HARI 6

5 1 0
                                    

19 Februari 1996, hari dimana raga ini membumi, menerima segala jalur hidup yang telah digariskan, sejak saat itu raga ini adalah milikku, nyawa ini adalah kepunyaanku, dan Rifki Suli Ardiansyah adalah diriku.

Kalian percaya ramalan zodiak? tidak? aku pun begitu, kebetulan aku memiliki 2 zodiak sekaligus, Aquarius dan Pisces. Kata Rendi aku boleh memilihnya, Aquarius melambangkan air, dan Pisces melambangkan ikan, aku rasa tidak begitu ada perbedaan jadi tidak perlu memilih, anggap saja zodiakku Aquapisces, begitu katanya.

Sebelum ramalan zodiak menjadi sebuah kepercayaan, aku lebih dulu menjadi sosok yang pendiam, sosok yang tenang, bagaimanapun keadaan entah itu baik atau buruk, fikiranku hanya ada kata " Nanti juga bakal baik-baik aja".

Meskipun lahir di Jepara, sejak kecil sudah diboyong orangtuaku tinggal di Bandung, kota sejuk dengan segala rupa keindahan. Kotanya memang indah tapi bukan berarti segala kisah hidup searah dengannya, searah dengan kebahagiaan.

Perihal masa kecil jujur akupun tidak begitu ingat, hanya ingat sedikit bahagia, sisanya aku ingin kalian berhenti untuk menebak. Kata ibu, aku termasuk anak yang cerdas, bisa mempelajari segala mata pelajaran dengan mudah, dapat memecahkan masalah, berpikiran tenang dan positif, memang tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar.

Pada usia 12 tahun, karena satu dan lain hal kami memutuskan untuk kembali tinggal di Jepara, kembali menuju kampung halaman. Bagiku yang waktu itu masih kecil, mungkin berpindah tidak perlu suatu alasan, tapi jika dipikir kembali, mengapa saat itu kami pindah? pertanyaan sederhana, tidak memerlukan rumus matematika, rumus fisika kuantum, atau rumus perpindahan molekul tertentu, tapi dalam menemukan jawabannya belum cukup sampai di usiaku yang kini 23 tahun.

---------------------------------------------------------

13.pm

" Mang Asep, Mang Agus makasi banyak ya udah ngebolehin temenku buat nginep, maaf atuh ngrepotin apalagi manusia satu ini." Renita menunjuk ke arah Rendi.

Alisnya meninggi, " Loh loh loh, padahal lebih ngrepotin si Niko yang sempet ilang."

" Iya sih emang bener, tapi lebih parah kamu Ren, udah ah ngaku aja."

" Karena tuan putri berkata demikian, aku pun tidak bisa menyangkalnya."

Mang Asep memukul rekannya, " Etaa teh nenaonan Mang, aya aya wae barudak, teu masuk pisah" (itu sih apa-apaan mang, ada ada aja nih anak, ngga masuk sama sekali).

" Dulu jaman kita muda ga separah ini ya mang?"

Niko menyela, " Namanya teh bucin tingkat dewa haha."

" Tapi teh bertepuk sebelah kakiii." Mang Agus melanjutkan.

" Naha kaki mang?" Ucap mang Asep.

" Kumaha aing we, penting lucu haha." (terserah aku aja, penting lucu haha).

" Neng Renita gaada niat buat ngebales?"

" Ga ah mang Asep, males, buang-buang waktu."

Tawa Mang Asep semakin menjadi, " Nah etaaa bener-bener bertepuk sebelah tangan."

" Udah-udah, kalian ngga takut Rendi mode galak?" Sautku menyela tawa mereka.

Rendi menyilangkan kedua tangannya, sembari menunjukkan wajah yang pura-pura galak, " Kalian berani hah!!"

" Buset tengil amat lu haha." Ucap Niko.

Ditambah renita menggelengkan kepala, " Ga pantes ga pantes."

" Rif ayolah bantu biar keliatan galak."

" Tau sendiri Ren aku mana pernah galak?"

" Oh iya ding hehe hehe."

4RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang