bumbum

283 12 1
                                    

Asap rokok yang hampir membuat Alisa sesak napas, hembusan napas panjang Alaska mengeluarkan gumpalan asap yang tersebar di ruangan . Sejak Alaska meminta Alisa untuk menemuinya di ruang kerja, lelaki itu belum juga membuka suara.

Ia terus saja memainkan pistol yang berada ditangannya. Isapan rokok yang terasa manis baginya ia nikmati seakan memikirkan sesuatu. Alaska memperhatikan Alisa dari kaki hingga ujung kepala, gadisnya masih sama. Tetap cantik dimatanya.

"Gue pikir Lo ngga bakal datang kesini," Alaska menekan puntung rokoknya, melangkah mendekati Alisa dengan benda berbahaya yang berada ditangannya.


Siapa yang tidak tau Alaska, tidak akan mungkin ia meninggalkan Alisa selama berhari-hari tanpa pengawasan. Alaska tipikal lelaki yang sudah ditebak, jangankan orang lain. Bahkan terkadang ia juga sulit menebak dirinya sendiri.

Alisa tak kunjung menjawab, mana mungkin ia jujur pada kakak tirinya. Alasannya datang, tentu saja karena rindu dan juga rasa takut pada sang empu.

"Udah berapa cowok yang nikmatin Lo selama gue pergi?" Mata Alisa melotot, tak sadar ia mengepalkan tangannya. Napasnya menderu naik turun mengontrol emosi.

Baru beberapa menit bertemu, Alaska telah membuatnya menyesal karena sudah datang ketempat yang dipenuhi berkas-berkas itu. Alisa ingin mendaratkan tangannya dipipi Alaska, sayangnya ia belum cukup berani.

"Jawab!"

"Santai aja, Ka. Gue yang jagain dia selama Lo pergi. Gue yang bikin dia bahagia. Gue juga yang bikin dia nyaman setiap malam." Suara bariton yang berasal dari celah pintu sudah bisa ditebak oleh Alaska.

Selang beberapa lama, sosok lelaki gagah nan tinggi itu muncul menampakkan diri pada dua insan yang tengah sibuk dengan topik perbincangan mereka. Alfarez tersenyum, menatap Alaska dengan tatapan kemenangan. Alisa yang berdiri membelakangi Alfarez tidak berani untuk membalikkan badannya. Ia memutar kepalanya sembilan puluh derajat memastikan siapa yang dibelakangnya.

Alaska mengarahkan pistol yang ia genggam pada Alisa, mata Alaska memerah, rahangnya mengeras menunjukkan wajah gusarnya. Urat lehernya terlihat dengan jelas. Inilah Alaska yang sebenarnya, Alaska yang mesum, Alaska yang banyak bicara hanyalah Alaska tipuan untuk mendapatkan Alisa.


"Minggir!" Alaska berucap dengan begitu dingin. Tatapannya tidak teralih sama sekali, ia fokus membidik sasaran.

Alisa yang mendengar, namun badannya seolah tidak merespon, ia mematung menunggu ajal menjemputnya. Berbagai doa ia panjatkan guna meminta ampun pada sang ilahi. Melihat Alisa yang masih berada ditempat, Alaska mendorong gadis mungil itu hingga terhempas ke lantai.

Suara tembakan terdengar, namun tidak tepat sasaran. Lima centimeter dari mangsa, Alaska sangat pandai dalam membidik mangsa. Akal sehatnya masih berfungsi, Alfarez adalah saudaranya. Darah ayahnya mengalir dalam tubuh kakaknya.

"Gue kasih kesempatan Lo hidup satu kali lagi bang." Cemooh Alaska, melempar pistolnya asal.

Jangan tanya bagaimana Alisa, ia memekik menutup kedua telinganya. Matanya ia pejamkan menghadap lantai. Jantungnya hanya satu, dan Alaska terus saja membuatnya hampir terkena serangan jantung. Tubuh Alisa yang mulai dingin, suaranya gemetar saat meminta Alaska untuk berhenti.

Alfarez tidak tega melihat perempuan yang ia cintai terluka oleh adiknya sendiri, ia membantu Alisa bangun, memberikan perlindungan pada adik tirinya. Alfarez menambah rasa muak pada diri Alaska, dengan sigap Alaska marik tangan Alisa kemudian memeluknya kasar.

Alaska sadar bahwa ia cemburu, ia tidak suka lelaki manapun menyentuh gadisnya. Hanya ia yang berhak atas Alisa, baik dari segi manapun. Alisa sudah menerima cintanya, Alaska tidak akan membiarkan Alisa direbut oleh siapapun lagi.

"Lepasin dia, Ka!" Alfarez bersikap sedewasa mungkin. Ia harus bisa menghandle situasi seperti ini.

"Dibagian mana Lo nyentuh dia?" Kini Alaska yang bersuara, ia menahan Alisa dalam lingkaran tangannya.

"Kak lepasin, aku sesak napas." Pinta Alisa yang ditahan oleh Alaska. Lelaki itu melingkarkan sebelah tangannya dileher sang gadis.

"Lo bahkan ngga ngerasain itu saat disentuh sama dia."ucap Alaska dingin ditelinga Alisa. Ia tidak mengharapkan situasi ini terjadi.

"Gue bersedia bertanggung jawab. Gue bakal nikahin Alisa."

"Berapa kali Lo main sama dia? Atau perlu gue juga ikut bertanggung jawab? Kita ngga tau kalo nanti dia hamil, itu anak siapa. Karena gue jauh lebih sering tanam benih gue dirahimnya." Dibagian mana lagi Alaska kalah dari Alfarez? Kesukaan dunia kerja? Kemewahan hidup? Dan sekarang, bagian tanam tanam?


"Gue ngga peduli, baik itu anak Lo atau anak gue. Keputusan gue tetap sama, Alisa akan jadi istri gue."

"Jangan mau jadi orang bego cuma karena cewek modelan sampah kayak gini bang. Kasian gue liat Lo." Alaska mendorong Alisa pada Alfarez, dengan sigap lelaki yang berstatus anak tiri Ario Hermawan itu menangkap pujaan hatinya.

Dalam perlakuan Alaska, air mata Alisa jatuh tanpa mengeluarkan suara, sayatan dihatinya benar-benar tidak tertahan. Alaska sangat jahat, ia tidak punya perasaan. Alisa salah telah menempatkan Alaska dihatinya. Alaska telah menunjukkan seberapa rendah Alisa dimatanya. Dimana rasa cinta yang ia katakan pada Alisa beberapa hari yang lalu.

"Aku bersedia nikah sama kakak," Alisa memeluk Alfarez, walau ia benci pada lelaki itu, karena telah membuatnya terlihat begitu rendah. Selama Alaska pergi, mereka bahkan tidak pernah bertemu. Baik Alisa maupun Alfarez sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing. Apa alasan Alfarez berbohong pada Alaska?

"Lo ngga bakal nikah sama cowok manapun. Gue lebih relain Lo mati ditangan gue, baby girl." Alaska mengelus puncak kepala Alisa.

"See? Dia milih gue." Alfarez melepaskan tangan Alaska yang berada di kepala Alisa.

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang