"Jeha!"
Yang dipanggil segera menghentikan langkahnya dan menoleh dengan cepat. Lima belas meter di belakangnya, Adora tampak berlarian menghampiri.
"Doraaaa!" sahutnya heboh.
Adora memukul pelan lengan Jeha. "Dibilang jangan manggil gue Dora-Dora gitu ih, masih aja." Adora mendengus sebal. Setiap kali bertemu dengan Jeha, anak itu selalu saja menggodanya dengan nama panggilan yang tak disukainya itu.
Jeha hanya terkekeh sebagai jawaban. Dia tahu betul kalau Adora tidak suka dipanggil dengan nama panggilan sependek 'Dora' saja, tapi dia bersama Mada dan Cakra, malah jadi sering menjahilinya dengan nama panggilan tersebut.
"Mau langsung ke kafe?"
Jeha menggeleng. "Mau pulang dulu, gerah banget mau mandi."
"Nebeeeng!" Adora nyengir lebar.
"Tumben. Motor lo ke mana?"
"Di bengkel. Pagi tadi ban belakangnya bocor. Gue sampai harus dorong-dorong jauuuh banget. Karena udah buru-buru jadi gue tinggal aja di sana."
Jeha hanya mengangguk-angguk sebagai jawaban, maka Adora langsung mengekorinya sampai ke parkiran.
Adora itu teman SMA-nya Mada, orang asli kota ini, tidak seperti Jeha dan Cakra yang merantau jauh-jauh dari luar kota. Adora dan Jeha pertama kali bertemu saat masa orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas. Kini Adora berada di Jurusan Akuntansi, sedangkan Jeha, Cakra, dan Mada berada di Jurusan Manajemen. Meskipun berada di jurusan yang berbeda, mereka berempat masih tetap akrab hingga saat ini.
"Eh, lo mau nonton konsernya Genta nggak, Je?" tanya Adora saat keduanya sudah tiba di parkiran motor.
"NONTON, LAH!" Jeha menjawabnya dengan heboh nan mantap.
"AYO BARENG, JE! GUE JUGA MAU NONTON!" balas Adora tak kalah heboh.
"AYO, AYO!"
Keduanya langsung bersorak heboh seperti orang sinting, dan sudah membayangkan keseruan nonton konser bareng meskipun tiketnya belum ada di tangan.
Puas dengan kegilaannya, Jeha buru-buru memakai helm-nya, sedangkan Adora mengambil helm miliknya yang tadi sempat dititipkan di kantor satpam sebelah gerbang. Pagi tadi Adora hampir terlihat seperti orang sinting karena berjalan kaki dengan mengenakan helm.
"Tapi pembelian tiketnya belum dibuka kan, ya?" tanya Adora setelah duduk di jok belakang.
Setelah memastikan temannya itu duduk dengan rapi di jok belakang, barulah Jeha menarik pelan tuas gasnya dan segera meninggalkan area kampus. "Lusa, Ra. Semoga dapet tiketnya. Nangis gue kalau sampai nggak dapet."
"Dapet wes, dapet," ujar Adora mencoba menenangkan. Meskipun sedikit ketar-ketir mengingat popularitas Gentala Haidar sedang naik-naiknya, yang pastinya akan berpengaruh pada penjualan tiket konsernya nanti. Mereka tidak bisa membayangkan tiketnya nanti akan ludes terjual dalam hitungan berapa menit.
"Itu si Mada sama Cakra ikut nonton juga?"
Jeha mengangkat bahunya santai. "Mada sih jelas iya, tapi kalau Cakra nggak tahu. Orangnya, kan, nggak suka musik-musiknya Genta. Katanya kalau dia jadi ikut paling cuma mau nemenin gue. Padahal udah ada Mada, nanti juga tambah sama lo, paling sih nggak jadi ya. Ngapain juga, kayak gue anak kecil aja harus ditemenin segala," cibirnya.
Jeha memperlambat lajunya dan lebih berhati-hati saat memasuki gang yang lebih sempit lagi. Biasanya, sore hari begini anak-anak yang sedang bermain sering berlarian dan menyeberang jalan dengan sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Come Around Me
RomanceJeha hanyalah gadis biasa seperti pada umumnya, yang juga suka menghayal memiliki pasangan hampir sempurna seperti idolanya. Namun, bukannya bertemu dengan sosok sang idola Gentala Haidar seperti yang ada dalam khayalannya, ia malah terjerat dalam k...