The Shocking Moment

218 12 0
                                    

"Aku merasa tidak lagi cocok dengan Kallen. Kami terlalu sering berdebat, bertengkar dan itu membuat aku sangat lelah."

"Jadi kamu bertengkar dengan Kallen?"

"Hmmm..." Shan mengangguk lemah sambil perlahan mengunyah makan siangnya. Tante Cindy hanya tersenyum kecil menanggapi Shan.

"Sebesar apapun permasalahannya, jangan pergi. Duduk bersama dan bicara, itu lebih baik."

"Tante, permasalahan ini tidak bisa lagi bicarakan. Aku sudah terlalu lelah dengan Kallen. Aku juga sudah mengajukan perceraian."

"Seriously? Kenapa harus bercerai?"

"Aku pikir itu jalan terbaik untuk kami."

"Lalu...apa Kallen berpikir hal yang sama?"

"I don't know....tapi dia masih bersikeras untuk menemui aku."

"Dia masih mencintai kamu. Oh come on Shan, sisihkan sifat keras kepala kamu. Sebelum kamu menyesal di kemudian hari karena telah menyia-nyiakan dia."

"Kenapa Tante berkata seperti itu? It's so annoying !"

"Sayang, Tante sangat mengenal kamu. Tante tahu, kamu sekarang sedang emosi dan butuh berpikir jernih. Pikirkan dengan kepala dingin, apa perceraian benar-benar jalan terbaik untuk kalian? Lalu pikirkan rencana hidup kamu setelah bercerai, karena someday ketika kamu bertemu lagi dengan seorang pria kamu harus menjelaskan semuanya. Apa kamu siap? Tidak semua kalangan dapat menerima seorang widower dnegan tangan terbuka." Tante Cindy berkata lembut lalu meraih tangan Shan di seberang meja. Tante Cindy menggenggam erat tangan Shan.

"Jangan terburu-buru sayang, santai saja. Pikirkan satu persatu, pikirkan apa yang perlu dan harus kamu lakukan, setelah itu putuskan apa yang benar-benar kamu inginkan. Listen to your heart, karena kamu tidak hanya memiliki logika tapi kamu juga memiliki hati yang ingin didengarkan."

"Ya....."

"Jangan lupa turunkan juga ego kamu sedikit, okay?" Tante Cindy mencolek hidung Shan sambil beranjak menyimpan piring kotor di bak cuci. Shan menyusul Tante Cindy, membantunya merapikan dapur.

"What should I do, Tan?"

"Tenangkan diri kamu dulu. Cukup itu yang harus kamu lakukan sekarang. Jangan berpikir macam-macam, okay?"

"Hmmm" Shan mengangguk lemah. Tante Cindy mengusap pipi Shan. Shan langsung memeluk Tante Cindy, mengistirahatkan kepalanya di bahu Tante Cindy dengan manja.

"Bantu aku untuk melupakan Kallen."

"Semakin kamu melupakan dia, semakin kamu mengingat dia. Semakin kamu menjauhi dia, dia akan terasa semakin dekat dengan kamu. So, let it flow. Jangan terlalu memaksakan diri. Okay?"

"Hmmm..." Shan mengangguk lagi mendengar nasihat Tante Cindy. Sejak kecil, Shan memang sangat menurut pada Tante Cindy. Tante Cindy adalah sosok yang selalu Shan anggap sebagai figur otoritasnya selain mendiang Bunda dan Ayahnya. Tante Cindy mampu mengendalikan Shan dalam setiap keadaan dan Shan hanya bisa mendengarkan perkataan Tante Cindy.

"By the way, Tante harus mandi. Jika ada student Tante yang datang minta dia untuk menunggu, okay?"

"Okay."

"Apa Irene sudah datang?"

"Ya, sepertinya dia sedang mencuci pakaian di belakang."

"Okay." Tante Cindy terburu menuju kamarnya. Shan memutuskan untuk bersantai di ruang keluarga sambil membalas beberapa chat Bima. Tak lama terdengar bel berbunyi. Shan langsung beranjak menuju pintu. Shan mengintip dari lubang kaca pintu, seorang perempuan berusia sekitar 18 tahun. Sepertinya dia student yang akan menemui Tante Cindy, ujar Shan dalam hatinya.

The TestamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang