The Vain Effort

178 13 0
                                    

Kallen berjalan di lorong rumah sakit untuk mengecek kondisi Ayah Shan. Sudah 3 hari ini, Shan tidak menemani Ayah karena harus berkunjung ke beberapa perusahaan di luar kota.

Sesampainya di ruangan Ayah, Kallen menanyakan kondisinya pada seorang kepala suster. Setelah semuanya jelas, Kallen menemui Om Frans.

"Kondisinya masih sama, belum ada kemajuan yang pesat, Kall. Apa Shan sudah menceritakan tentang rencana operasi?"

"Belum Om."

"Saya pikir Pak Pranata tidak membutuhkan operasi itu karena terlalu beresiko."

"Jadi solusinya bagaimana Om?" Kallen menatap Om Frans dengan seksama. Om Frans hanya menggelengkan kepala sambil menghela nafasnya yang terdengar berat.

"Jika kami lepaskan alat penunjang kehidupannya, Pak Pranata mungkin tidak akan bertahan lagi. Tugas kamu adalah membesarkan hati Shan agar ikhlas melepas kepergian Ayahnya."

Kallen tertegun, seluruh tubuhnya seketika membeku. Seberat inikah tugasnya? Membesarkan hati Shan agar bisa mengikhlaskan Ayahnya untuk pergi? Kalimat macam apa itu? Kenapa aku harus memikul tanggung jawab seberat ini???

"Saya harap Om jangan mengatakan apapun dulu pada Shan."

"Sure, kamu orang yang harus mengatakannya. Om tahu Shan wanita yang keras, dia akan mengupayakan segala cara untuk Ayahnya tetap hidup. Mungkin jika kamu coba bicara pada Shan, Shan akan sedikit melunakkan hatinya."

Kallen mengangguk pelan, seketika pikirannya melayang entah kemana. What should I do??? Teriaknya dalam hati.

"Om tahu ini berat, tapi ini harus di jalani Kallen, Om yakin kamu bisa."

Om Frans menepuk lengan atas Kallen, seketika Kallen menarik diri dari lamunannya. Kallen berpamitan untuk kembali ke kantor, pikirannya amat sangat kacau saat ini. Bayangan Shan yang akan memberontak, menolak dan marah terus memutar-mutar di pikirannya. Berbagai skenario terburuk menghantui pikiran Kallen. Oh God give me a strenght, bisiknya dalam hati.

***

Kallen merasa sangat risau, pasalnya Kallen sama sekali belum mengatakan pada Shan mengenai kondisi terakhir Ayahnya. Entah bagaimana caranya, tetapi mau tidak mau Kallen harus mengatakan apa yang Om Frans sampaikan padanya.

Setelah menyelesaikan 2 putaran berenang dengan gaya kupu-kupunya, terlihat Shan duduk di tepian kolam sambil menenggelamkan kakinya.

"Apa rencana kamu hari ini?"

"Aku akan menemui Ayah, apa Om Frans mengatakan sesuatu?"

"Aku ingin bicara sesuatu yang penting dengan kamu"

"Apa?"

Kallen melengos melanjutkan 2 putaran dengan gaya bebasnya. Shan memutar bola matanya kesal, kenapa dia tidak pernah to the point? Selalu menunda-nunda jika ingin mengatakan sesuatu, it's so annoying !!!

Shan dengan tidak sabar menunggu Kallen menyelesaikan urusan berenangnya. Shan kini sudah mulai terbiasa melihat tubuh Kallen yang awalnya seringkali membuat jantungnya berdebar tak karuan. Shan mulai terbiasa karena tubuh itu sudah sering mendekapnya erat. Dekapan yang nyaman menurut Shan, namun Shan takut terlalu nyaman jika menikmatinya.

"Aku harus mandi dulu, Babe."

"I have to wait how long????" Shan menggeram melirik Kallen penuh kekesalan. Kallen tersenyum sambil mencolek hidung Shan.

"15 minutes, please..." Kallen mengecup kening Shan sebelum melengos meninggalkannya. Shan selalu di buat gemas oleh tingkah Kallen yang...terlalu manis untuknya. Shan tidak pernah menyangka manusia seperti Kallen dapat bertingkah semanis itu. Kini, kecupan di kening menjadi favorit Shan.

The TestamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang