2. Laki-laki Misterius

37 10 0
                                    

"Gue curiga kalau cowok di ujung sana itu artis, deh."

Jeha yang baru saja kembali dari meja kasir langsung memulai aksi "ghibahnya" bersama Mada. Cakra yang biasanya acuh pun kali ini tampak tertarik dengan topik pembicaraan mereka, bahkan sampai menghentikan tangannya yang tadinya sibuk mengetik.

"Si 'Gentala Haidar' tadi?" tanya Mada sambil ikut berbisik dan melirik-lirik pelanggan terakhir tersebut. Jeha mengangguk.

"Artis mana sih yang mau ke kafe kecil di gang sempit kayak gini, Je?" cibir Cakra. 

Jeha mendelik tidak terima, tapi tetap berbisik agar suaranya tak terdengar sampai ke meja ujung sana. "Nggak tahu sih, gue cuma ngerasa nggak asing sama cowok itu, kayak pernah ngelihat di mana gitu. Dan lagi, auranya tuh kayak aura artis, Cak." Katakanlah Jeha lebay, tapi bahkan dia masih bisa membayangkan dengan jelas momen menakjubkan lima menit lalu saat bertatapan dengan laki-laki itu di depan meja kasir tadi.

"Aura artis aura artis pala lo!" tukas Cakra. "Lo mah tiap liat cowok ganteng juga pasti bilangnya begitu." Jeha hanya menyengir saja.

"Tapi dia nggak pernah bilang kalau gue punya aura artis tuh. Padahal gue juga cakep," ujar Mada dengan penuh percaya diri.

Jeha melirik dengan ekspresi geli. "Perasaan gue nggak pernah bilang lo cakep deh, Da."

"Ya kan emang gue sendiri yang bilang kalau gue cakep." Mada terkekeh dan Jeha langsung mencibir. Kalau Cakra mulutnya pedas, maka Mada ini orangnya pede abis.

Jeha itu addicted sekali dengan selebriti. Jangankan kepada artis ternama dan papan atas, ketemu selebgram dengan sepuluh ribu followers saja dia hebohnya minta ampun. Makanya jangan heran kalau teman-temannya bilang Jeha ini sinting. Hanya Mada yang ikhlas lahir batin meladeni kesintingan Jeha tanpa perlu mengelus dada.

"Lo mau tutup jam berapa?" Cakra tiba-tiba menyela.

Jeha melirik jam di pergelangan tangannya. Tak terasa sudah pukul sepuluh lewat tiga menit. Kafe ini biasanya tutup tepat pukul sepuluh.

"Lima menit lagi deh. Sambil nunggu dia pulang," katanya sambil lagi-lagi melirik laki-laki misterius di sudut ruangan sana. Sedangkan yang dilirik sedang sibuk memandangi gelapnya malam dari balik jendela kaca sampai-sampai tak tahu dirinya jadi bahan obrolan ketiga manusia sinting ini. "Yang penting gue udah pasang papan closed, jadi nggak akan ada pengunjung yang datang lagi," lanjut Jeha.

Cakra dan Mada mengangguk setuju.

***

"Dia nggak ngerasa apa ya kalau dari tadi ditungguin?" bisik Cakra. Ekspresi wajahnya bahkan terlihat seperti ingin mencekik laki-laki itu saking sebalnya.

"Nanti dia pikir tutupnya jam 12 lagi, Je." Mada terkekeh. "Mending lo kasih tahu aja sana kalau kafe ini udah seharusnya tutup dari tadi."

Jeha berpikir sejenak. Sebenarnya sejak tadi pun Jeha ingin segera pulang karena sudah terlalu malam dan dia juga sudah lelah. Jeha takut kesiangan kalau kurang tidur, apalagi besok ada kelas pagi. Tapi, untuk "mengusir" seorang pelanggan rasa-rasanya ia tidak akan tega.

Jangan bayangkan bahwa ini adalah sebuah kafe mewah nan aesthetic dengan ruangan luas dan karyawan yang banyak. Kafe ini benar-benar hanyalah kafe kecil di antara gang sempit kos-kosan mahasiswa, dengan Jeha sebagai satu-satunya karyawan di sini. Tempatnya memang nyaman dan jauh dari keramaian, sangat cocok untuk mengerjakan tugas dengan penuh ketenangan. Namun karena berdiri di atas lahan yang kurang strategis, rasanya sulit sekali untuk mendapatkan pelanggan.

Rata-rata pengunjung kafe ini adalah penghuni kos putri dan kos putra tempat Jeha, Mada, dan Cakra tinggal, yang seluruhnya juga sudah hampir dikenal baik oleh Jeha. Jarang sekali mereka mendapatkan pelanggan baru seperti malam ini. Dia takut kalau tindakannya "mengusir" pelanggan ini akan menimbulkan citra yang buruk untuk kafe Om Andi, terlebih bagi pengunjung baru ini. Meskipun sebenarnya sah-sah saja, sebab di depan kafe juga sudah tertulis besar-besar bahwa kafe hanya beroperasi sampai pukul sepuluh malam. Maka kalau ada yang harus disalahkan, orangnya adalah pengunjung itu karena ia tak membaca papan tulisan dengan baik dan benar.

When You Come Around MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang