The Confession

234 12 0
                                    

Sore itu, Kallen memarkirkan mobilnya di halaman rumah Tante Cindy. Kallen lagi-lagi akan menemui Shan dan bicara padanya. Tiba-tiba ponselnya berdering, Giraka tertulis di layar.

"Ya, Ka."

"Gue menerima surat gugatan Shan. Staff Om Damara yang mengantarnya kesini." Raka berkata pelan, Kallen tersenyum getir mendengarnya. Kallen termenung, tak menyangka surat itu akan sampai secepat ini padanya.

"Okay, thanks Ka."

"You okay?"

"Ya..."

"Good luck, Kall. I know, you can do it."

"Hmmmm, Thanks."

Kallen memutus sambungan teleponnya. Dikepalanya berkelebatan berbagai skenario. Jika Shan memang benar-benar tidak mau lagi kembali, aku harus bisa menerima dan jangan memaksanya. At least, Shan bisa memaafkan aku dan aku hidup dengan tenang. Meskipun pada akhirnya dia tidak kembali, ujar Kallen dalam hati. Kallen menghela nafasnya berat. Entah kenapa nyalinya menciut usai 5 hari ini menemui Shan dan sikap Shan masih sama, datar dan ketus !

Kallen segera turun dari mobilnya. Belum sampai didepan pintu, Tante Cindy berjalan cepat menuju halaman.

"Kallen?"

"Tante akan pergi?"

"Ya, malam ini ada pesta Graduation. Tante harus datang lebih awal."

"Oh okay. Have fun Tante."

"Oh ya, Tante akan pulang larut malam, apa bisa hari ini kamu menginap untuk menemani Shan?"

"Sure, jika Tante mengizinkan Kallen tidak masalah."

"Menginaplah sesuka hati kamu. Bye..."

"Bye Tante, take care..." Kallen tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Tante Cindy. Kallen pun segera masuk tanpa menekan bell.

Kallen melihat Irene sedang merapikan ruang tengah. Kallen menyapanya ramah.

"Hai, Irene."

"Hai, Kallen."

"Where is, Shan?"

"In her room."

"Thanks."

Kallen tersenyum lalu setengah berlari menuju kamar Shan dilantai 2. Kallen membuka pintunya perlahan dan Shan tampak sedang bicara di telepon sambil memandangi halaman dari jendela kamarnya. Kallen mendekap pinggang Shan, mengistirahatkan kepalanya di bahu Shan. Selesai bicara di telepon yang sepertinya dengan Bella, Shan melepaskan tangan Kallen lalu memutar tubuhnya perlahan.

"Kenapa tidak mengetuk pintu?" Shan berkata sambil menatap Kallen lekat-lekat. Kallen tersenyum lalu mengecup kening Shan sekilas.

"Apa kamu merasa terganggu?"

"Oh...definitely yes !"

"Sorry."

Shan hanya mengedikkan bahunya tak peduli. Kallen duduk di tepian ranjang Shan sambil melihat kesekeliling ruangan.

"Apa yang akan kamu lakukan malam ini?"

"Nothing."

"Aku ingin mengajak kamu dinner di luar."

"Aku ingin di rumah saja."

"Okay..." Kallen mengangguk mengerti. Shan duduk di meja kerja, mulai menyalakan macbook, meraih kacamata lalu menatap layar macbooknya lekat-lekat. Beberapa menit kedepan, mereka saling diam karena Shan terlihat begitu sibuk menarikan jari-jarinya di atas keyboard. Kallen mendengus kesal lalu mendekati Shan dan menutup layar macbooknya. Hal ini membuat Shan terkejut sekaligus geram dan marah.

The TestamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang