Minggu

3 1 0
                                    

".."

Lautan rintik hujan meninggalkan jejak kenangan, semerbak aroma khas menyebar melalui sela-sela pernafasan, daun basah mulai berguguran sedari tadi. Aku bisa merasakannya walaupun ditengah ramainya gedung, suasana gelap masih terlintas ditengah gemerlapnya lampu mall, keheningan berlabuh ditengah berisiknya pengunjung.

4.am

Kami singgah sejenak untuk menunaikan ibadah, lalu menuju toko untuk membeli minum karena sebelumnya lupa, wajar saja namanya juga manusia.

Aku lupa kalau tempat kami sekarang tidak jauh dari penginapan Pak Marco saat itu, melihat Raut wajah Niko dan Rendi yang sangat lelah, tidak memungkinkan untuk pergi dan mencari tempat ke-7 untuk memotret.

" Udah mulai sore ini Rif, ngantuk banget asli, pengin istirahat." Ucap Rendi.

" Iya Rif, gatau mungkin abis hujan hawanya bikin pengin tidur." Saut Niko.

" Cailah si paduka sama ajudan lemah banget, nih liat tuan putri Renita masih segar bugar ceria dan energik."

" Lu manusia apa bukan sih Nit, kayanya ngga pernah sekalipun liat lu cape."

" Bukan manusia trus apa Niko?"

Terpikirkan jawaban dari Rendi, " Bidadari."

" Hadeh Ren, mana ada bidadari galak kaya dia haha."

" Ada Nik, mungkin dia jadi bidadari lewat jalur orang dalam."

" Berapa juta kira-kira?"

" Emmm 1 digit keatas lah, tapi ga nyentuh 2 digit deh."

" Kalo ada ratusan Renita mah panitia kaya mendadak."

" Atau jangan-jangan plaza senayan ownernya dia?"

" Info nomor teleponnya Nik?"

Renita mulai kesal dengan candaan mereka berdua, menyilangkan tangan dengan raut yang seakan ingin memakan keduanya, " Emm laper ga Rif? menu nanti malem mau pake daging Rendi atau Niko nih?"

" Menurut kamu yang mana dulu ya Nit? pilihan sulit."

" Rendi udah berumur, dagingnya keras, ga worth it kalo mesti nunggu waktu masak sampe empuk."

Aku tersenyum jahat, melirik sinis kepada Niko, " Niko, siap belum Nit?"

Niko berlari menuju mobil, aktingnya lumayan masuk di scane ini, apalagi Rendi, hanya diam membisu seperti menunggu giliran untuk dimakan, haha emang mereka selucu ini.

4.30pm
---------------------------------------------------------

Perjalanan menuju penginapan milik Pak Marco tidak begitu lama, mungkin sebelum Maghrib kita sudah bisa terbaring nyenyak pada kasur impian Rendi, kasur yang hampir membuat kita berdua kesiangan di hari pertama.

Saat sampai di kediaman, Renita berpamitan kepada kami untuk menginap di rumah temannya, kalau tidak salah namanya Zulfa dan sekaligus berencana membahas suatu project bersamanya.

7.pm

" Arkhhh leganya Rif, emang juara banget sih ini kasur, boleh dibawa pulang ngga sih?"

" Boleh Ren, paling ya gaji kamu ngga dikasih."

" Eitss jangan dong, kamu inget Rif kata-kata ayah? harus berhemat semaksimal mungkin agar nanti sewaktu dipercaya memegang perusahaan aku bisa mengelola keuangan dengan baik." Rendi sudah dianggap seperti anak ayah sendiri, dan aku sudah menganggapnya seperti adikku, suatu saat Rendi pasti akan dipercaya memegang perusahaan ayah di Surabaya. Aku tidak begitu tertarik dengan hal tersebut, lebih tertarik dengan melanjutkan kuliah di luar negeri.

4RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang