MENTARI yang memasuki sela-sela jendela telah mendukung kelopak mata untuk terbuka. Namun, mata ini justru mengarah ke kalender yang keadaanya sama seperti sebelumnya, yaitu tertanda tanggal 23 Juli.
Outing.
Hari ini, waktu di mana aku menyaksikan kengerian hebat sebelum pertengahan malam tiba. Seandainya aku pergi, mungkin saja hal yang sama akan terulang. Mengingatnya membuatku mencengkram selimut dan enggan untuk bangkit.
TLING!
Setelah muncul suara notifikasi, aku mengambil ponsel dan menghidupkan dayanya.
Inbox || [ River ]: Bersiap untuk pergi ke rumah sakit.
Ini yang dimaksud solusi olehnya. Tempat yang berusaha untuk dihindari, tetapi dia justru ingin membawaku ke sana. Aku yakin sebelumnya jika kami sudah meminta perizinan ke universitas untuk outing. Maka karena itu aku tidak ada alasan untuk menolak River dengan berkuliah atau bekerja.
TLING!
Belum saja sempurna dalam bangkit dari ranjang, ponsel menunjukkan satu pesan baru yang membuatku membelalak.
Inbox || [Unknown Number]: Jangan ke mana pun hari ini. Berbahaya!
Spontan kepalaku menoleh ke segala arah, mencari-cari siapa yang sedang memantau sampai memberi peringatan di waktu yang tepat. Secepatnya aku memeriksa ke bawah kasur, membuka kedua pintu lemari dan setiap sudut kamar yang tidak menemukan siapa pun. Walaupun peringatan orang misterius itu bertujuan baik, tetap saja berkesan horor.
Spontan aku mengetik untuk membalas pesan pada River.
Sent: Maaf, aku nggak bisa ke rumah sakit.
Ponsel kuletakkan di meja nakas, lalu beranjak ke luar kamar. Aku pun langsung beraktivitas pagi dengan santai. Mendekam di apartemen sepertinya tidak buruk, dan bisa kusibukkan diri dengan bersih-bersih seisi ruangan. Akan tetapi, ketika mencoba membereskan meja belajar, terlihat buku harian yang terkunci. Aku langsung memeriksa seluruh laci meja dan akhirnya menemukan sebuah kail besi berukuran kecil yang berfungsi sebagai penjepit kertas pada salah-satu buku. Ketika mencoba membobol induk kunci yang menjaga buku berisikan segala kenangan di tangan ini, tiba-tiba terdengar bel dan ketukan pintu. Tertunda dan aku memutuskan untuk menyambut tamu.
Aku memeriksa keadaan luar dari kaca cembung kecil, lalu membukakan pintu setelah tahu bahwa River yang tengah menunggu. Tanpa jeda, dia menyambar tanganku dan menarik ke luar dengan paksa.
"Ada apa?" tanyaku panik dan enggan melangkah dari mulut pintu.
"Kita ke rumah sakit," jawabnya singkat dan menandakan tidak menerima penolakanku dari pesan teks tadi.
Sebelah tanganku melepaskan genggaman River dan mengatakan, "Nggak bisa."
"Otak lo lagi nggak beres, Ley. Lo butuh periksa ke dokter!"
River sama sekali tidak ingin tahu mengenai alasanku menolaknya. Mungkin, seharusnya aku mencari tahu penyebab hilangnya ingatan ini dan mendapatkan saran dalam menyembuhkannya. Setidaknya, ada River di sisiku yang bisa melindungiku dari kejadian buruk, seperti mencegah bertemu dengan orang jahat semalam.
Lamanya aku terdiam untuk berpikir, River pun menarikku kembali untuk pergi.
"Tunggu, aku mau bersiap," kataku dan mendapatkan balasan wajah masam dari pria kasar ini.
"Nggak perlu, buruan."
Mendapatkan perintahnya, kini membuatku pasrah dalam ditarik pergi dari apartemen. Kemudian, kami menaiki mobil yang dulunya digunakan oleh Kai sewaktu pertama kalinya aku merasa mengawali hidup di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deja Vu [ Ashley Lincate ]
Misteri / ThrillerAshley Lincate, wanita yang menghadapi hilangnya ingatan dan terjebak dalam siklus kematian melalui pembunuhan. Namun, dirinya berhasil bangkit ke realitas yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Entah itu dari segi pekerjaan, karakteristik, termasu...