Zega menghela napas panjang ketika memandang Sonya dari balik jendela kamarnya, sedang menerima sebuah bungkusan. Wajah pucatnya masih menandakan keadaan yang tidak baik-baik saja. Setelah kemarin terpaksa pulang karena nyeri haid. Hari ini dia belum dibolehkan masuk oleh Sonya. Alasannya karena setelah sampai rumah Zega hampir pingsan, badannya menggigil tak sampai disitu nyeri di perut bagian bawahnya juga makin parah.
Saat pintu kamarnya terbuka. Zega tersenyum kecut pada Sonya.
"Sampai kapan cowok kamu mau berhenti ngirim makanan?" Tanya Sonya mengangkat bungkusan yang baru saja dia terima dari kurir pengantar makanan.
Zega mengendikan bahunya acuh, "dia bukan pacar Zega ma. Temen." Jawabnya.
"Kamu pikir deh, sayang. Mana ada temen sebaik itu?" Sonya dengan heran.
"Ya pokoknya, kak Hadden nggak lebih dari sekadar temen Zega ma. Zega cuma menganggap kak Hadden kakak aja." Balas Zega memanyunkan bibirnya yang sudah kering, "mama mah nggak percayaan." Lanjutnya masih belum puas menyangkal.
Sonya menatap wajah putri semata wayangnya. Lalu menghela napas.
"Kamu yakin?" Sonya bertanya. Dan Zega malah menunjukkan wajah bingungnya, "mama cuma takut. Lagian kamu nggak pernah cerita apa-apa. Taunya udah sembuh." Ucap Sonya.
"Awalnya Zega juga bingung. Tapi kak Hadden emang sebaik itu ma. Zega percaya kak Hadden nggak akan ngecewain Zega. Kak Hadden beda." Ucap Zega.
"Fine. Kalau kamu ngerasa gitu, ya udah. Mama cuma khawatir. Kalau misal kamu nggak bisa, kamu harus jauhin dia. Mama nggak mau kamu kenapa-kenapa. Karena mama cuma punya kamu. Kamu harus selalu sehat. Oke?" Dan Zega mengangguk seraya mengulas senyumnya.
"Oh iya. Bilang sama Hadden besok mama mau ketemu."
"Mama mau ngomong apa?" Tanya Zega.
"Tentang kamu lah. Apa lagi?" Balas Sonya dan beranjak dari kamar Zega. Mungkin akan siap-siap pergi ke kantor. Sedangkan Zega malah menghayal tentang pertemuan Sonya dan Hadden besok.
Setelah masuk sekolah lagi Zega harus mengikuti kemanapun Hadden pergi. Cowok itu makin overprotektif. Yang tandanya selalu di sisi Hadden sama saja dengan dia berada di sekeliling F4. Untuk ketiga kalinya Zega masih saja belum terbiasa. Tapi untungnya kali ini ada Kirana yang ikut bergabung jadi Zega tidak cewek sendiri dari keempat cowok di sana.
"Lo kelas berapa, btw?" Tanya Kirana. Zega memasang wajah terkejutnya. Dilihat dari sedekat ini pacar dari si ketos Rajendra memang luar biasa.
"Hei? Lo denger gue?" Kirana melambaikan tangannya di depan wajah Zega. Zega sendiri langsung tersentak. Bodohnya dia malah terkagum sampai lupa menjawab pertanyaan Kirana tadi.
"Eh sorry kak. Lo cantik banget diliat dari sedekat ini." Jawab Zega dengan jujur. Kirana terkikik.
"Duh makasih. Lo juga cantik kok." Balasnya tersipu malu.
"Kalau dibanding kak Kirana yaaa jauh lah hehe." Canda Zega.
"Bisa gitu ya cewek. Bisa saling memuji tapi biasa aja didenger. Kok kalau cowok jadi aneh?" Hadden yang sedari tadi fokus dengan pembicaraan Zega dan Kirana langsung menyeletuk.
"Kalau cowok sama cowok muji maksud Lo kaya homo?" Tanggap Juna.
Hadden mengangguk, "iyakan aneh kalau cowok. Kalau cewek kenapa biasa aja gitu?" Hadden yang masih terheran-heran.
"Ya mungkin. Takdir kali." Sahut Rajen. Ngasal kaya biasa tapi masuk jika dilogika.
"Semua cewek cantik kok di mata orang yang tepat. Misalnya cowok yang suka sama Lo. Lagian cantik kan relatif." Ucap Jevan yang sedari tadi cuma diam mendengar ocehan para sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Hadden
RandomBisa menembus circle paling elit di sekolah bukanlah tujuan Zega. Awalnya dia hanya mengenal Hadden secara pribadi. Dikatakan keberuntungan pun, Zega pikir itu terlalu berlebihan. Walau Zega tau bergabungnya dia dengan F4 sekolah akan selangkah lebi...