#Quest1
#Genre: Romance
#Sub-Genre: Action***
Hello!
Siap membaca?
***
Aku melongo di tempat, melihat seorang gadis tengah menghajar tiga cowok yang hendak memukulku. Bahkan, saat gadis itu bisa membuat ketiga cowok itu berlari ketakutan, mataku tak bisa lepas darinya.
Aku merapikan sedikit kaca mata yang sedikit miring, lalu mendekat ke arah gadis itu. "Hei, makasih sudah nolongin gue." Aku tersenyum lebar ke arahnya.
Gadis itu menatapku sebentar. Tanpa memperdulikanku, dia melanjutkan langkah. Aku mengerut kening bingung. Apa yang salah? Kenapa tatapannya tetap dingin?
"Kalau enggak ada lo, mungkin gue sudah babak belur." Aku mengikutinya. Dari dekat, gadis ini terlihat cantik juga. Ternyata, dia tak seburuk penilaian orang-orang.
Gadis itu mendelik kesal. "Bisa nggak? Lo nggak ngikutin gue!?"
Aku menggeleng cepat. "Nggak bisa, lo nggak jawab ucapan gue."
Gadis itu berdesis. Terlihat dari wajahnya yang kesal menatapku. Namanya, Herla, seorang gadis yang ditakuti Sekolah. Jiwanya yang terlihat tomboy, membuat semua orang enggan berteman dengannya.
"Boleh temanan sama lo?" tanyaku lagi.
Gadis itu tertawa. "Gue? temanan sama cowok cupu kayak lo? Nggak mungkin!"
Aku menghela nafas. "Memangnya salah?"
"Salahlah! Lo itu cupu! Gue nggak suka cowok lemah, jadi—jangan harap kemauan lo itu terwujud!"
Aku tak kesal sama sekali dengan ucapannya. Yang dikatakan Herla benar apa adanya. "Jangan salah, walaupun gue terlihat lemah. Bukan berati gue nggak bisa seperti lo."
Herla terdiam bingung. "Maksud lo?"
"Nanti lo akan tau siapa gue." Aku menggapai tangannya, lalu membawanya entah ke mana.
"Lo jangan macam-macam. Mau bawa gue ke mana?" ujar Herla menghentakkan tangannya dari genggamanku.
Aku tersenyum, perlahan tanganku mencabut tompelan besar yang ada di pipi. Tak lupa, kaca mata bulat bertengger di mata, ku lepaskan juga. Entah bagaimana, aku suka reaksinya yang tampak kaget sekarang ini. Huh, menggemaskan.
"Elo—" Herla tergagap sendiri melihat perubahanku.
"Bagaimana?" Aku mendekatkan diri ke arahnya, lalu berbisik pelan, "Gue tau, gue tampan."
Herla mendelik kesal. "Idih, pede sekali lo!"
Mendengar tanggapannya aku tertawa seketika. "Lo lucu banget, sih."
"Ish, gue bukan badut. Lagi pula ngapain lo nyamar jadi jelek selama ini di sekolah?" tanya Herla heran.
"Ish, jangan bego. Bukan lo doang kali, yang punya musuh."
Herla mengagguk mengerti. "Ohh ... terus kenapa mau lihatin wajah asli lo ke gue? Lo enggak takut, penyamaran lo terbongkar."
Aku mengusap dagu berpikir. "Entahlah, gue merasa lo bukan orang seperti itu."
"Sudahlah, ayo ikut! Gue taktir lo makan!"
Herla melongo heran, membiarkanku menarik lengannya. Hingga—kami sampai di Kafe Coffee. Kami memilih duduk di dekat jendela.
"Heran gue sama lo," ujar Herla sembari menikmati coffe yang telah disajikan.
Aku mengerut kening. "Heran kenapa?"
"Uh, padahal kita baru dekat. Semudah itu lo percaya sama gue?"
Aku tersenyum saja, tampa membalas ucapannya. Entah kenapa, aku merasa ada yang aneh dengan tempat ini. Seperti ada yang sedang mengawasi kami saja.
***
Aku dan Herla ke luar dari Kafe dengan santai. Namun kesantaian itu berubah menjadi raut kesal, saat aku menemukan dua orang laki-laki yang mengicarku sejak dulu. Tanpa aba-aba, aku menarik tangan Herla membawanya kabur.
Herla di sampingku kepanikan. "Siapa mereka?" tanya gadis itu seiring nafas yang memburu.
"Musuh gue." Aku menjawab singkat.
Kami terus berlari, tapi sayang menimpa Herla. Gadis itu terjatuh, membuat kami tak bisa lolos. Aku mengepalkan tangan kesal, dengan gesit aku mulai memancarkan aksi bertarung. Sementara, Herla yang melihat -melongo tak percaya.
Setelah berhasil melumpuhkan mereka. Aku mengajak Herla kembali berlari, karena mungkin saja dua musuh tadi mengejar kami lagi.
Deg
Entah bagaimana, aku tak bisa berpikir jernih lagi - saat musuh lain mendekat. Dengan sigap, aku memojokkan Herla ke dinding dengan posisi memeluk.
2 menit
4 menit
Aku melepas pelukan dari Herla. Dari tangkapan mata, Herla tampak membeku atas perlakuanku. Aku terkekeh, mencubit puncak hidungnya gemas.
"Lo gemasin banget, sih."
Herla tersadar. "Ih, lo nyebelin! Ngapain peluk gue gitu."
Aku mendekatkan wajah ke arahnya. "Tadi ada musuh gue."
Herla mendorong wajahku kesal. "Banyak banget musuh lo!"
Aku mengedik bahu cuek. "Gimana lagi? Sudah takdir." Aku memicing mata. "Lagi pula, ngapain lo gitu? Lo kepedean ya, gue peluk tadi?"
Herla melotot mata tak terima. "Idih, enggak, ya!"
***
Kamis, 1 Juni 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Thrilling Romantic Love {END}
عاطفيةCinta itu manis, bagi orang yang benar-benar jatuh ke dalamnya. Namun, dari hal yang manis, tentu saja ada sensasi berbeda. Perbedaan itu, dikaitkan dengan kisah yang tak semuanya tergolong sama. Penasaran? Seperti apa itu 'thrilling romantic love'...