Hadden marah?

41 2 0
                                    

Jamkos merupakan sebuah keadaan dimana situasi kelas yang tidak kondusif. Namanya juga jamkos yang berarti jam kosong. Anak-anak kelas Zega sudah heboh tak karuan kondisinya. Ada yang Mabar sambil teriak-teriak, main ponsel sambil selfie, dan membuat grup rumpi dadakan.

"Kok gue ngerasa ada yang aneh ya akhir-akhir ini sama kak Hadden." Zega memulai sesi curhatnya dengan Windy.

Windy mengerutkan keningnya dan mulai meletakkan ponselnya di atas meja untuk sejenak memfokuskan atensinya pada Zega.

"Aneh napa? Lo buat salah?" Tanya Windy.

Zega menggeleng lekas. Rasanya dia tidak pernah membuat Hadden kesal. Lagian itu bukan sifatnya?

"Terus? Kok bisa?" Windy mikir. Dan Zega juga ikutan mikir.

"Biasanya kak Hadden tuh banyak ngobrol. Tapi sekarang enggak. Teruss.. belakangan ini juga nggak pernah telepon atau video call gue." Zega membeberkan semuanya pada Windy. Dia sumpek sendiri memikirkannya. Cuma Windy yang bisa jadi tempat curhat.

"Apa jangan-jangan dia punya pacar?" Tebak Windy walau cuma ngasal tapi membuat Zega menganga.

"Ya gini ya... Kak Hadden tuh kaya jaga jarak deh menurut gue sama Lo. Jadi ada dua kemungkinan. Dia sebel sama Lo atau dia lagi jaga hati buat seseorang." Kata Windy. Lalu menepuk pundak Zega. Entah maksudnya apa.

"Kalau kak Hadden ada cewek yang dia suka, kok gue sampai nggak tau ya? Apa gue juga harus jaga jarak sama kak Hadden?" Tanya Zega.

"Kalau menurut gue sih iya. Kalau bener loh ya. Coba tanya dulu deh entar dugaan kita salah." Suruh Windy.

"Entar gue tanya pas pulang." Jawab Zega.















Di lain tempat. Hadden bersama Jevan keluar dari ruang ganti. Mereka baru saja selesai pelajaran PJOK. Niatnya ingin ke kantin beli minum terus meluncur ke rooftop untuk nyebat. Tetapi ketika akan menaiki tangga Hadden dan Jevan dihadang oleh Rachel.

"Minggir." Suruh Hadden. Wajahnya lempeng, datar dan tak minat.

Sedangkan Rachel dengan ekspresi tengilnya memberikan sebungkus permen rasa susu untuk Hadden.

"Mending Lo makan permen daripada nyebat." Katanya menarik tangan kanan Hadden untuk menyerahkan satu bungkus permen yang dia bawa, lebih tepatnya sih Rachel memaksa. Lalu merampas sebungkus rokok yang Hadden bawa di saku baju seragam.

"Gue saranin Lo nggak perlu repot-repot deh sok perhatian sama gue." Balas Hadden. Sumpah mood dia selama seminggu ini hancur cuma gara-gara Zega.

Hadden merasa kesal. Bukan dengan Zega sebenarnya, tapi dengan perasaannya sendiri. Dia sulit mengontrol sikap. Hingga membuat Zega malah menjadi salah paham sekarang.

Walaupun begitu. Hadden masih bisa antar-jemput Zega seperti biasanya. Cuma tidak mengobrol dan membatasi skinship dalam bentuk apapun.

"Kenapa nggak boleh?" Tanya Rachel ingin tau alasannya.

Hadden maju satu langkah mendekati Rachel. Gadis tomboy itu bergeming tanpa perasaan was-was.

"Lo... Bukan siapa-siapa gue. Teman bukan bahkan cewek gue juga bukan. Terus Lo masih tanya?" Hadden dengan penuh emosi. Sedangkan Jevan di belakang tak bereaksi apa-apa.

"Lo benar-benar lupa gue? Atau Lo sok lupa aja?" Tanya Rachel. Hadden yang tak faham maksud pertanyaan Rachel mengerutkan dahinya.

"Maksud Lo apa?" Tanya Hadden.

Rachel malah tertawa meremehkan. "Fine. Lo emang benar-benar lupa. Sama gue. Sama kenangan masa kecil kita." Kata Rachel.

Hadden makin dibuat tak mengerti.

"Masa kecil? Kita pernah ketemu emang? Lo lama-lama halu ya?" Sindir Hadden. Dia berpikir Rachel mulai mengarang cerita.

"Setelah Lo pindah, kayanya gue juga Lo lupain."

"Nggak usah berbelit-belit. Lo siapa?!" Hadden yang sudah tak sabar berakhir membentak Rachel.

"Gue Ichel. Gue cewek yang dulu sekelas sama Lo waktu TK. Dan rumah Lo masih di Bandung. Lo lupain gue gitu aja setelah Lo ketemu geng Lo kan? Lo emang sejahat itu untuk ngelupain gue?" Rachel menjelaskan dengan mata berkaca-kaca. Gadis itu sudah memendam cukup lama untuk menjelaskan siapa dia pada Hadden.

"Ichel? Temen gue waktu TK?" Hadden berusaha mengingat kenangannya waktu kecil.

"Gue Ichel Hadden?" Rachel berusaha menyakinkan. Ekspresi tengilnya bahkan sudah berubah serius.

Hadden giliran bergeming. Mengingat sepenggal memori masa kecilnya ketika masih tinggal di Bandung. Iya, Hadden tak lupa pernah tinggal di kota itu. Bahkan dia juga dilahirkan di sana. Tapi tentang 'Ichel' dia benar-benar lupa sekarang.

"Oke! Gue emang lupa. Maaf." Hadden menghela nafas panjang. Menatap Rachel sama seperti tadi. Datar, tanpa minat dan tanpa semangat. Seperti bukan Hadden yang rusuh seperti biasanya.

"Waktu kita kecil, Lo pernah bilang sama gue. Mau kita dipisahkan sejauh apa Lo bakal ingat sama gue. Hah! Tapi nyatanya Lo nggak cuma lupa bahkan amnesia!"

"Stop." Suruh Hadden, "sekarang gue tanya mau Lo apa? Setelah gue ingat mau Lo apa Rachel?" Tanya Hadden. Sebenarnya Rachel hanya mau membuatnya bingung atau ada yang diinginkan oleh gadis tomboy itu.

"Oh sekarang budeg?" Sindir Hadden karena Rachel hanya menatapnya.

"Lo.. nggak tau seberapa keras gue bujuk orangtua gue untuk mau pindah ke sini. Buat Lo. Dan setelah gue bisa masuk sekolah ini. Nope! Lo bahkan nggak nengok sama eksistensi gue sebagai teman masa kecil Lo." Jelas Rachel.

"Jadi Lo mau gue apa sekarang? Jujur gue lupa. Mungkin besok gue bakal inget. Udah Lo mau apa sekarang?" Hadden mendesak. Tau kan bagaimana sifat Hadden. Dia tidak peka dengan kemauan cewek, no ribet-ribet club. Tapi Rachel seakan buat dia muter-muter. Sudah dia lagi nggak mau mikir malah dibuat tambah pusing.

"Satu lagi deh gue tanya. Selama ini Lo buat masalah sama gue tuh ini maksudnya?" Tanya Hadden.

Rachel malah smirk aneh, "mau gue buat keonaran kaya apa Lo masih aja nggak ingat kan?" Rachel malah balik bertanya.

"Oke. Jadi jawab pertanyaan gue sebelumnya." Tagih Hadden. Sesudah ini dia akan benar-benar malas untuk meladeni Rachel lagi.

Rachel terlihat gugup, mendadak salah tingkah dan menunduk sejenak sebelum kembali menatap kedua mata Hadden.

"Gue suka sam......."

"Oke sekarang kita jadian. Puaskan?"


















Setelah bel pulang. Zega menunggu Hadden di luar kelas. Biasanya cowok itu tidak pernah telat untuk mengajaknya pulang. Tapi setelah ditunggu-tunggu tidak kunjung datang.

"Kak Hadden mana sih?" Monolog Zega sambil memperhatikan room chat mereka. Bahkan cowok itu juga tidak mengirim chat untuknya. Bagaimana Zega tidak berpikir kalau Hadden aneh coba. Tidak biasanya cowok itu terlihat menghindarinya.

"Kayanya kak Hadden benar-benar marah sama gue?" Monolog Zega lagi dan beranjak dari bangku. Daripada menunggu Hadden yang tanpa kepastian mending Zega cepat pulang.

Sampai di depan gerbang, bunyi kencang klakson mobil membuat jantung Zega seperti akan copot. Dia mengelus dadanya sebelum menoleh ke belakang. Ingin tau mobil siapa yang menekan klakson sekencang itu.

"Zega ayo naik!" Seru suara cowok. Tapi sepertinya Zega mengenalinya. Saat Zega menoleh. Dan benar, itu Nakula Jevano. Si mas crush Zega.

"G-gue pulang sendiri aja kak. Makasih." Tolak halus Zega. Suka sih suka. Tapi kan harus jual mahal. Tidak kok, Zega cuma nggak mau merepotkan Jevan maksudnya.

Zega sudah akan pergi sebelum Jevan berkata, "Hadden ada janji. Lo disuruh pulang sama gue." Serunya masih dengan kepala menyembul dari jendela mobilnya.

Zega menoleh lagi. Mendengar jika Hadden ada janji. Sedikit membuat Zega lega. Tapi tumben tidak mengabari dan malah menyuruh temannya untuk mengantarkan pulang itu membuat Zega kecewa.

Dunia HaddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang