5

4.2K 472 4
                                    

Langit telah berganti warna semenjak kepergiannya beberapa jam lalu. Kembali ia injakan kakinya kedalam rumah yang redup penerangan, suara siulan menggema di seluruh ruangan yang dilewati. Tepat di depan sebuah kamar, pintu yang setengah terbuka ia dorong pelan, memamerkan seorang pemuda yang meringkuk disudut ruangan dengan memeluk erat lututnya.

Badan tegap itu masuk dan berjongkok tepat didepan Renjun yang tak menyadari kehadiran Jaemin.

Tangan besar itu merayap diantara rambut Renjun, setiap sela jarinya menyusuri helai rambut halus itu hingga sampai kebelakang. Cengkraman erat, begitu kuat membuat kepala pemuda Aries mendongak menampilkan mukanya yang takut bercampur lelah.

Melihat ekspresi orang didepannya, tawa serak Jaemin keluar dengan pelan. Tangannya terlepas lalu ia berdiri menjulang dihadapan Renjun yang hanya bisa menatap tulang kering pemuda itu.

" Menyedihkan sekali " sepatu kulit itu menendang nendang ujung kaki Renjun.

Beberapa detik setelahnya, entah dari mana sebuah kantong plastik hitam dijatuhkan disebelah Renjun oleh Jaemin, kemudian ia pergi. Sebelum benar benar hilang pemuda bermarga Na itu berucap " jangan sampai mati kelaparan". Kemudian sosok itu hilang.

Renjun hanya menatap lelaki tersebut lalu beralih pada kantong plastik didekatnya, tangannya dengan gemetar menjangkau plastik tersebut yang dibuka berisi sepotong roti hambar.

Manik Renjun menatap lurus kedepan, ia lempar roti bersamaan kantong plastik tersebut ketempat semula.

Perutnya lapar ingin diisi, tapi rasa lapar itu terkalahkan oleh ketakutan jikalau makanan yang diberikan telah diracuni.

Renjun menenggelamkan wajahnya dibalik lutut, dalam persembunyiannya ia menangis lirih dengan setiap doa ia utarakan dalam hatinya. " Aku ingin pulang". Kata itu terus ia ucapkan hingga hilang kesadarannya.

Jam telah berganti dengan cepat, tak terasa tengah malam telah tiba. Na Jaemin pemuda yang telah lama terjun dalam bisnis dunia gelap, mulai meregangkan tubuhnya yang telah mati rasa setelah lama duduk didepan layar komputer.

Ia melirik jam tangannya, lalu termenung sebentar teringat jikalau ia tak sendirian di rumah ini.

Senyum tipis tercetak diwajah pemuda itu, kursi yang ia duduki didorong pelan. Sekarang tujuannya adalah melihat rubah kecil yang ia abaikan beberapa saat lalu.

" Aku Huang bukan Liu " tangis itu menggema di seluruh ruangan, Renjun berusaha menjelaskan jika ia bukanlah orang yang dimaksud, tapi pemuda yang memijak tulang kakinya enggan untuk percaya.

" Lepaskan...ini sangat sakit " rintihnya memohon.

" Kau harus tahu. Kau adalah tahanan pertama yang aku lakukan istimewa seperti ini tuan Liu dan kau menyia nyiakan kebaikanku ini. Rasanya hatiku ini di injak-injak " akhir kata suara Jaemin mendramatis. Kaki itu semakin kuat menekan ke bawah, rasanya sangat sakit bagi Renjun yang hanya terisak berusaha menjauhkan kaki Jaemin dari atas tulangnya yang dirasa akan patah.

Renjun tak tahu saat ini dia harus bersyukur atau tidak ketika Jaemin telah berhenti menekan kuat tulang kakinya,kini ia telah berjongkok didepan Renjun.

"Membuang buang makanan ini..." Jaemin beranjak mengambil roti hambar yang tergeletak dilantai "asal kau tahu, banyak orang diluar sana yang mati kelaparan dan kau menyia nyiakan makanan ini" selembar roti itu Jaemin lempar tepat diwajah Renjun yang memerah masih dengan Isak takutnya.

"Kenapa membuang makanan ini? Kenapa hm?" Tangan itu tiba-tiba mencengkram kuat rambut halus belakang Renjun "jawablah?" Lanjutnya bertanya dengan suara serak.

"R-racun" ucap Renjun berusaha mengeluarkan suara, matanya terpejam menahan sakit dari rambut yang ditarik kuat seakan berpisah dengan kulit kepalanya.

Jaemin tergelak,kepala pemuda itu tertoleh sebentar kearah samping kemudian ia mendekatkan wajahnya tepat di muka sakit Renjun.

"Yang benar saja. Membunuh dengan racun itu bukanlah gayaku"

" Kau lihat ini " lanjut Jaemin kini beralih mencengkram dagu Renjun yang terus mengeluarkan bening" tak ada racun " ujarnya memakan sepotong roti, mengunyahnya tepat didepan mulut Renjun yang tertutup.

" Kau akan memakan makanan ini atau tidak?" Renjun mengangguk dengan tergesa-gesa ia ambil alih roti hambar yang ada ditangan Jaemin.

"kau tak bisa mengunyah makanan? Ingin aku bantu?" Tawar Jaemin menyeringai pada Renjun yang menggeleng cepat.

Langsung pemuda kelahiran Maret itu melahap seluruh roti hambar dengan suapan yang besar, sampai tak sadar jika remahan roti menyebar ditepian bibirnya. Sambil sesenggukan Renjun berusaha untuk terus mengunyah walaupun sebenarnya ia tak bernafsu untuk menelan roti tersebut.

Saat tangan besar itu ingin mengusap puncak kepala pemuda mungil didepannya Suara disudut pintu mengalihkan perhatian Jaemin. Tiba tiba saja ia berteriak mengagetkan Renjun yang berusaha menelan makanannya, mata itu melebar melihat sikap lain Jaemin.

"Aish selalu ku ingatkan agar mengetuk pintu untuk masuk kerumah orang lain" ucapnya tajam, matanya melirik kesamping.

"Tempramental sekali" gumam orang itu bersedekap dada ditepian pintu,"Wah kau punya tahanan?" Tanyanya memiringkan kepala menatap sosok lain yang tergeletak didepan partner kerjanya. " Kenapa tak langsung kau bunuh saja?" Lanjut pemuda itu mendekat pada Jaemin yang telah berhawa dingin.

" Eh tunggu" ucap pemuda itu berhenti di belakang Jaemin, menatap Renjun yang sedikit mendongak melihat dirinya. Lantas ia tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata "pantas saja kau tak membunuhnya dia cantik" goda pemuda itu yang mana malah menimbulkan ketidaksukaan pada diri Jaemin.

" Keluar! dan menjauh darinya Andy" perintah Jaemin berdiri menatap tajam pemuda itu yang hanya mengedikan bahu seolah tak peduli.

Andy Park. Partner muda yang telah lama menjalin kerjasama dengan Jaemin memberi isyarat pada Jaemin untuk keluar dari ruang kamar ini. Jaemin menghela nafas melirik Renjun yang langsung menundukkan kepala saat tahu sedang dilirik dan pemuda Aries itu masih mengunyah pelan roti hambar yang masih tersisa.

" Ada urusan apa?" Tanya Jaemin langsung keluar dari ruangan berjalan beriringan dengan Andy.

" Ken dia ingin bertemu dengan dirimu, lusa di tempat biasa" jawab Andy jalan menuju ruangan tempat layar komputer Jaemin masih menyala, " Ah ya... aku lupa bilang jika dua hari lalu salah seorang detektif distrik nine hampir membocorkan koordinat bunga violet " jelasnya bersandar ditepian meja yang berada tak jauh dari tempat Jaemin duduk. Pemuda itu kembali sibuk menatap layar komputer yang menampilkan beberapa truk dengan penjagaan ketat dibawa kesebuah tempat.

" Lalu bagaimana?" Tanya Jaemin balik.

" Aman aku berhasil menjahit mulutnya" wajah itu tersenyum tipis sambil melempar sebuah foto berisi seorang terikat di kursi besi dengan mata tertutup dan mulut telah bersimbah darah dengan benang yang terjahit ditepian bibir tipisnya.

"Dijahit sungguhan rupanya" gumam Jaemin santai mengambil foto yang dilempar kepadanya sambil mengangguk paham.

SIM CARD | JAEMREN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang