiannya sejak kecil. Saat itu ia berpikir, Dokter apa saja asalkan Dokter.
"Punya klinik sendiri, pasien banyak. Pokoknya kebahagiaan gue nggak bisa digambarkan dengan kata-kata, Bel."
Abel tersenyum haru mendengarnya. Sudah cukup lama juga Dinda membuka praktek di klinik ini.
"Andai dulu lo mau diangkat anak sama bokap gue, mungkin bukan gue yang ada di posisi ini sekarang, Bel, tapi lo." Dinda terkenang pada masa lalu. "Lo pasti bisa wujudin mimpi lo jadi architect, Bel, bukan supir kayak sekarang."
"Tapi gue bahagia dengan kehidupan gue yang sekarang."
"Gue tahu, Bel. Lo sayang banget sama Bu Mala sampai-sampai lo nolak di adopsi karena nggak mau tinggal jauh dari dia."
Abel termangu. Ia tak bisa meninggalkan Mala yang sudah ia anggap seperti Ibu kandungnya sendiri. Berkat Mala lah Abel bisa menjadi Abel yang sekarang. Kuat, mandiri dan ... ia sudah melewati masa sulitnya yang juga pernah depresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD GAMES [COMPLETED]
RomanceGalaksi Maximilian Xander, pria tampan dengan sejuta pesona. Gadis mana yang tidak tergoda olehnya. Ia dipuja dan digandrungi oleh para gadis karena ketampanan dan pesonanya. APAPUN bisa ia dapatkan dengan mudah jika ia menginginkannya. Namun entah...