baby

565 12 1
                                    

Berjalan beriringan, Alaska menggenggam tangan Naila menemui keluarganya yang telah tiba. Canda tawa yang terdengar dari ujung pintu semakin memanaskan hati Alaska. Suara Ario Hermawan terlalu ia benci.

"Wah om sama Tante udah balik?" Naila berlari kecil menghampiri sekumpulan keluarga Ario. Alaska yang berjalan di belakang Naila curi-curi pandang pada sosok gadis yang telah ia renggut kesuciannya.

Alisa menunduk. wajah cerianya berangsur hilang, kembali menunjukkan rasa takutnya. Naila yang sudah mendengar gosip yang tersebar di kantor menaruh rasa curiga pada dua insan yang menjadi bahan gosip. Naila duduk disamping calon ibu mertuanya dengan diikuti oleh Alaska.

"Kak Alfarez kemana?" Naila memutar matanya mencari sosok yang ia cari.

"Dia lagi tidur dikamar Alisa, katanya kangen sama suasana kamar adiknya." Jawabnya Ario mengangkat sebelah kakinya.

"Kak Alfarez cocok ya sama Alisa. Menurut om gimana?"

"Ngga mungkin bisa nikah, Nai. Mereka itu udah jadi kakak adik."

"Bisa aja, apa yang tidak mungkin. Saudara tiri bisa saja menikah kan?" Alaska menyilangkan tangannya. Menatap Alisa yang juga membulatkan mata padanya.

"Bisa. Tapi lebih baik cari pasangan lain kan?" Sambung Naila memberitahu. "Sayang, malam ini aku tidur dikamar kamu, boleh ngga?" Alaska mengangguk dengan senyum tulus diwajahnya.

Hati Alisa tersayat melihat itu. Alaska memang menganggapnya wanita simpanan. Alisa merasa dirinya sudah kotor sekarang.

Alaska tidak bisa menolak permintaan Naila. Rasa tertariknya pada Alisa tidak bisa ia tunjukkan didepan Naila. Alaska beranjak menaiki anak tangga menuju lantai dua. Kamarnya dan kamar Alisa berdekatan, jika ia rindu pada adik tirinya. Ia hanya butuh beberapa menit untuk bertemu.

Sebelum memasuki kamarnya, Alaska memeriksa kamar Alisa dan menemukan Alfarez yang berbaring santai disana. Kedua tangan Alaska ia kepalkan, rahangnya mengeras dengan urat lehernya yang hampir terlihat. Alaska memasuki kamar yang didominasi warna biru itu. Menarik kerah baju Alfarez lalu melemparnya ke lantai.


Alfarez yang masih setengah sadar mengumpulkan nyawanya beberapa menit, kemudian mendongak menatap Alfarez yang wajahnya telah memerah.

"Lo ngapain sih, Ka?" Alfarez berdiri memasang pertahanan.

"Lo ngapain dikamar Alisa? Lo mau tidur sama dia?" Alaska duduk di atas ranjang, menyilangkan kakinya. Mengambil segelas air yang berada di atas nakas, kemudian meneguknya.

"Ck Pikiran Lo itu terlalu kotor. Gue ngga kayak Lo, ka. Gue bisa nahan nafsu gue sama dia, karena gue Sayang sama dia!"

"Lo ngga perlu jadi cowok bego bang. Dia yang udah bunuh papa," ucap Alaska meneguk minum yang berada ditangannya.

"Dendam Lo itu yang bakal ngancurin Lo, ka. Dia itu ngga sa-"

"Lo mau bekas gue?" Alaska memotong perkataan Alfarez, ia tersenyum licik dengan alis yang terangkat meminta jawaban.

"Anjing Lo. Punya otak ngga sih? Lo udah ngancurin hidup orang yang ngga bersalah."

"Karena gue udah nyobain, saran gue mending Lo nikah sama cewek lain bang. Karena dia ngga bakal bisa muasin Lo." Mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Alaska, gadis yang tengah mendengarkan perdebatan kakak adik itu tak sengaja menjatuhkan piring berisikan sarapan yang ia siapkan untuk Alfarez. Suasana tengang yang diciptakan dua saudara itu semakin menjadi.

"Hay baby" Alaska menyipitkan sebelah matanya, menghampiri Alisa yang masih setia menjadi patung dengan pancuran air yang berasal dari pelupuk matanya.


"Alaska junior kangen sama Lo." Bisik Alaska serak menggigit telinga Alisa pelan.

Alisa tidak menjawab, ia hanya menatap tajam pada Alaska. Hidung alisa memerah begitupun dengan matanya. Air matanya tak henti mengalir.

"Sa, kakak ngga peduli kamu masih perawan atau ngga. Kakak tetap mau nikah sama kamu!" Alfarez ikut menghampiri Alisa, ia meraih tangan Alisa di depan Alaska.

"A-aku mau sendiri," ucap Alisa pelan hampir tak terdengar. Getaran suaranya menunjukkan bahwa ia menahan tangis yang sebentar lagi akan meledak.












AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang