Bagaimana memendam rasa enam tahun lamanya? cinta alisa tak pernah pudar pada alaska. Lelaki tampan yang ia kagumi namun hanya bisa sebagai sahabat semata. Alisa tertegun, menatap takjub pada lelaki berwajah teduh yang sibuk dengan aktivitasnya.
Sudut bibirnya terangkat membuat kedua matanya menyipit, alaska kini menatapnya bingung. Manusia tampan itu mendekati Alisa, mendaratkan pantatnya diatas rumput yang basah karena guyuran hujan.
"Kenapa, Sa? Lagi sakit ya? Mau gw bawa berobat?" Alaska menundukkan wajahnya untuk memastikan apa yang terjadi pada sahabat kecilnya itu.
Hampir setiap hari bersama, namun tak pernah sekalipun alaska menyentuh kulit alisa. Baginya Alisa adalah adiknya yang harus ia jaga.
"Gapapa, gw cuma kecapean kayaknya. Pulang yuk!" Ajaknya sembari beranjak dengan wajahnya yang memerah.
"Temenin gw ketemu Zikra, mau ngga?" Alaska ikut berdiri disamping alisa. "Bentar aja, nanti kita langsung pulang." Sambungnya dengan senyum andalannya.
Alisa yang mengangguk berjalan terlebih dahulu dengan diikuti lelaki tampan itu dari belakang. Tas yang ia sandang tiba-tiba ditarik. Siapa lagi pelakunya kalo bukan sianak nakal itu.
"Sini gw bawain, anggap aja ucapan terimakasih karena udah mau nemenin gw."
"Ngga usah, gw bisa sendiri!" kesal alisa, namun tak berarti apa-apa untuk alaska.
Lelaki dengan tinggi 170cm itu berjalan santai dengan mengabaikan ocehan alisa. Ia tetap saja merampas tas gadis itu. Alisa yang kesal mempercepat langkahnya, kemudian masuk ke mobil putih milik alaska terlebih dahulu. Dengan pintu yang sedikit dibanting alaska hanya mengulum senyum. Gadis sependek alisa mana mungkin membuatnya takut.
"Mau diputarin lagu galau ngga?" Godanya membuat alisa semakin kesal.
"Kalo lu ngga diam,
