MENIT 2

29 8 17
                                    

ini lanjutan menit kemarin, ada menit 2 nih,
Selamat membaca ;)

-------------------

Kata Renita perjalanan ngga begitu jauh, kita diminta untuk tidak tidur, karena kata Renita akan melewati jalan biasa bukan jalan tol, kalaupun tertidur aku ngga bisa jamin bakal nyaman di waktu singkat apalagi jalan biasa yang pastinya berlubang.

Pandangan kami terjaga sepanjang jalan, tentang hawa yang masih cukup panas, tentang hembusan angin yang kalah dengan hembusan nafas lelah pedagang asongan, tentang teriak supir angkot yang mencari penumpang, tentang kami yang semakin tertarik untuk melihatnya.

Niko di perjalanan terlihat kebingungan dengan suatu hal, Rendi mencoba bertanya kepada Niko perihal apa yang sedang dia pikirkan.

" Nik, kaya ada yang dipikirin? ada apa?"

" Oh ngga ini Ren, aku tiba-tiba keinget pertanyaan guru ngaji waktu dulu di Jepara, kata dia jika kita melemparkan sebuah batu kecil yang dibungkus kertas dengan sebuah tulisan harapan dari jembatan muara, kapan kita bisa tau batu itu sampai ke laut dengan atau tanpa hambatan, waktu aku aku masih kecil, ngga begitu bisa jawab, paling asal-asalan bilang ngga sampai, kan batu berat, mana bisa ya kan."

" Ah Rendi ditanyain gitu apa ngga salah Nik? haha, oh iya Nita bisa jelasin?" Mintaku terhadap Renita yang sepertinya sedang memikirkan suatu jawaban.

" Bener tuh, Renita kayanya lagi mikir jawaban juga." Saut Rendi

" Emm yang punya cerita dan pengalaman lebih banyak diantara kita pasti bisa jelasin, siapa lagi kalo kamu Rif, jangan ngelempar deh, jawab sendiri."

Di posisi demikian, ditambah tatap dari mereka bertiga, sepertinya dalam hati kita kompak jika memang aku yang paling memiliki banyak cerita, pengalaman dan bahkan luka lebih banyak dibanding mereka, padahal jelas-jelas tidak ada yang tau tentang masa lalu milikku, ayah ibu tau, tapi memilih lari dari hal tersebut, sekalipun Raya juga tidak.

" Dih kenapa harus aku, hmm yaudah Nit pelan-pelan dulu bawanya."

" Berhenti juga bisa ko, haha." Renita memelankan laju mobilnya, dengan pendengaran yang terfokus dengan apa yang akan aku bicarakan.

" Jadi gini, menurutku nih ya kertas berisi harapan itu ibarat mimpi-mimpi dan agenda hidup kita, dan batu adalah usaha keras kita dalam membawa mimpi supaya terwujud, singkatnya di perjalanan panjang menuju laut atau bisa diartikan jalan panjang hidup yang bakal dilewati, kita harus membawa mimpi sekaligus usahanya tanpa terpisah diantara keduanya. Karena mimpi itu rapuh seperti kertas yang akan hancur lebur di dalam air. Jika kita hanya pasrah pada usaha dan mimpi yang kita jalankan, maka yang terjadi ada dua kemungkinan, mimpi itu akan terpisah dengan usaha kita karena kurangnya usaha, dan kedua saat kita pasrah dengan hambatan-hambatan dalam menjalani mimpi yang membuat kita lama atau bahkan berhenti di tengah jalan menuju masa depan."

" Jadi kita harus cari cara yah Rif supaya mimpi dan usaha keras kita berjalan bersama dengan melawati hambatan-hambatan di sepanjang jalan yang nantinya bakal dilalui?." Lanjut Renita.

" Iya bisa dibilang gitu, tapi tergantung pandangan kalian juga, kan setiap pandangan orang bisa berbeda."

" Ngangguk gitu emang maksud Ren? tuh Niko aja masih mikir." Ucap Renita.

" Yee masuk dikit lah, dikit tapi kan maksud haha."

Niko mulai paham dan lanjut memberi pertanyaan, " Jadi dalam meraih masa depan, kita juga bisa membuat hal atau cara sebaik apa pun agar kita bisa melewatinya dengan cepat?."

Rendi tiba-tiba beraura puitis, " huft benar, asalkan dengan cara positif Nik." Lanjut Rendi dengan menepuk pundaknya, agar sedikit demi sedikit sisi negatifnya terbuang jauh dari dirinya, Rendi yakin teman kecilnya itu adalah orang yang sangat baik.

4RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang