MENIT

30 6 8
                                    

Welcome Part menit, nah disini mulai menuju fase perkumpulan detik menjadi menit, dan pastinya banyak pelajaran berharga, selamat membaca

-------------------------------

" Nik, enak ternyata ya kerak telor di Jakarta." Canda Rendi yang memang baru pertama kalinya makan kerak tolor.

" Haha iya aku sih sering makan ini Ren, hmm aku rindu makan pindang tongkol juga, dulu waktu kecil suka banget sama pindang, andai aja bisa makan lagi."

" Iya nanti kalau projectnya udah selesai kamu mau ikut kita berdua pulang ke Jepara? kamu masih ada saudara kan?" Ucapku dengan senyuman lebar yang semoga saja merubah hidupnya.

"Ada ibu tinggal di rumah mbah, ngga tau sekarang, solanya ngga ada yang tau kalau ayah meninggal, kalau tau mungkin aku udah di cari untuk pulang." Niko menundukkan kepalanya.

Renita menepuk pundak Niko, " Nanti pasti kita bantu Nik."

" Iya terima kasih semuanya, beruntung bisa ketemu kalian."

" Sama-sama Nik." Terlihat tulusnya senyum Rendi membuat Niko mulai punya kepercayaan diri lagi.

11.am

Surya hendak menampakkan kekuasaannya sebentar lagi, dengan terik kuning memerah, kita butuh tempat berteduh yang nyaman. Renita mengajak ke suatu resto di dekat bundaran HI, tidak begitu mewah, sepertinya sesuai dengan budget yang kita punya, dibalut juga dengan arsitektur maksimal, pasti sangat nyaman.

" Kenapa kesini Nit?" Tanya Niko dengan bingung karena katanya baru makan di resto seperti ini.

" Iya yang makanannya enak, dan pastinya?" Renita sepertinya bertanya kepadaku.

Aku tahu maksud Renita, " Murah? Iya kan Nit?"

" Jangan keras-keras, kita sok kaya traveler kaya aja."

" Ada-ada aja kamu Nit Nit." Gelengan kepala Rendi membuat semua tertawa kecil.

Susunan meja bundar minimalis berbahan dasar kayu jati lengkap dengan suasana resto yang sejuk membuat segala penat sepertinya akan segera terbayar lunas, bunga teratai terlihat mengambang segar di kolam ikan mas, kolam ikan klasik dengan batu pada tepian yang membuat suasana seperti di pedesaan. Dalam beberapa menit, izinkan aku menikmati suasana resto ini dengan nyaman.

Renita memanggil pelayan dengan isyarat tangannya, mencari-cari dengan jarinya menu ekonomis tapi memiliki sedikit unsur kemewahan, katanya sambil tertawa.

" Pelan-pelan makannya Rif." Niko sudah terbiasa dengan suasana Kami, enggak nyangka bisa secepat ini akrab seperti Renita.

"Iya aku enggak kaya yang di sebelah kamu itu."

"Maksud kamu aku Rif? Kamu pengin nasibmu seperti kambing ini? Minat jadi kambing guling?"

"Udah Ren, Miss Renita ngga bisa fokus makan nih kalo gini."

"Miss dari Hongkong? haha"

"Awas yah kamu Nik!!"

Jika saja kami sedang makan di Padang Sabana atau tepi danau Toba, mungkin Niko sudah memilih mengasingkan diri sangat jauh di Sabana atau bahkan memilih tenggelam di danau Toba ketimbang merasakan amukan Renita, iya aku belum pernah merasakannya, dan semoga jangan.

Di saat keseruan makan kita ini sedang hangat-hangatnya, aku merasakan perasaan seperti kemarin, perasaan yang sama walau hanya berkesan sebentar dan ngga akan menyakitkan.

Iya Raya, "Sedang apa kamu sekarang?" terlelap tanpa pejam mata yang biasanya sekian detik berubah dalam satuan menit. Lukaku dan luka Raya semakin sering dipikirkan, durasi terlelap dalam bayangan sekilas bertambah lama. Siapa lukamu? Kapan pulih lukaku? Agghhh, gerutu.

4RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang