20

2.2K 224 21
                                    

Ruangan luas yang ditengah tengahnya diberi meja besar, bertumpuk kertas dengan sebuah kursi membelakangi jendela satu arah yang menampilkan pemandangan kota yang penuh oleh khalayak ramai, sudah bertahun tahun ia menempati tempat ini.

Penampilan yang awalnya bocah ingusan sekolahan telah berganti pada sosok orang dewasa yang matang, jika dahulu ia memakai celana jeans dan kaos yang dilumuri jaket seperti anak remaja nakal yang sibuk keluyuran sana sini menghamburkan uang untuk main, maka sekarang ia memakai pakaian kantor dan disibukkan oleh berkas berkas yang ada.

Wajahnya tak berubah hanya saja beberapa tempat dipenuhi oleh bekas luka bakar dan goresan tapi tak menutup wajah rupawan yang sering membuat orang salah paham akan gendernya.

Ditengah tengah kesibukannya memeriksa dokumen yang tak kunjung habis, seorang datang mengetuk pintu lalu masuk dengan sopan dan berdiri didepan meja sambil membungkuk memberi salam.

"Bagaimana keadaannya?"

Tanpa basa-basi langsung ia berikan pertanyaan pada lelaki yang masuk barusan, orang tersebut selalu ia sibukkan dengan perintahnya.

" Tuan masih sama bos, masih dalam keadaan linglung dan tak mengingat apapun termasuk dirimu, tapi tenang saja dokter yang menjaga tuan akan sebisa mungkin melakukan perawatan terbaik agar tuan segera pulih"

Anggukan ia berikan atas jawaban lelaki yang menghadap padanya, ia masih sibuk memeriksa secarik kertas yang ada diujung jari.

" Mengenai lelaki Huang itu?" Lanjutnya bertanya tanpa menoleh.

" Saya sudah mengirimkan uang bulanan yang anda suruh dan dia masih bekerja sebagai art dikediaman lai "

Senyap sesaat, wajah dibalik kertas itu termangu sebentar menatap kosong kearah depan. Ia taruh kertas itu diatas meja lalu menopang dagunya diatas meja menatap tepat pada lelaki yang tak beranjak dari posisinya.

" Bertahun tahun terlewatkan dan aku masih memiliki rasa penyesalan, terutama padanya"

Ia berujar dengan wajah tanpa ekspresi, jika diingat ingat lagi itu adalah kesalahan terbesar yang tak akan pernah ia lupakan.

" Seandainya aku tak memberikan SIM card itu dengan sengaja padanya pasti dia tak akan terlibat hal buruk ini dan akan hidup bahagia "

Tubuhnya ia sandarkan pada kursi, dengan mata terpejam ia memegang keningnya yang berdenyut, rasa bersalah terus saja menghantui dirinya lantaran tak memberikan kata maaf dengan benar pada lelaki Huang yang ia libatkan dalam masalah.

" Bos yang berlalu biarlah berlalu "

" Ya aku tahu, dan kau berhenti memanggilku bos sialan, kau adalah anak buah kesayanganku"

Usai berujar demikian ia bangkit dari duduknya, dengan wajah konyol ia merangkul lelaki yang merupakan bawahannya dengan cengiran pada wajah sambil memberikan tinju yang digosok pada kepala dengan kuat, membuat si korban meronta minta dilepas.

Dalam aktivitas bercanda tersebut sebuah ketukan pintu hadir dan bunyi pintu terbuka terdengar membuat mereka yang ada didalam ruangan membeku dengan posisi tersebut.

Sosok lelaki berkacamata dari balik pintu menyembulkan kepalanya, " Maaf mengganggu waktumu, nona dan nyonya datang ingin menemui anda" ujarnya mendorong kebelakang kacamatanya, menatap canggung dua orang didalam ruangan yang menampilkan raut menahan malu karena tertangkap basah melakukan hal konyol.

" Aku pamit undur diri dulu bos " langsung lelaki itu beranjak dari tempatnya menunduk memberi hormat sopan pada sang atasan sebelum keluar dari ruangan tersebut.

" Arthur, suruh dia untuk menemui ku setelah ini " celetuk pemilik ruangan merapikan dasi beserta kemejanya yang sebenarnya rapi, hanya pengalihan dari rasa malu kepergok melakukan hal konyol.

SIM CARD | JAEMREN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang