10. Selembar Tiket Konser

14 3 0
                                    

Jeha terkesiap saat mendengar suara notifikasi bertubi-tubi yang datang dari ponselnya. Dengan kesadaran yang masih belum pulih sepenuhnya, mata Jeha menyipit saat membuka layar ponselnya. Di atas locksreen dengan foto wajah Gentala Haidar itu, dia melihat berderet-deret notifikasi pesan dan panggilan tak terjawab dari Adora dan Mada. Awalnya Jeha kebingungan kenapa dua temannya itu sampai berkali-kali menghubunginya, tapi saat matanya sudah sepenuhnya terbuka dan menangkap tampilan tanggal dan jam, tubuhnya langsung refleks berdiri tegak dan matanya melebar dengan panik.

Hari ini, pada pukul dua siang, adalah hari dibukanya pembelian tiket konser Gentala Haidar, dan dia malah ketiduran dengan begitu saja.

Tanpa perlu membuka pesan-pesan dari Adora dan Mada terlebih dulu, serta mengabaikan panggilan-panggilan yang masuk, Jeha bergegas membuka laman web pembelian tiket konser. Baru telat dua menit, setidaknya Jeha berharap ia masih bisa mendapatkan satu lembar saja tiket terakhirnya. Namun nahasnya, saat sudah berkali-kali me-refresh laman tersebut, Jeha harus menerima kenyataan pahit bahwa tiket konser Gentala Haidar sudah habis. Seribu tiket yang dijanjikan itu sudah terjual seluruhnya.

Tidak ada yang lebih disesalinya selain kecerobohannya karena tertidur saat sedang menunggu laman web dibuka tadi. Mungkin beberapa hari yang lalu ia pernah berkata kalau benar-benar tidak bisa mendapatkan tiketnya ia akan menangis, tapi hari ini air matanya justru terasa kering. Jeha benar-benar menyesali kebodohannya. Ia bahkan rela memotong uang jajannya demi bisa membeli tiketnya, lalu setiap hari membayangkan akan semenyenangkan apa suasana konser Genta yang akan didatangi pertama kali nantinya, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Jeha tentu tidak bisa mendatangi konser Genta tanpa selembar tiket sialan itu.

"Ya?" balasnya lesu kepada Mada di seberang sana. Setelah mengabaikan puluhan panggilan telepon dari laki-laki itu, Jeha pun akhirnya memilih mengangkatnya.

"LO KE MANA AJA, JEHAA???" teriak Mada dengan nada bicara yang sangat tidak santai. "Dapet nggak tiketnya, Je? Katanya dua menit udah ludes semua seribu tiketnya."

Mendengar ucapan Mada, Jeha langsung menggeleng lemas. Sebuah gelengan yang jelas tidak bisa dilihat oleh Mada. Seribu tiket habis dalam dua menit. Itu artinya, Jeha baru akan membeli tiket tersebut tepat saat seluruhnya sudah habis terjual. Kalau saja Jeha bisa lebih cepat barang beberapa detik saja, tentu dia bisa mendapatkan selembar tiket itu.

Jeha yang kini tengah duduk di lantai dengan bersandar ke dinding benar-benar kehilangan semangatnya. Kalau ada yang melongok ke kamarnya dan melihat bagaimana raut wajah lesu gadis itu, mereka pasti akan merasa khawatir dan kasihan. Jeha benar-benar terlihat seperti kehilangan separuh jiwanya.

"Lo dapet, kan?" ulang Mada saat menyadari gadis itu tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Jeha menggeleng lagi. "Enggak."

"KOK BISA?" pekiknya. Di ujung sana, Mada langsung melotot keheranan. Syok, bingung, kasihan, sedih, semuanya bercampur aduk. Mada berhasil mendapatkan tiketnya, pun dengan Adora. Maka saat mendengar kawannya gagal mendapatkannya, Mada bingung harus bereaksi seperti apa.

Sebulan yang lalu, saat pengumuman konser Gentala Haidar yang terasa sangat mendadak itu dirilis, di sana tertulis bahwa untuk konser kali ini hanya akan menjual seribu lembar tiket saja. Bayangkan, hanya seribu lembar saja. Itu jelas jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan tingginya antusiasme penggemar Gentala Haidar.

Jeha me-loudspeaker panggilan tersebut, lalu menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah. Berkali-kali ia merutuki kecerobohannya. Namun, apa boleh buat? Mau menangis sampai meraung-raung pun tak akan ada yang berubah. Nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terjadi dan tidak dapat diulangi lagi.

When You Come Around MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang