12

3.6K 349 14
                                    

Pintu kayu setengah berlobang adalah hal yang Mark jumpai ketika dirinya tersesat didalam gedung tua ini. Denyutan dari gigitan kelabang sangat ketara sakitnya didalam situasi panik.

Mark menendang kuat pintu tersebut berusaha kabur setelah dirinya ketahuan membuntuti, kepalanya terus berpikir mengenai hubungan ketua tim dengan orang barusan. Mungkinkah jejak kasus yang terus menghilang ada hubungannya antara ketua Tim dan orang tadi?

Saat pintu itu berhasil terbuka Mark yang telah berancang-ancang untuk lari langsung terhenti, ia mendapati orang yang ia kenal berdiri dengan tangan masuk kedalam saku jaket.

Mark berbalik hendak kabur lewat arah sebelumnya tapi disana telah ada orang yang ia buntuti tersenyum miring.

" sial" umpat Mark, ia telah dikepung.

Mark menatap bergantian dua orang tersebut, waspada jika mereka membawa senjata tersembunyi untuk membunuh dirinya.

" Tak menyangka orang yang ku pantau lewat monitor akan ada disini." Suara itu mendekat bersama tubuhnya.

Mark mundur perlahan, menatap tajam sosok berahang tegas didepannya. Tangan yang terasa sakit ia pegang kuat, Mark menunggu. Ia sedang menerka nerka kecil peluang yang ia gunakan untuk lari dua orang yang mengepungnya ini.

" bukankah ini takdir" sambung Jeno menatap Mark yang terus mundur dan hampir menubruk Jaehyun.

Mark abai akan ucapan tersebut, ia memilih berbalik dan menatap Jaehyun dengan tajam.

" ketua... aku tak menyangka kau bersekongkol dengan mereka" ujar Mark yang merasa ditipu.

Jaehyun mengedikan bahu tak peduli ia dorong tubuh yang lebih pendek itu hingga mundur beberapa langkah.

" kau terlalu ikut campur Mark Lee." Ucap Jaehyun mendekat pada Mark, mata lelaki Jung melirik Jeno yang ada dibalik punggung Mark memberikan tersenyum tipis padanya.

Paham maksud dari orang yang ia tatap, Jaehyun berbisik pelan memperingati polisi muda yang ada didekatnya, "Aku sarankan kau tak melawan, polis max" setelahnya Jaehyun menabrak pundak Mark, ia pergi kearah depan berjalan lurus.

Mark menegak ludah, jantungnya seketika berpacu melirik sosok Jeno yang memberikan senyum seperti orang gila tak lupa alis pemuda itu terangkat. Langkah pelan Mark mulai sebelum ia mengambil keputusan lari kearah pintu berlubang yang ia dobrak beberapa saat lalu.

Setiap benda yang ia lewati mark gunakan untuk menghalangi kejaran Jeno tapi tampaknya itu tak berguna. Jeno masih saja terus mengejar Mark.

Dalam pelariannya Mark mendapati dua jalan yang menyimpang, satu menaiki tangga dan satu lagi turun entah kemana, dengan tak yakin Mark melirik kearah belakang dan memilih menaiki tangga. Nafas naik turun sangatlah jelas dari mulut Mark, hingga tangga terakhir sebuah lorong ditunjukkan namun diujung lorong yang Mark temukan adalah tembok kosong. Jalannya buntu.

Mark langsung berbalik ingin pergi tapi dibalik punggung sudah ada Jeno yang siap menghimpit tubuhnya dengan tembok dinding.

" woww santai dulu gak sih"

Ralat. Maksudnya Jeno berujar,"Wow tenang, jangan ganas begini-" tangan lelaki itu hendak mampir pada sisi wajah Mark yang dialiri peluh tapi lebih dulu ditepis empunya.

Kini hanya tersisa lelaki April dan Agustus ditempat sunyi ini. Jeno tersenyum tipis, ia dekatkan terus dirinya pada Mark yang panik sebab telah tersudutkan, kemudian Jeno berucap," kalau ingin ganas diatas ranjang saja."

" brengsek ku sobek mulut busuk mu itu" geram Mark menatap penuh emosi orang didekatnya.

Langsung ia dorong kencang tubuh tinggi didepannya itu dengan emosi, tapi Jeno cuma tertawa pelan melihat respon Mark yang mulai memerah.

" Silahkan robek mulut ku ini, tapi dengan mulut mu."

" sialan kau" maki Mark menggebu-gebu memberikan bogeman tepat pada rahang tegas itu, tubuh Jeno kembali mundur beberapa langkah dibuatnya. Lelaki dominan itu sedikit tersenyum miring membalas tatapan nyalang dari polisi yang selama ini ia awasi.

"sepertinya kau ingin aku kasari."

------

Dilain waktu dan tempat, matahari telah datang memberikan kehangatan pada bumi yang diselimuti gelap semalaman.

Dua orang berbeda usia disebuah kantor kepolisian sedang saling bertukar kata, satu diantaranya remaja labil yang mulai kesal lantaran tak diperbolehkan masuk kedalam kantor untuk mencari seseorang dan satu lagi polisi yang berusaha sabar menenangkan remaja yang ia temui.

"Aku hanya ingin menagih ucapannya, jadi biarkan aku masuk dan bertemu polisi Max!" Kesal seorang berambut pendek berbalut jaket menyelimuti kemeja birunya, tak terima ketika tak diizinkan masuk.

" Kau tak diizinkan masuk, sebelum membuat janji," jelas polisi muda itu berusaha berucap sabar.

Tak peduli akan ucapan itu, gadis SMA itu berusaha menerobos masuk dan saat itu juga seorang datang menengahi kegiatan mereka.

"Ada apa ini ribut sekali?" Ujarnya ketika perjalanan masuk kedalam dihadang oleh seorang remaja yang sedang ribut dengan satu polisi.

Gadis berambut pendek itu berhenti sejenak, mata sipitnya menatap tajam penuh selidik pada lelaki tinggi itu. Nama Jung Jaehyun tercetak pada jaket khusus yang ia gunakan. Liu Meng memundurkan kakinya yang berbalut celana jeans beberapa langkah, membiarkan Jaehyun mengambil tempat tepat dihadapannya.

"Seharusnya anak seusiamu sedang bersekolah sekarang, bukannya mencari keributan di kantor polisi" ujar Jaehyun menatap manik remaja yang menatap tidak suka.

" Aku hanya menagih janji pada seseorang." Wajah itu menatap datar lelaki yang memancarkan aura dominan pada dirinya.

"Siapa orang itu?" Lanjut Jaehyun bertanya.

" Mark Lee alias polisi Max," jawab Liu Meng.

Alis Jaehyun naik sebelah kemudian kembali bertanya," Max? Janji apa yang kau buat dengannya?"

"Dia berjanji akan menemukan kakakku yang hilang." Ujar Liu Meng.

"Siapa nama kakakmu?."

"Yangyang. Liu Yangyang."

Saat nama itu diucapkan Jaehyun mengangguk pelan sambil tersenyum tertarik sebelah dan lelaki itu menundukkan kepala mengambil tempat lebih dekat pada gadis didepannya, tak peduli pada polisi muda yang berada diantara mereka berdua.

"Sayang sekali, sepertinya polisi max tak bisa tepati janjinya padamu. Karena ia bilang berhenti menjadi polisi kepadaku." Ujar Jaehyun lalu kembali berdiri tegak memasukkan kedua tangan pada kantong celana," Jadi pergilah bocah ingusan"lanjut Jaehyun berlalu pergi dengan langkah arogannya masuk kedalam, meninggalkan remaja perempuan yang telah mengeraskan rahangnya.

" Aku bukan bocah ingusan " ujar Liu meng datar, matanya tajam masih menatap kepergian Jaehyun yang tak lagi nampak dari balik pintu.

" kau pikir aku tak tahu apapun huh?," Kalimat itu terucap oleh bibir yang menyunggingkan senyum penuh remeh.

SIM CARD | JAEMREN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang