19

2K 232 34
                                    

Wajah pucat itu sebagian dibalur oleh perban putih yang menyembunyikan luka bakar yang belum sembuh, rambut pendeknya telah panjang sampai menutupi daun telinga. Kaki yang diberi Gasper pertanda ia tak bisa berjalan untuk waktu yang lama.

Baju putih bercorak biru khas rumah sakit yang ia pakai tak semuanya diisi. Bagian tangan kiri pergelangan baju panjang yang dipakainya kosong, kekosongan yang membuat kain bajunya bisa terbang tertiup oleh hembusan angin yang datang dari balik jendela kamar.

Nafas lelaki Leo naik turun, dirinya tak mampu menerima jika ia harus kehilangan lengan kiri dan juga seseorang untuk selamanya.

"Berhenti menangis, aku akan mencari sesuatu yang bisa menggantikan lengan kirimu, bahkan lebih bagus dari lengan lamamu."

Wajah lelaki Na bangun memandang kearah pintu kamar yang dibuka oleh orang yang ia kenal.

" Tak ada yang bisa menandingi bagusnya ciptaan Tuhan, Jovan."

Jaemin mengusap pipinya yang semakin tirus, ia tahu sang teman sedang bercanda. Jaemin beralih memandang kearah luar tepat pada jendela yang menjadi perantara masuknya angin kedalam ruangan.

"Baiklah jika begitu," ucap Jeno menanggapi ucapan temannya lalu ia masuk lebih dalam.

Disana dua orang berbeda postur tubuh itu terdiam beberapa saat, mereka disibukkan oleh kegiatan masing masing.

" Apa kau berhasil menemukannya?"

Jeno tersentak dari kegiatannya, pertanyaan yang terlontar dari mulut Jaemin membuat lelaki Lee itu sontak mengalihkan pandangan pada Jaemin yang menatap penuh harap.

" Nathan...

Berapa kali harus aku bilang, jika Renjun sudah mati." Jelas Jeno.

Jaemin menggeleng kuat, bukan hal itu yang ingin ia dengar dan Jaemin ingin menyangkal ucapan Jeno.

" Tidak mungkin,aku melihat sendiri dia dibawa oleh seseorang, dia-"

Jeno memotong ucapan Jaemin, ia berkata " kau hanya berhalusinasi, semua yang ada disana lenyap kecuali dirimu. kau beruntung Jaemin karena ada dinding yang jatuh melindungi dirimu."

Semuanya Jeno katakan bahkan ia sampai tak memikirkan jika Jaemin langsung terpuruk karena ucapannya, lelaki yang ia kenal pantang menangis untuk apapun kini sedang menangis tanpa suara.

"Aku mohon...aku .....aku mohon...aku belum menyampaikan sesuatu kepadanya"

Jeno hanya diam, membiarkan Jaemin tertunduk dengan tubuh bergetar. Lelaki leo itu mencengkram erat pakaian rumah sakitnya.

" Aku mencintainya. Aku jatuh cinta pada Renjun.. Lee -

Jadi aku mohon...temukan dia"

Jeno mengangguk seolah paham, sorot mata lelaki Lee itu redup melihat Jaemin yang menangis pilu, Jaemin hancur saat tahu orang yang ingin ia miliki mati.

---

Pemantik itu ia arahkan pada rokok yang di ambil dari sakunya, ditengah angin malam diatap rumah sakit ia seorang diri sedang menunggu kehadiran objek yang tak kunjung muncul.

"Bocah, dilarang merokok diarea rumah sakit."

"Huh?" Andy park menaikan salah satu alisnya, ia berbalik menatap sumber suara dimana seorang lelaki bermata sipit menatapnya.

" Aku sudah memperingati dirimu, " ujarnya dengan suara nyaring berlalu pergi meninggalkan Andy sendirian di atap rumah sakit.

Kebetulan berbarengan hilangnya lelaki bersuara nyaring bak lumba lumba, orang yang ditunggu hadir memandang bergantian pada Jisung juga objek putih bermata sipit yang ia lewati tadi.

" Pacarmu?" Celetuk Jeno berjalan mendekat pada Jisung dengan senyum konyolnya.

" Pacar apanya " datar Jisung memutar mata malas pada Jeno kemudian ia kembali menghadap pada pembatas atap rumah sakit, lelaki Park itu menghembuskan asap rokoknya dengan khidmat.

" Kita harus segera pergi dari negara ini, " Jisung menatap luasnya daerah yang ada disekitar, rokok yang tinggal puntungnya ia buang lalu ia pijak .

Jeno mengangguk paham, ia tak bodoh untuk bertanya mengapa mereka harus cepat angkat kaki dari negara ini.

" Negara tujuan?" Tanya Jeno memasukkan tangannya kedalam saku celana, dingin malam begitu sejuk dari biasanya.

" New york, seseorang yang aku kenal bisa membantu kita," jawab jisung.

" Jangan beritahu Nathan, karena aku yakin dia akan menolak "

" Ya aku mengerti "

----

Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat apalagi harus hidup beradaptasi dengan kehidupan baru dimana orang orang memandang buruk dirimu.

Niat awal Jaemin hanya ingin membantu seorang anak kecil yang menangis akibat terjatuh, namun kebaikan tersebut disalah artikan. Lelaki bermarga Na itu mendapatkan makian karena dikira ia adalah penyebab sang anak menangis, tanpa menunggu makian berikutnya terlontar Jaemin bergegas pergi dari lokasi tersebut dengan senyum tipis tanpa arti diwajahnya.

Jaemin menghela nafas panjang menatap langit dengan awan yang menari tertiup angin, sudah tiga bulan semenjak dirinya kembali ke tempat ini, banyak perubahan yang telah dijumpai.

Lelaki leo itu berjalan melewati kaca toko yang memantulkan bayangan dirinya, lamat pemuda itu memandang. Kemudian ia kembali melanjutkan jalannya dan berhenti tepat didepan trotoar jalan penyebrangan.

Lelaki kelahiran Agustus itu kini sedang memandang jalanan dengan tatapan tak hidup, ia menulikan pendengaran akan sekitarnya. Kepala lelaki itu sudah dipenuhi oleh berbagai macam pemikiran yang menyulitkan diri sendiri.

Saat lampu penyebrangan jalan kaki hijau, Jaemin tak bergerak dari tempatnya hingga pundak lelaki itu ditabrak oleh orang orang yang ingin menyebrang.

Jaemin menghela nafas panjang, ia sadar dari lamunannya. Ia sendirian ditepian trotoar dengan cepat ikut bergerak menyusul para pejalan kaki lain yang telah berada di sebrang jalan, ia buru buru bergerak tak sadar saja jika lampu pejalan kaki telah berganti warna menjadi merah.

Dari arah samping Jaemin tak menyadari jikalau ada mobil pengangkut barang yang melaju, suara klakson lah yang menyadarkan pemuda itu.

Jaemin menatap sesaat hendak menghindar tapi lebih dulu tubuh pemuda leo telah dihantam jatuh kuat diatas aspal.

Rasa sakit ia rasakan, wajah pemuda itu mengernyit menahan sakit sekuat mungkin, dengan perlahan Jaemin membuka mata ingin melihat seberapa parah kecelakaan yang ia alami. Jaemin yang tadinya berpikir ia sudah sekarat karena tertabrak mobil mulai bernafas legah, ternyata ia tak terlindas oleh mobil pengangkut barang.

Jaemin penasaran apa yang terjadi sebenarnya, ia mencari siapa yang telah menolong dirinya.

Tepat saat itu sebuah uluran tangan datang, nafas orang itu tak beraturan didepan Jaemin. Kepala yang awalnya tertunduk Jaemin angkat untuk melihat  siapa orang tersebut.

Ketika matanya menangkap objek itu, Jaemin merasa dunia tak lagi terdengar  bahkan orang orang yang mulai berdatangan mengerubungi dirinya diabaikan seperti angin lalu.

Jaemin tak bisa menahan getaran dan juga debaran jantung yang begitu kuat, rasanya sangat sakit jika dibiarkan begitu saja.

Wajah lelaki Leo itu penuh dengan ketidak percayaan terhadap apa yang dilihatnya ini.

Orang yang dianggap mati selama ini ternyata masih hidup.

[END]

???

Nabung = Nathan buntung 🥲

SIM CARD | JAEMREN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang