"Ini hukuman karena Lo udah berani boncengan sama cowok!" Alaska menyayat lengan Alisa hingga gadis itu mengeluarkan darah dari bekas sayatan. "Ini, karena Lo udah berani suka sama dia!" Sambungnya lagi menambah bekas sayatan, yang kini berpindah ke bagian paha Alisa.
Alisa menangis menahan rasa sakit yang bukan karena bekas sayatan, melainkan sikap Alaska yang begitu tega padanya. Gadis dengan tutur yang selalu lembut itu memohon, meminta belas kasian namun tak kunjung ia dapatkan.
"Ini-"
"Kak, hikss a-aku minta maaf. Aku janji ngga bakal ulangin lagi." Pinta Alisa menenggelamkan wajahnya didada bidang Alaska. Ia menyatukan kedua tangannya seolah benar-benar butuh akan rasa kasihan Alaska.
Alaska menggendong Alisa, membawanya ke kolam renang yang telah ia siapkan. Alaska melempar Alisa dengan mudah kesana. Suhu dingin bersumber dari batu es yang Alaska tambahkan membuat Alisa merasakan kaku di sekujur tubuhnya.
"Ini-" dingin Alaska menghentikan ucapannya, Alaska menunjuk Alisa yang meraung meminta ampun. Senyumnya mengambang menandakan kemenangan. "Ini karena Lo udah berani motong pembicaraan gue!"
Dirasa suara Alisa semakin redup, Alaska merasa gelisah, apakah Alisa akan mati hanya dengan hukuman kecil darinya? Alaska menunggu kemunculan Alisa dipermukaan, namun tak ia temukan. Alaska melompat tanpa pikir panjang.
Alaska memeluk pinggang Alisa, kemudian membawa gadis itu kepinggir. Alisa tidak sadarkan diri, dan itu membuat Alaska khawatir. Ya, kali ini benar-benar khawatir! King of mafia itu beberapa kali menekan dada Alisa, namun nyatanya tak berhasil.
"Lo terlalu nyusahin untuk gue." Ucap Alaska finish, kemudian memberikan CVR pada Alisa.
Alisa menyemburkan air ke wajah tampan Alaska, lelaki dengan tato bergambarkan elang di lehernya itu spontan menjauh. Ingin sekali rasanya ia menampar Alisa dengan keras.
"M-maaf k-kak aku ngga sengaja,"
"Lemah banget! gue harap dengan ini Lo ngerti apa batasan Lo untuk selanjutnya!"
Alisa mengangguk takut, ia sekarang sangat mengerti. Bahkan akan selalu mengingat batasan yang diberikan Alaska padanya. Ia juga akan mengingat rasa sakit ini. Ia tidak akan membantah Alaska lagi.
"Kak, dingin. Mau pulang!" Suara Alisa begitu lembut, membuat Alaska merasa iba. Wajah pucatnya menunjukkan bahwa ia merasa kedinginan.
Alaska membopong tubuh Alisa meninggalkan tempat yang Alisa benci itu. Sepanjang jalan Alaska tak melepaskan tautan tangan mereka. Ia memberikan kehangatan pada Alisa dengan caranya.
"Tidur. Gue mau pergi!" Alaska menarik selimut hingga menutupi dada Alisa. Alaska mengelus rambut Alisa yang berantakan karena ulahnya, hingga gadis itu terlelap dalam tidur.
"Gue tau ini bukan salah lo. Tapi dengan nyakitin Lo, itu bakal ngurangin rasa benci gue ke Ario Hermawan." Alaska mengecup singkat kening Alisa, diambilnya kotak putih yang tersimpan di meja belajar Alisa. Alaska mengobati luka adik tirinya itu dengan sangat hati-hati, berharap Alisa tidak akan terganggu.
Hembusan dingin yang diberikan Alaska, mengurangi perih ditangan Alisa. Gadis itu seakan nyaman dengan sentuhan Alaska. Dalam tidurpun Alaska masih dapat melihat dengan jelas, tubuh gemetar Alisa yang disebabkan olehnya. Alaska membuka bajunya, kemudian ikut berbaring memeluk Alisa yang butuh kehangatan. Mereka menghabiskan hari bersama hingga pagi menyapa.
Ali membuka matanya, memperlihatkan wajah yang selalu menyambut paginya akhir-akhir ini, Alaska sangat tampan saat tidur. Hidung mancungnya, alisnya yang tebal, dan bibirnya yang selalu membuat Alisa khawatir. Andai Alaska sebaik Azka, mungkin Alisa akan lebih jatuh cinta pada lelaki yang berstatus kakaknya ini.
Tangan Alisa bergerak, menyentuh hidung mancung Alaska, tanpa sadar Alisa mendekat, mencium jakun Alaska yang naik turun dengan sedikit hisapan. Alisa sendiri tidak paham, Alaska sudah begitu jahat padanya. Namun, ia masih saja sayang pada Alaska.
Alaska yang sebenarnya juga sudah berada di dunia nyata, membuka matanya membuat Alisa hampir terkena serangan jantung. Alisa bergeser kebelakang, namun terhalang oleh tangan kekar Alaska yang menahannya.
"Lo bisa cium gue kapanpun kalo Lo mau!" Suara serak khas bangun tidur itu sungguh membuat Alisa ingin berteriak.
Keheningan tergambar, tidak ada yang bersuara hingga detak jantung mereka terdengar saling beradu. Alaska menatap mata Alisa yang jaraknya hanya beberapa cm saja, tatapan keduanya bertemu, sebelum akhirnya Alisa mengalihkan pandanganya ke sudut ruangan. Alaska mendekati wajah Alisa, mencium bibir gadis itu kemudian beranjak pergi. Berbeda dengan Alisa, ia sibuk mengatur nafas yang serasa sesak baginya.
*****
Diruang makan semua tampak baik-baik saja, Alaska sangat pintar menutupi segalanya. Raut wajahnya diatur sedemikian mungkin, hingga tak ada yang melihat kebenciannya, kecuali Alisa.
"Mama sama Papa mau liburan ke Paris, Alaska mau kan jagain Alisa disini? Soalnya Sarah juga mau ikut." Eli tersenyum pada Alaska menunggu jawaban. Tentu saja Alaska mau, ditinggal berdua adalah momen yang ia tunggu. Alaska tersenyum tipis kemudian mengangguk, ternyata jawaban Alaska membuat Ario tenang.
"T-tapi ma, a-alisa juga mau ikut." Protes Alisa penuh harapan. Jika ia hanya berdua saja dengan Alaska, sudah ia tebak jika umurnya tidak akan panjang.
"Ngga bisa, sayang. Sebentar lagi kamu mau ujian. Papa ngga mau nilai kamu turun cuma karena liburan!" Ario berkata tegas, membuat Alisa tak bisa membantah.
"Tapi besok aku mau nginep di apartemen aku, Ma. Kalo Alisa mau dia bisa ikut." Mata Alisa melotot mendengar ucapan Alaska. Dirumah saja Alaska sudah melecehkannya, apalagi di Kandangnya sendiri.
"Alisa pasti ikut." Ario menatap Alisa, meyakinkan gadis yang tengah menganga itu.
"Itu leher kamu kenapa, ka?" Eli mencoba melihat lebih dekat kearah Alaska. Lelaki yang ditanya itupun meraba lehernya.
"Kamu habis dicium siapa?" Sambung Eli menyipitkan matanya, dia tau jika Alaska mempunyai pacar. Dan itu adalah Nadia, bertanya untuk basa-basi tidak salah kan?
"Alisa." Jawab Alaska singkat, seisi ruangan seketika berhenti mengunyah karena jawabannya. "Bercanda, serius amat dengerinnya." Lanjut Alaska, santai.
Alaska melirik Alisa yang tengah sibuk dengan lamunannya, lelaki itu melihat rasa takut dimata Alisa untuknya. Alisa yang duduk dihadapan Alaska pun dapat melihat tatapan Alaska padanya dengan sangat jelas. Gerakan tangan Alaska memberi kode atas perbuatan Alisa pagi tadi. Ia menggaruk bekas ciuman Alisa sembari tatapannya yang masih fokus pada gadis yang meninggal tanda merah dilehernya.
Didalam keheningan, suara notifikasi benda pipih Alisa terdengar menandakan ada pesan masuk. Segera gadis itu membuka handphonenya, memeriksa siapa yang mengirimkan pesan padanya.
Alaska Aidan
Ciuman Lo ganas juga!
![](https://img.wattpad.com/cover/343287611-288-k242043.jpg)