Perubahan drastis Alaska terasa menyakitkan bagi Alisa, tak sengaja kedua insan itu berpapasan di dapur. benar saja, Alaska menghindar darinya. Ia berubah. Alaska tak bersuara ataupun menanyakan kabar Alisa. Meski mereka sering bertemu, tapi tidak untuk saling berkomunikasi.
Alisa menunduk antara malu dan sedih, mahkotanya sudah menjadi milik Alaska, begitu juga dengan cintanya. Alisa telah mengutarakan hatinya pada Alaska. Harapan Alisa adalah hidup bersama sebagai sepasang kekasih, bukan sebagai musuh lagi.
Alaska menuangkan air yang baru saja ia ambil dari freezer. Kehadiran Alisa yang tiba-tiba membuatnya sedikit canggung. Alaska tak mengeluarkan suara, ia fokus pada kegiatannya. Alisa yang seakan merasa asing memilih untuk kembali ke kamarnya. Niatnya untuk mengambil minum ia lupakan begitu saja.
"Ngga jadi ngambil minumnya?" Ario memperhatikan gelas yang dibawa Alisa masih kosong. Bukankah sebelumnya anak gadisnya itu pamit ingin mengambil air?
Ario meraih gelas yang berada ditangan putrinya. Ia mendekati Alaska, kemudian mengambil alih botol minum yang dipegang Alaska.
"Kenapa harus takut sama kakak sendiri?" Ario bertanya pada Alisa, sembari menuangkan air minum.
Alisa tak menjawab, ia menunduk tak berani menatap Alaska yang juga menatapnya tajam. Untuk Alaska, lelaki berkulit putih itu meneguk air minumnya mendengarkan suara Ario yang sangat ia benci.
"Kakak?" Alaska tertawa renyah mengulang ucapan Ario. Lelaki paruh baya itu mengalihkan pandangannya ke arah Alaska, ia memperhatikan Alaska heran. Matanya menyipit, tak paham akan ucapan anak tirinya.
"Bentar lagi saya jadi menantu anda," Alaska meletakkan gelasnya mendekati Alisa. "Alisa hamil anak saya!" Alaska melanjutkan ucapannya, merangkul pinggang Alisa agresif. Kemudian memberi kecupan singkat di bahu Alisa.
Setiap kata yang terucap dari mulut Alaska seakan sengat listrik bagi Ario. Siapa yang tidak terluka mendengar kalimat menyakitkan seperti itu. Ario menekan gelas yang berada ditangannya hingga pecah. Aliran darah mengalir hingga ujung kukunya.
"Tarik ucapakan kamu!" Raut wajah Ario berubah drastis. Ia mengepalkan tangannya, ingin sekali rasanya ia menghabisi Alaska.
"Saya bisa menarik ucapan saya, tapi tidak dengan janin yang berada dalam perut putri anda."
"Diam kamu! Jangan mengeluarkan sepatah katapun tentang omong kosong ini, saya yakin pada putri saya. Saya bahkan mendidik dia dengan baik. Jadi, jangan asal bicara kamu Alaska." Muka merah Ario membuat bulu kuduk Alisa berdiri. Ia melepaskan rangkulan Alaska di pinggangnya.
"Pa, Alisa minta maaf. Alisa ngga bisa jaga kepercayaan papa," Alisa memohon, air matanya mengalir deras di bawah kaki ayahnya. Ia bersujud pada Ario memohon ampun. Meski ia belum tentu hamil, namun tetap saja. Alaska telah merusaknya. Lelaki mana yang mau pada seorang perempuan yang sudah tidak perawan, sebelum menikah.
Ario menendang Alisa hingga terhempas, perut gadis itu seakan tertusuk pisau begitu juga dengan hatinya. Alaska menyaksikan segalanya, ia tidak tega melihat Alisa yang diperlakukan sekejam itu.
"Berani sekali anda menendang bayi saya!"
"Bahkan saya bisa membunuh bayi itu, bukan hanya bayi haram yang dikandungan Alisa. Saya juga tidak segan membunuh kamu, Alaska!"
Alaska membantu Alisa bangun, ia menggenggam erat tangan Alisa. Lelaki tampan itu mengelus perut Alisa lembut.
"Jangan salahkan jika saya lebih dulu membunuh anda!" Ucap Alaska santai membawa Alisa yang mematung. Gadis yang tengah diterpa derita dunia itu menangis, tatapannya kosong. Mendengarkan perdebatan Alaska dan juga ayahnya.
"Gugurkan bayi itu!" Kini Ario ingin mengambil jalan tengah, ia mengentikan langkah Alaska dan juga Alisa.
Ayah yang memiliki dua putri cantik itu melangkah, ia melepaskan genggaman tangan Alaska pada Alisa.
"Saya bisa memaafkan kamu, Alaska. karena kamu adalah anak dari istri saya. Tapi saya tidak akan membiarkan putri saya menderita ditangan brandalan seperti kamu!"
"Saya akan tetap menikahi Alisa. Dengan atau tanpa izin anda. Dia mengandung anak saya, sebentar lagi Alisa akan melahirkan keturunan saya."
"Saya tidak menginginkan keturunan dari kamu, Alaska. Putri saya bisa mendapatkan lelaki yang lebih layak daripada kamu."
"Tapi tuhan berkeinginan lain, Papa mertua. Dia menumbuhkan janin saya diperut anak anda."
"Demi tuhan. Saya ingin membunuh kamu." Ario mengeraskan rahangnya. Mendapati Alaska yang seakan merasa tak bersalah.
"Apakah anda tidak puas membunuh ayah saya?" Ario melebarkan matanya. Ia tidak menyangka Alaska masih mengingat kejadian berpuluh tahun lalu.
"Apa yang kamu lakukan inginkan?"
"Nikahkan saya dengan Alisa. Saya hanya butuh anda sebagai walinya, selebihnya saya tidak butuh apapun."